[Profil] Nirmala Nair : Walk The Talk and Live Your Truth


Namanya Nirmala Nair. Dia biasa dipanggil Nirmala. Perjalanan Nirmala sebagai seorang aktivis cukup panjang. Kegiatan Nirmala bervariasi,  mulai dari menjadi fasilitator, peneliti, trainer, dan konsultan.  Pada tahun 70-an Nirmala bekerja di Barefoot College, Rajastan, India. Dia juga sempat menjadi konsultan di berbagai LSM. Kini, Nirmala merupakan aktivis di Zero Emmisions Research and Initiatives (ZERI), sebuah jaringan global yang memanfaatkan sains untuk menemukan solusi-solusi untuk berbagai masalah lingkungan. Selama 18 tahun terakhir, 
Nirmala tinggal di Cape Town, Afrika Selatan. 

Desember 2011 yang lalu, Nirmala datang ke Bandung untuk berbagi pengetahuannya mengenai yoga, gaya hidup yang sehat, dan keterkaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Selama di Bandung, Nirmala memberikan kuliah umum mengenai pembangunan berkelanjutan dan juga menjadi fasilitator pelatihan yoga yang  diselenggarakan oleh KAIL. Sejumlah aktivis ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Saat memfasilitasi pelatihan yoga, Nirmala bukan hanya mengajarkan gerakan-gerakan yoga dan  gaya hidup sehat. Dia juga menjelaskan mengenai industri makanan, obat-obatan, dan supermarket yang senantiasa berhasil menciptakan konsumen-konsumen yang tidak sadar terhadap apa yang dimakannya. Mereka tidak paham dari mana makanan tersebut berasal. Mereka juga tidak paham apakah makanan tersebut dibutuhkan oleh tubuhnya atau tidak. 

Mbak Susan, seorang aktivis KAIL, datang ke tempat pelatihan yoga dengan membawa  berbagai bumbu dapur, daun-daunan, akar-akaran dan buah-buahan khas Indonesia. Ada kunyit, jahe, gula merah, singkong, daun singkong, daun pandan, daun jeruk jambu, markisa, dan jeruk bali. Semuanya digelar di atas tikar untuk ditunjukkan kepada Nirmala. Nirmala menciumi baunya satu per satu dan mencicipinya dengan khidmat. Selama di Bandung, Nirmala juga mencicipi berbagai jamu-jamuan khas Indonesia seperti minuman kunyit asem, beras kencur, kunyit putih.   “Betapa kayanya Indonesia dengan segala bumbu, dedaunan, buah-buahan ini,” ujarnya. Bagi Nirmala, berbagai bumbu dan makanan lokal harus senantiasa dipelihara. Ilmu mengenainya harus diturunkan dari generasi ke generasi mulai dari bagaimana menanam sampai mengolahnya. Melakukan itu merupakan salah satu cara umat manusia menjaga kehidupan (sustain life).

Bagi Nirmala, percuma saja bila ada seseorang yang membicarakan pembangunan berkelanjutan (sustainability development) ketika dia tidak tahu caranya menjaga kehidupan. Nirmala berpegang teguh pada prinsip, walk the talk and live your truth yang artinya kita harus menjalankan apa yang kita bicarakan, dan hidup sesuai apa yang kita anggap benar.

“Saya merasa sangat marah ketika seseorang berbicara mengenai pembangunan berkelanjutan tetapi tidak hidup berkelanjutan. Orang-orang ini datang ke konferensi mengenai pembangunan berkelanjutan. Mereka datang dengan mobil, lalu memberikan pidato mengenai hidup yang berkelanjutan. Ketika mereka kembali ke kehidupan pribadi mereka, mereka tidak tahu caranya mempraktekkan apa yang mereka ucapkan.”

Buat Nirmala, pembangunan berkelanjutan kini menjadi semacam sebuah industri besar. Baik industri dan koorporasi seakan-akan punya sebuah check list mengenai apa-apa yang harus dilakukan terkait pembangunan berkelanjutan. Mereka menjalankan CSR mengenai pembangunan berkelanjutan, membuat sebuah gerakan berlabel ‘industri hijau’ tetapi di sisi lain mereka tetap mengeksploitasi lingkungan.

