[JALAN-JALAN] “Suara Perempuan Untuk Perubahan”: Pendidikan Pemilih Perempuan 2004

Pelatihan Pendidikan Pemilih Bagi Perempuan 2004, yang diselenggarakan oleh Sekretariat JMP-KWI dan bipelwan PGI di 23 kota di Indonesia Februari-Maret 2004 yang lalu, mengambil tema “Suara Perempuan untuk Perubahan”. Sesuai dengan tujuan pelatihan, yaitu memberdayakan suara perempuan untuk membuat perubahan (transformasi sosial) menuju demokratisasi. Oleh karena itu, modul dan silabuspun dibuat konsisten dengan pilihan metode dan alur proses yang dibuat separtisipatif mungkin, dan mampu memberdayakan suara perempuan, melalui dan menuju demokratisasi.

Metode yang digunakan selalu dimulai dengan penggalian informasi dari para partisipan, dan membuat partisipan terlibat aktif. Proses dimulai dengan introduksi tentang latar belakang, tujuan dan garis besar alur proses pelatihan; kemudian perkenalan serta penggalian harapan dan motivasi. Pada sesi ini diharapkan terjadi keterbukaan; semangat berbagi dan bekerjasama antar partisipan, panitia dan fasilitator. Selain itu juga digali motivasi dan harapan ikut pelatihan serta apa yang bisa menjadi kontribusi masing-masing peran selama dan setelah pelatihan ini.

Dalam suatu pelatihan yang partisipatif, situasi yang kondusif perlu dibangun. Lewat sesi sebelumnya pengkondisian sudah dimulai, dan dilanjutkan dengan dibuatnya kesepakatan bersama yang akan berlaku selama proses supaya dapat berjalan lancar dan berhasil memenuhi harapan semua pihak. Jadwal dan aturan main selama pelatihan disusun bersama, sehingga masing-masing terlibat dan bertanggungjawab terhadap keberhasilan proses. Ini adalah salah satu ciri pendidikan orang dewasa.

Setelah suasana mulai cair, masuk sesi pemetaan masalah dan kebutuhan lokal, masing-masing partisipan diajak untuk kritis serta peka dalam memahami masalah (sosial-politik) juga kebutuhan lokal baik secara makro maupun yang spesifik perempuan di masing-masing level kebutuhan. Curah pendapat dan sharing serta proses analisis ini kemudian dikelompokkan dan dipetakan sesuai kategori, dengan tetap memperhatikan keunikan masing-masing wilayah. Dari peta ini partisipan mencoba melihat keterkaitannya dengan Pemilu serta proses demokrasi secara umum.

Kaitan antara peta masalah dan kebutuhan lokal dengan pemilu ini mengarah pada kebutuhan untuk memahami Pemilu 2004 secara khusus. Pada sesi ini diharapkan terbangun pemahaman dan kesadaran pentingnya proses demokratisasi dan transformasi sosial bagi seluruh masyarakat, dan kaitannya dengan Pemilu. Pada sesi ini, diberikan tambahan informasi dari nara sumber yang berkaitan dengan Pemilu 2004, yaitu dari KPU dan Panwaslu. Pada sesi pemahaman tentang sistem Pemilu, khususnya teknis pencoblosan, partisipan mendapat pengalaman langsung dengan simulasi.

Kemudian masuk tahap kesadaran kritis dan pemahaman akan pentingnya partisipasi aktif perempuan dalam proses demokrasi dan transformasi sosial-politik; makna suara dan keterwakilan perempuan; serta apa peluang, tantangan, hambatan serta implikasi sistem Pemilu 2004 bagi perempuan.

Dari sini proses bergulir pada kesadaran dan pemahaman akan pentingnya etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada sesi ini partisipan mencoba melihat etika politik yang menjadi landasan dalam memilih.

Berdasar pada proses dalam sesi-sesi sebelumnya, partisipan bersama-sama mendiskusikan dan menyusun kriteria-kriteria parpol dan caleg yang dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan pilihan secara bebas dan kritis dalam Pemilu 2004. Kriteria yang ditetapkan sesuai dengan situasi, permasalahan dan kebutuhan lokal masing-masing. Dari kriteria ini mereka membuat analisis parpol dan caleg berdasarkan informasi yang ada.

Hasil analisis menunjukkan adanya kesenjangan antara kondisi riil perpolitikan dengan kriteria ideal yang mereka buat dan dengan prinsip-prinsip etika politk yang diinginkan bersama. Karena itu, disusun strategi tindak lanjut dalam jangka panjang dan pendek untuk mensikapi kesenjangan tersebut. Pada sesi ini diharapkan dibuatnya kontrak politik, terbangunnya simpul-simpul jaringan perempuan dan komunitas basis perempuan yang dapat berfungsi sebagai “perlawanan” dan menjalankan fungsi pengawasan-kontrol.

Sebagai strategi jangka pendek, dipilih program sosialisasi. Karena itu para partisipan belajar bersama teknik memfasilitasi dan pengenalan metode pelatihan.

Keseluruhan acara ditutup dengan evaluasi bersama, yang diharapkan dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi perbaikan proses pelatihan selanjutnya. Evaluasi menjadi penting artinya bagi sebuah proses belajar bersama, di mana fasilitator dan partisipan dengan rendah hati mau menerima masukan serta kritik yang membangun; dalam suasana yang terbuka dan setara. Dari hasil evaluasi partisipan di 23 kota, hampir semua partisipan merasa bahwa proses pelatihan dan metode yang digunakan sangat partisipatif dan membantu untuk berproses bersama. Di beberapa kota, berubahnya jadwal nara sumber menyebabkan alur proses menjadi terganggu. Alur menjadi tidak runut/sistematis lagi, apalagi kalau penjelasan dari nara sumber tidak sesuai dengan tujuan/sasaran dari sesi.

Sebagai fasilitator yang menyusun modul, dan memfasilitasi pelaksanaan pelatihan, kita diharapkan memiliki kreativitas dan fleksibilitas yang tinggi, terutama ketika menghadapi situasi yang di luar perencanaan kita. Baik itu berkaitan dengan nara sumber ataupun dengan dinamika partisipan.
(intan)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...