[OPINI] Kegiatan-kegiatan Pengisi Kemerdekaan

Oleh: Any Sulistyowati

Pada tanggal 17 Agustus tahun 2016 ini, Indonesia akan memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke 71. Jika melihat realitas Indonesia saat ini, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan oleh bangsa ini untuk mengisi kemerdekaan. Banyak hal yang masih perlu dibenahi agar kemerdekaan sejati dapat sungguh-sungguh dirasakan oleh setiap warga negara Indonesia. Berikut ini adalah beberapa pilihan kegiatan yang dilakukan oleh para responden Pro:aktif Online, mengapa kegiatan-kegiatan tersebut mereka pilih untuk mengisi kemerdekaan serta tantangan-tantangan yang mereka hadapi dalam mengisi kemerdekaan tersebut.

Kegiatan-kegiatan untuk Mengisi Kemerdekaan 

Fransiska Damarratri (Siska) dari ASF-ID, arsitek lulusan UGM memilih mengambil jalan yang mungkin berbeda dari arus utama kebanyakan arsitek. Ketimbang bekerja di Biro Arsitek yang melayani kepentingan pemilik modal, ia memilih bekerja dan merintis sebuah NGO di bidang Arsitektur. Ia merasa ada yang tidak pas/baik di pendidikan dan praktek profesi arsitektur, yang terkait dengan semua sistem. Ia berpendapat bahwa perubahan bisa dimulai dari aksi dan pendidikan.

Kukuh Samudra (Kukuh) dari Unit Tenis ITB merasa bahwa sejauh ini belum ada yang dapat ia banggakan dalam mengisi kemerdekaan. Tetapi kalau secara subyektif mungkin satu hal yang dapat ia banggakan sebagai mahasiswa adalah bahwa ia sudah mulai berusaha sendiri dalam bentuk menjual buku, meskipun modal masih dari orang tua.
Baginya ini merupakan sebuah langkah untuk menjadi mandiri. Sebuah awal untuk melakukan hal-hal yang lebih besar ketika ia pulang kembali ke kampung halamannya, Karang Anyar. Ia ingin membangun lapangan tenis, usaha pertanian, tempat pertunjukan di sana. Tiga hal yang menurutnya merupakan potensi besar Karang Anyar, tetapi selama ini seakan diabaikan, terutama oleh pemerintah. Menurut Kukuh, tidak banyak orang mau pulang ke Karang Anyar lagi. Ia merasa yang dicari dari jalur usaha dan perdagangan ini adalah kunci untuk mewujudkan impiannya. Tujuannya bukanlah sekedar uang tetapi sumberdaya, semacam pengetahuan, relasi dan mental, tiga hal yang sangat ia butuhkan. Ia juga merasa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bukanlah jalan yang ingin ia pilih. Selain terhalang kebebasan berpikir, hidup terkekang dan tidak bisa menjadi kaya, ia melihat tidak banyak juga yang bisa dilakukan oleh PNS. Menurut Kukuh, ide-idenya seringkali dianggap aneh. Untuk sebuah ide yang 'liar', masyarakat cenderung lebih memilih untuk cari aman. Kecuali, ide liar tersebut dapat terlaksana baik dalam waktu yang singkat. Sebuah ide liar (meskipun mungkin benar) susah untuk tetap menyala tanpa diasah. Dalam mengasah yang dibutuhkan adalah kawan yang sepaham, yang bisa diajak untuk berdialog dan diskusi. Secara garis besar mungkin ide sudah 'benar'. Tapi, sekali lagi, lingkungan pun butuh yang praktis.

Melly Amalia (Melly) dari KAIL dan YPBB ingin mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan yang terkait dengan isu sosial, lingkungan, dan anak. Misalnya dampingan masyarakat, berkebun di lahan sendiri, pengelolaan sampah skala kecil, menemani anak bermain, dll. Ia merasa senang bila apa yang ia lakukan bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Ia juga menikmati apa yang ia lakukan dan menemukan kedamaian.

Navita K. Astuti (Vita) mengisi masa mudanya dengan mendampingi para pengungsi di Timor untuk mengambil keputusan bagi diri mereka sendiri. Ia ingin melihat orang lain berdaya. Saat ini Vita bekerja di KAIL di Bandung.

Shelly Asmauliyah dari WALHI Jawa Barat melakukan sesuatu dari hal terkecil yang bisa dilakukan, contohnya membangun dari komunitas terkecil, yaitu keluarga. Menurut Shelly, keluarga yang ideal adalah keluarga yang tetap pada ajaran agama dan selaras dengan alam. Ia meyakini bahwa semua perubahan berawal dari yang kecil.