“Sulit bagi saya menerima kontradiksi ini. Setidaknya kalau anda tidak percaya bahwa anda bisa hidup berkelanjutan, jangan berbicara mengenai hidup berkelanjutan layaknya seorang ahli. Setidaknya bersikaplah jujur!”

Nirmala jauh lebih menghargai orang yang mengatakan bahwa mereka tidak percaya dengan  pembangunan berkelanjutan dibandingkan dengan orang yang bercuap-cuap mengenai pembangunan berkelanjutan tetapi tidak menjalankan apa yang dikatakannya. Kegelisahan Nirmala terkait hal ini disampaikannya dalam sebuah puisi The Myth of Sustainable Development.

[Pikir] Rahasia Menuju Kebahagiaan Sejati

Percayakah anda bahwa kebahagiaan dapat diraih dan dapat bertahan lama menetap di dalam diri anda? Bagaimana memperoleh kebahagiaan semacam itu? Di dunia yang hiruk pikuk oleh berbagai tuntutan dan tekanan, entah itu dari sekolah, pekerjaan maupun rumah tangga, tentu semakin banyak orang mendambakan kebahagiaan. Siapa yang tidak ingin menjadi bahagia? Semua orang pasti ingin bahagia.

Definisi Kebahagiaan
Apakah kebahagiaan menurut anda? Hmm…pertanyaan yang gampang-gampang sulit menjawabnya. Jika andamenjawabnya dengan, “Saya berbahagia kalau …” atau “Saya berbahagia ketika …”, anda perlu mempertanyakan kembali apa makna sesungguhnya sebuah kebahagiaan bagi diri anda.
Dr. Russ Harris, dalam bukunya Happiness Trapmengklasifikasikan kebahagiaan dalam dua jenis. Jenis kebahagiaan pertama meliputi perasaan senang, berbunga-bunga, melambung, dan melayang. Namun, perasaan yang dialami cepat sekali hilang. Sekali hilang, orang akan kembali pada ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan mereka.
Sedangkan jenis kebahagiaan kedua adalah perasaan bermakna dalam hidup ketika melakukan sesuatu sesuai dengan hasrat hati dan ketika hidup dijalani dengan tulus dan penuh rasa syukur. Jenis kebahagiaan yang kedua ini menyentuh sisi terdalam batin manusia, sehingga kebahagiaan itu tidak bersifat sementara.