Shintia Arwida (Shintia), peneliti dari CIFOR, sebuah lembaga penelitian internasional yang berkantor di Bogor, ingin menyumbangkan hasil penelitian kepada pengambil kebijakan. Ia tidak ingin hasil penelitian hanya tinggal sebagai tumpukan kertas tidak berguna. Hal ini terjadi karena organisasi tempat Shintia bekerja adalah organisasi internasional. Rasa nasionalisme mungkin tidak menjadi perhatian dari organisasi tersebut. Ia merasakan kurangnya dukungan dari supervisor dan tidak adanya penghargaan yang proper terhadap upaya advokasi yang sudah dilaksanakan kadang membuat semangat kerja menurun.

Krisna mengisi kemerdekaan dengan berkegiatan di Palang Merah. Ia menjadi relawan ke tempat bencana dan relawan di tempat asal. Ia juga melakukan Pendidikan Korps Palang Merah dan adventure education kepada adik angkatan. Ia melakukan semua itu karena ingin bersama teman-teman. Dhika Pranastyasih dari Yasintara dan Yayasan Sadagori Indonesia mengisi kemerdekaan dengan berbagi ilmu, ide, tenaga dan tawa. Bagi Dhika melakukan hal-hal tersebut menyenangkan. Ia juga meyakini bahwa kegiatannya bisa jadi sederhana, tapi jika dilakukan dengan hati dan secara konsisten bisa memberi dampak tidak terduga.

Ivan Sumantri Bonang dari Komunitas Dongeng Dakocan, Bandar Lampung, mengisi kemerdekaan dengan belajar bersama guru-guru PAUD tentang teknik bercerita/mendongeng. Ia meyakini bahwa kegiatan tersebut penting untuk kemajuan pendidikan pada level usia dini.

Bukik Setiawan dari Kampus Guru CIKAL, Serpong, ingin memberikan kado merdeka buat Indonesia. Ia suka saja melakukannya.

Abrori dari Turun Tangan, Bandung, mengisi kemerdekaan dengan cara turun tangan dalam pelestarian budaya. Ia merasa bahwa dalam budaya, bersingungan dengan aspek-aspek seperti pendidikan, sosial, nilai seni, sejarah, dan tinjauan moralitas bangsa. Menurut Abrori, melalui budaya, kita bisa secara bertahap sedikit-sedikit ikut mensosialisasikan apa yang bisa kita lakukan dalam pembangunan bangsa ini.

Ajat Sutarja (Mang Ayut) ingin mengisi kemerdekaan dengan berperan dalam pelestarian lingkungan terutama satwa liar melalui lembaga nir laba maupun penelitian. Ia melakukannya karena sesuai dengan bidang pendidikan. Ketika melakukan hal tersebut, ia merasa bahwa lembaga pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan dan lembaga penegak hukum kurang memberikan dukungan dalam upaya pelestarian satwa liar dan menindak para pelanggar.

Bagi Raden Rhea ber-Islam dan ber-Sunda merupakan suatu kemerdekaan karena ia dapat dengan bebas mempelajari akar budaya dan agama dan mengekspresikannya. Untuk membalas hak yang didapatkan tersebut, ia senang ikut kegiatan volunteer untuk membantu orang lain dan negara. Secara konkret ia mengikuti ekspedisi NKRI, berlatih tari tradisional, menjadi wartawan lokal, dan mempraktekkan menjadi islam bukan sekedar KTP.

Wisnu dari Bandung berpendapat bahwa apabila Indonesia sudah benar-benar merdeka, maka kita akan bebas dari masalah-masalah pelik yang terjadi saat ini. Seharusnya kemerdekaan bisa dirasakan setiap hari, bukan hanya sekali setahun. Apabila itu sudah terjadi, maka tidak ada lagi yang perlu dilakukan.

Dewi Amelia dari Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) ingin mengisi kemerdekaan dengan melakukan pengorganisasian perempuan. Ia ingin membangkitkan kesadaran perempuan agar berdaya mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya.

Willy Hanafi dari LBH Bandung mengisi kemerdekaan dengan melakukan penguatan masyarakat dalam pemahaman atas hak warga negara dan hukum serta hak asasi manusia. Hal ini ia lakukan karena keprihatinannya akan kurangnya pengetahuan masyarakat atas hak sebagai warga negara. Ia mengatakan tantangan terbesar untuk kegiatan yang ia lakukan adalah kurangnya keterlibatan pemerintah dalam peningkatan pengetahuan masyarakat akan haknya sebagai warga negara Dari Front Api, Bandung, Pesa Pecong mengisi kemerdekaan dengan berusaha memerdekakan orang lain, membuat orang berdaya sehingga mampu merebut haknya kembali dan membangun ekonomi mandiri. Hal ini ia lakukan untuk masa depan anak cucu saya yang lebih baik. Untuk dapat melakukan hal tersebut seringkali ia harus tetap pada jalan yang sudah dipilih, dengan tidak menghiraukan apa kata orang lain.

Rezza Estily dari AJI Bandung mengisi kemerdekaan dengan membuat multimedia story foto dan video mengenai kehidupan kaum urban.

Anilawati Nurwakhidin dari YPBB gemar melakukan kegiatan yang menyenangkan berbonus menyebar semangat perubahan ke teman-teman lainnya (semangat perubahan dalam kegiatan pengelolaan sampah, berbagi lewat menulis dan lain-lain). Semua itu dilakukannya karena aneka kegiatan itu menyenangkan pada banyak sisi.

Debby Josephine mengisi kemerdekaan dengan berkegiatan membuat dongeng di Rumput Kecil. Ia ingin semua orang dapat mengakses dongeng anak secara bebas. Ia juga berkegiatan di Rumah Kail, pusat pembelajarannya sebagai aktivis. Di situ ia dapat merefleksikan bagaimana semesta terkoneksi dengannya. Tidak semua orang dapat merasakan kemewahan ini. Ia merasa bangga karena ia dapat belajar dari orang-orang hebat. Ia juga berkegiatan di CreativeNet. Ia bangga karena dapat menyentuh langsung berbagai komunitas dan melihat perjuangan mereka untuk sebuah perubahan. Alasannya, ketika mengerjakan semua itu, ia merasa damai dan tenteram.

Di Bogor, Ismail Agung dari Inisiasi Alam Rehabilitasi, mengisi kemerdekaan dengan memberikan edukasi kepada generasi muda untuk menjaga satwa liar dan habitatnya. Hal ini sangat sesuai dengan latar belakang pendidikan yang digelutinya.

Huyogo dari AJI Bandung bersedia melakukan apa aja, asalkan tidak merugikan negara untuk mengisi kemerdekaan. Menurutnya, bekerja akan mengurangi beban negara. Menurutnya, mungkin sekarang bukan saatnya mengisi kemerdekaan dengan melakukan perlawanan dengan bambu runcing. Lebih dibutuhkan untuk melakukan hal yang positif. Meskipun menghadapi banyak tantangan ia tetap berusaha untuk rileks saja. Tetap ikhlas walau pendapatannya pas pasan. Yang lebih penting baginya adalah kebahagiaan.

Tantangan dalam mengisi kemerdekaan 

Dalam mengisi kemerdekaan, ada banyak tantangan yang dihadapi oleh para responden. Tantangan itu dapat berasal dari dalam dan luar diri mereka sendiri. Berikut ini adalah ringkasan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh para responden dalam mengisi kemerdekaan. Kurangnya sumberdaya dan konsekuensi melawan mainstream adalah tantangan-tantangan yang paling banyak dipilih oleh para responden (12 orang), disusul dengan keterbatasan ketrampilan dan pengetahuan (11 orang).

Delapan orang memilih bahwa perjuangan yang mereka lakukan juga seringkali melelahkan dari sisi emosi merupakan tantangan besar dalam mengisi kemerdekaan. Tujuh orang menyebutkan penghasilan yang tidak mencukupi sebagai tantangan. Sementara enam orang menyebutkan kepercayaan diri dan kekompakan tim sebagai tantangan terbesar dalam mengisi kemerdekaan.

Kekurangan waktu juga disebutkan sebagai tantangan oleh lima orang responden, disusul dengan tidak disetujui oleh keluarga dekat, kepercayaan dari kelompok sasaran dan tidak adanya perubahan yang berarti padahal sudah bekerja keras disebut-sebut sebagai tantangan oleh masing-masing empat orang responden.

Tiga orang responden menyebutkan ancaman terhadap keselamatan pribadi dan tekanan dari penguasa sebagai tantangan terbesar dalam mengisi kemerdekaan. Sementara dua orang responden menulis dilema-dilema dalam menentukan pilihan terbaik sebagai tantangan terbesar.


Begitulah beberapa contoh kegiatan yang dilakukan oleh para responden untuk mengisi kemerdekaan dan tantangan-tantangan yang mereka hadapi. Semoga membawa manfaat bagi perbaikan situasi bangsa ini menuju kemerdekaan sejati. Selamat HUT RI ke 71. Selamat menghasilkan karya-karya untuk membangun negeri.

***

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...