Mengapa kebahagiaan tidak berlangsung lama?
Konstruksi sosial masyarakat menciptakan bahwa setiap orang harus terlihat bahagia dan tegar. Seperti ungkapan demikian, “Wah, nggak nyangka ya, ternyata hidupnya bermasalah. Padahal selama ini melihat orang itu penuh dengan tawa dan canda. Tak ada sedikit pun terlihat keresahan dan kesedihan di wajahnya!” atau ungkapan seperti ini, “Aku memiliki pekerjaan yang layak, rumah yang besar dan mobil trend terbaru. Anak-anakku manis dan penurut, suamiku menyayangi aku lebih dari segalanya. Tetapi, mengapa di dalam hati ini kegelisahan itu senantiasa muncul?”
Perhatikan bahwa cerita-cerita dalam dongeng maupun film yang umumnya digemari, biasanya diakhiri dengan happy ending. Perhatikan juga anggapan tentang lelaki yang menangis adalah lelaki cengeng atau seseorang yang menunjukkan kesedihannya dengan air mata, seringkali dianggap lemah dan tidak tegar. Ternyata, dunia telah turut merekayasa pemikiran manusia, bahwa kehidupan haruslah selalu diwarnai dengan kehidupan yang manis, teratur dan penuh tawa. Padahal, kenyataannya hidup manusia tidak sesederhana itu.
Berangkat dari gambaran dunia tentang kebahagiaan, maka Dr. Russ Harris mengungkapkan sebuah istilah : kebahagiaan semu. Rupanya, kebahagiaan semu ini tak bertahan lama. Kebahagiaan semu ini terlihat di permukaan, namun tak menyentuh kedalaman hati seseorang, sehingga ia dapat hilang begitu saja. Oleh karena itu, sebaiknya setiap orang mulai meneliti kembali apa makna kebahagiaan bagi dirinya. Mengapa kebahagiaan yang ia miliki tak berlangsung lama.
Kebahagiaan semu adalah kebahagiaan yang dangkal, tak menyentuh ke dalam hati manusia. Kebahagiaan yang dangkal ini sangat mungkin terjadi, ketika manusia menyandarkan kebahagiaannya di luar dirinya. Seperti contoh sederhana berikut ini : “Saya merasa bahagia apabila diberi perhatian oleh orang-orang yang saya cintai.” Apa yang terjadi apabila orang-orang yang ia cintai tidak mampu lagi memberi perhatian padanya? Kebahagiaannya mungkin saja hilang.
“Saya merasa bahagia jika memiliki uang yang banyak.” Ini merupakan contoh bahwa kebahagiaan seseorang diletakkan pada kepemilikan di luar dirinya. Apa yang terjadi ketika uangnya habis? Ia tak akan berbahagia.
Namun, bagaimana caranya meletakkan kebahagiaan di dalam diri kita sendiri? Bagaimana mengusir perasaan negatif yang sering muncul tanpa diundang? Bagaimana mengatasi kekecewaan yang bersumber dari hal-hal di luar kita?

Bagaimana Cara Keluar dari Kebahagiaan Semu?
Apakah cara yang terbaik untuk keluar dari kebahagiaan semu? Pertama-tama, kita perlu mengenal diri kita terlebih dahulu. Kenali perasaan-perasaan negatif yang seringkali membuat kita tidak bahagia. Kenali saat-saat kita terjebak dalam kebahagiaan semu. Salah satu cara sederhana untuk mengenali diri adalah dengan membuat catatan harian untuk merefleksikan pengalaman kita setiap harinya. Kita dapat mencoba mencatat pikiran-pikiran negatif apa yang muncul sepanjang hari itu, misalnya.
Langkah selanjutnya, mungkin terdengar baru bagi anda. Alih-alih mengenyahkan pikiran negatif, Dr. Russ Harris menganjurkan setiap orang untuk menerima hadirnya  pikiran-pikiran negatif dalam hidup manusia. Bukan menerima untuk kemudian berkubang dalam kesedihan dan kekecewaan tentu saja. Tetapi, menerima bahwa kesedihan, kekecewaan dan pikiran negatif adalah bagian dari kehidupan dan melatih diri untuk tidak terseret dalam pusaran kesedihan itu sendiri. Bagaimana caranya?
Ketika anda telah mengenali sumber-sumber kesedihan anda, tenangkanlah diri anda. Ya, mungkin anda sedih karena pacar anda tidak bertindak seperti yang anda harapkan. Atau mungkin anak-anak anda tidak mengindahkan nasehat-nasehat anda, dan itu membuat anda kecewa. Bagaimana mengatasinya? Sebaiknya tidak usah memaksakan diri untuk membuang kekecewaan tersebut, namun berdamailah dengan kekecewaan itu. Terimalah ia sebagai bagian dari jalan hidup yang harus ditempuh. Ketika anda mampu berdamai dengan situasi seperti ini, anda akan menjadi lebih tenang dan siap menghadapi kekecewaan-kekecewaan berikutnya.

Menggali Faktor Penentu Kebahagiaan Sejati

Yakinlah, bahwa kebahagiaan sejati dapat anda temukan. Tidak usah pula jauh-jauh mencari bahkan sampai menguras habis isi dompet, karena kebahagiaan itu sesungguhnya terletak di dalam hati andasendiri. Ya, sesederhana itu. Ketika andamengerjakan segala sesuatu dengan penuh kesungguhan, tulus dan ikhlas, di situlah letak sumber kebahagiaan anda.
Bagaimana cara untuk melihat ke hati yang terdalam? Gobind Vashdev, pengarang buku Happiness Inside, menganjurkan agar kita menentukan fokus dan setia pada fokus tersebut. Tentunya, fokus pada kelebihan dan kekuatan kita masing-masing. Meski terdengar mudah, pada kenyataannya manusia sering salah fokus. Manusia lebih senang melihat kelemahan-kelemahan yang terjadi pada dirinya maupun orang lain. Manusia lebih mudah terpuruk pada hal-hal yang melemahkan dirinya, dibandingkan mengasah kekuatannya. Maka tak heran, ada peribahasa yang mewakili keadaan seperti itu, “Kuman di seberang laut nampak, gajah besar di depan mata tak nampak.”
Ketika kita telah menyadari segala kekuatan kita, janganlah ragu untuk terus meniti tujuan dengan kekuatan yang kita punyai. Setia pada proses, meski panjang dan melelahkan merupakan bagian dari pencapaian kebahagiaan. Karena setelah anda mencapai sesuatu dan menengok sejenak pada proses yang telah dilalui, anda akan merasa hidup anda bermakna. Ketika manusia dapat memaknai hidupnya sendiri, di sanalah letak kebahagiaan itu.
Kita dapat mengambil contoh berikut : anda bahagia dengan menjadi seorang pelukis atau pemusik, jangan ragu untuk meniti tujuan anda, meski harus mengalami proses panjang belajar melukis dan berlatih musik. Tak jarang, ungkapan-ungkapan negatif dari luar menyerang anda, mengatakan, “Apa anda mampu?” Dalam hal ini, diperlukan komitmen yang kuat yang didasari oleh keyakinan bahwa siapapun dapat mencapai apa yang diimpikannya jika ia memang memiliki niat dan kemauan.
Pada akhirnya, yang terpenting, periksalah hati andasendiri, apakah anda bahagia menjalani kehidupan sebagai pemusik? Atau, apakah anda bahagia menjalani kehidupan sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak anda? Apakah anda bahagia menjalani kehidupan sebagai seorang manajer yang membawahi ratusan pekerja? Seseorang yang mengejar sesuatu hanya karena latah pada trend tertentu, atau karena bujukan orang lain, tak akan pernah sebahagia ketika seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan fokus, kekuatan dan suara hatinya sendiri. Nah, selamat menemukan rahasia kebahagiaan anda sendiri!
(Navita Kristi Astuti)

[Masalah Kita] Arti Kebahagiaan Untuk Aktivis


Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, tujuan keseluruhan dan akhir dari eksistensi manusia.” – Aristoteles (Filsuf Yunani, 384 – 322 SM)

Begitu pentingnyakebahagiaan sehingga gerak hidup manusia didasari oleh upaya mencari kebahagiaan sebagai suatu tujuan, seperti yang diungkapkan  Aristoteles di atas. Kebahagiaan tidak sekedar tujuan yang kita tentukan, akan tetapi juga bagaimana kita memaknainya sebagai langkah awal sebelum kita sampai kepadanya.

Kita lihat misalnya dihari Kasih Sayang atau biasa juga disebut Valentine Day yang dimana-mana dirayakan dengan pelbagaicara. Mulai dari  memberikan coklat pada seseorang, sampai dengan kencan spesial dengan orang tersayang. Tindakan-tindakan kita dalam mengekspresikan kasih sayang pada hari itu apakah memiliki suatu arti? Rasanya iya.Kita melakukan kesemua itu demi membahagiakan orang-orang tertentu dalam hidup ini. Harapannya dengan melihat orang tersebut berbahagia, kita pun ikut bahagia.

Setiap orang memiliki makna kebahagiaannya masing-masing dan hal-hal yang membantu mereka mencapai kebahagiaan dalam hidup. Beberapa waktu ini KAIL mencoba untuk melihat arti kebahagiaan di antara para aktivis dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan terkait kebahagiaan ini. Kami melakukan wawancara tertulis kepada 9 narasumber dari berbagai komunitas.Hasil dari wawancara ini dimaksudkan untuk melihat gambaran sekilas bukan gambaran besar, yang diharapkan bisa memberikan inspirasi bagi rekan-rekan aktivis yang lain dalam meraih kebahagiaan.

Kami membuat 5 item pertanyaan untuk dijawab oleh responden :
  1. Dalam hidupmu, kapankah saat-saat paling membahagiakan dalam hidup kamu?
  2. Mengapa kamu menganggap jawaban no.1 adalah momen paling membahagiakan dalam hidup?
  3. Menurut kamu, berbahagia itu seperti apa?
  4. Apakah menurutmu masyarakat di dunia ini berbahagia atau tidak? Mengapa?
  5. Menurutmu, bagaimana cara lebih baik, cepat dan mudah untuk berbahagia?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan mampu menggambarkan pemaknaan seseorang tentang kebahagiaan dan faktor-faktor apa sajakah yang membuat mereka berbahagia. Pandangan mereka terhadap kebahagiaan yang muncul dari dalam diri tergambar dari 3 pertanyaan pertama tentang momen kebahagiaan beserta alasannya dan deskripsi berbahagia seperti apa. Sedangkan faktor dari luar akan tergambar dalam jawaban terhadap pertanyaan nomor 4 yang merupakan proyeksi kebahagiaannya yang terdapat di lingkungannya. Kemudian, kita akan berbagi inspirasi dari rekan-rekan aktivis ini tentang tips yang cepat dan mudah untuk berbahagia.

Dari 3 pertanyaan pertama, kebanyakan narasumber mendapatkan kebahagiaan terkait dengan keberadaan orang lain. Kebahagiaan yang terkait dengan orang lain bisa dikatakan sebagai kepuasan di mana apa yang kita kerjakan terkait dengan orang lain dan reaksi orang lain atas apa yang kita kerjakan itulah yang memberikan perasaan bahagia. Atau kebahagiaan itu terkait dengan sebuah momentum di mana kebersamaan dengan orang lain menghadirkan rasa nyaman.

Kita coba bandingkan jawaban dari 2 narasumber berikut :
  1. “Saat paling membahagiakan adalah saat bisa berkumpul dengan suami, anak, mama dan keluarga” – Dydie Prameswari.
  2. “Apabila dikaitkan dengan aktivitas saya sebagai trainer, maka saat yang paling membahagiakan adalah ketika saya menemukan ada partisipan training yang saya berikan bisa membuktikan dalam hidupnya bahwa materi yang saya berikan berguna untuk kehidupannya” – Elisabeth Dewi.
Kedua jawaban di atas menggambarkan soal kebahagiaan yang didapat karena faktor keberadaan orang lain, tetapi tidak berarti kebahagiaan kita menjadi bergantung kepada orang lain. Kehadiran orang lain bisa membantu menguatkan perasaan bahagia kita seperti yang tertuang dalam jawaban narasumber yang bernama Monica Anggen : “Saya merasa hidup saya menjadi lebih berguna baik bagi diri saya sendiri dan yang paling utama saya berguna bagi orang lain.” Merasakan bahwa diri kita memiliki fungsi bagi orang lain menjadi kunci pembuka menuju kepada kebahagiaan, ketika kita membuat sesuatu dan bukan hanya diri kita yang menikmati, namun orang lain juga turut merasakannya.

Mungkin bukan kebetulan jika para narasumber yang merupakan aktivis di bidangnya masing-masing, merasa bahagia ketika mampu berbuat bagi orang lain. Apakah ini mengartikan bahwa para aktivis adalah orang-orang yang berbahagia dengan berbuat bagi orang lain? Rasanya bukan hanya para aktivis, akan tetapi sifat alami setiap manusia untuk hidup saling berbagi. Pernahkah mendengar kata-kata “Makanan sepiring untuk empat orang mungkin tidak cukup mengenyangkan perut, tetapi lebih dari cukup untuk memuaskan batin Atau “Makan tak makan asal ngumpul” Perkataan itu hendak menyampaikan bahwa bukan kebutuhan fisik yang mampu memberikan kebahagiaan sejati, melainkan berkumpul bersama dengan orang-orang yang kita sayangi.

Kebahagiaan memang tidak tergantung dari luar diri kita. Para narasumber menyadari hal tersebut, bahwa menjadi bahagia itu dimulai dari dalam. Semua itu dapat dilakukan dari hal-hal yang sederhana, misalnya tidur cukup, makan cukup. Seperti yang diungkapkan oleh Anilawati : “Sederhana aja, bisa makan cukup, tidur tenang, bisa kumpul-kumpul dan bisa “memberi” kepada orang lain. (“memberi” = tidak selalu berupa materi)”.  Dari pernyataan itu, bisa dilihat bahwa terdapat unsur orang lain yang menambah lengkap kebahagiaan.

Tetapi ada juga narasumber yang memaknai kebahagiaan karena hadirnya orang yang dicintai. Rahmi Fajri merasa bahwa bahagia adalah ketika orang yang dicintai bersama dengan kita, dengan adanya mereka kita bisa meminta apa yang kita inginkan. Yang menarik di sini adalah apakah yang sebenarnya kita perlukan dari orang lain untuk bahagia? Mungkin ini jawabannya tidak tunggal.

Bagaimanakah kita melihat dunia di sekitar saat ini? Apakah dunia sedang berbahagia atau sedang dirundung duka? Pertanyaan ini mungkin akan mengarahkan kita pada apa yang bisa kita lakukan atas hidup ini atau mungkin hanya sekedar bertanya untuk mengamankan kebahagiaan kita sendiri, tapi apakah kebahagiaan adalah tentang diri sendiri? Narasumber merasakan bahwa sepertinya dunia ini sedang tidak berbahagia, berbagai media di tanah air lebih banyak diisi dengan berita-berita buruk yang tidak mengangkat kondisi negeri ini menjadi lebih baik. Mereka juga melihat bahwa kebanyakan orang terjebak melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak berkenan di di hati mereka, terpaksa melakukannya karena keterbatasan. Oleh sebab yang sama, manusia mengejar materi sebanyak-banyaknya sehingga ada yang tega mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri.

Di sisi lain, ada yang tetap optimis terhadap dunia saat ini, seberat apa pun bencana yang menimpa dunia ini, akan selalu ada orang yang mampu melihat sisi positif dari peristiwa-peristiwa buruk itu dan mengupayakan suatu tindakan untuk membuat situasi menjadi lebih baik. Memang tidak mudah untuk melihat yang positif dari suatu bencana, sehingga ada yang mampu mengoptimalkannya menjadi kebahagiaan dan ada yang tidak. Semuanya tergantung pada kapasitas masing-masing pribadi.

Persepsi seseorang terhadap dunia di sekitarnya, mungkin tidak bisa sepenuhnya objektif, apalagi terkait dengan menyimpulkan apakah mereka berbahagia atau tidak. Namun setiap orang diberkahi anugerah yang sama untuk mengetahui apakah suatu keadaan sedang melenceng dari yang seharusnya, yang memberikan peringatan untuk berbuat sesuatu demi perubahan. Para narasumber mencoba mendengar dengan baik perasaan dunia ini dan berbuat seturut panggilan nurani sebagai aktivis. Merengkuh kebahagiaan dengan pilihan-pilihan yang dibuat, menemukan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di setiap diri pribadi. Bertemu dengan orang-orang, membantu mereka dalam proses pembelajaran, mendapati bahwa mereka akhirnya berhasil dan membuat perubahan, menjadi nilai kebahagiaan tersendiri bagi rekan-rekan aktivis yang menjadi narasumber kali ini. Bagaimana dengan Anda?
(David Ardes Setiady)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...