[MASALAH KITA] PANGAN DI ERA ANTROPOSEN : SISTEM PANGAN, MANUSIA DAN ALAM

Oleh : Fransiska Damarratri

Kehidupan apa yang kita impikan untuk dunia kini dan mendatang? Tentu kehidupan yang sejahtera dan bahagia bagi kita serta bagi generasi mendatang. Serta keberlangsungan yang baik bagi alam di mana kita tinggal. Untuk keberlangsungan kehidupannya, manusia membutuhkan berbagai hal. Dan kebutuhan-kebutuhan tersebut didapatkan, secara mendasar, dari alam.

Berbagai kebutuhan hidup kita diderivasi dari minyak bumi. 
(Mond Qu, Vimeo, 2012)
Sebagai contoh, bahan sandang kita berasal dari alam. Dahulu, sandang dibuat dari bahan seperti kapas. Kini bahan yang banyak digunakan adalah polyester. Pada dasarnya polyester merupakan polimer plastik yang berasal dari minyak mentah (petroleum/crude oil). Minyak mentah diekstraksi dari dalam perut bumi, dan merupakan bahan alam yang tidak dapat diperbaharui.

***
Hubungan antara manusia dan alam merupakan subjek tersendiri yang menarik untuk diulik. Paradigma dan perasaan kita terhadap alam mempengaruhi cara kita hidup. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa manusia merupakan bagian dari siklus alam, sebagaimana makhluk hidup lainnya. Apa yang dilakukan oleh manusia mempengaruhi alam, dan kondisi alam pun akan mempengaruhi kondisi manusia.

Manusia adalah kumpulan makhluk yang terus melakukan produksi dan konsumsi dengan teknologinya. Dengan jumlah umat manusia yang semakin banyak, semakin beragam dan masif pula proses tersebut di muka bumi. Tren peningkatan populasi ini pun nampaknya akan terus berlanjut. Dampak keberlangsungan peradaban manusia pun sangat besar kepada Bumi.
Konon Bumi sudah memasuki era baru; Anthropocene atau Antroposen(1).  Karena “aktivitas manusia sudah berkembang menjadi kekuatan geologis tersendiri” melalui “perubahan guna lahan, deforestasi dan pembakaran bahan fosil” yang dimulai dua abad yang lalu bertepatan dengan James 

Watt menemukan "mesin uap pada 1784”(2).  Begitulah Paul Crutzen, pemenang Nobel Prize in Chemistry 1995, menuliskan makna istilah tersebut.
Dua material hasil produksi manusia yang sangat mudah ditemukan di permukaan bumi adalah beton dan plastik. Plastik merupakan material hasil turunan dari minyak bumi (crude oil). Sementara beton merupakan komposit dari agregat kerikil, pasir, dan semen. Semen sendiri terbuat dari batu kapur, silika, tanah liat dan pasir besi. Plastik berasal dari ekstraksi perut bumi. Sedangkan beton berasal dari ekstraksi batuan dan lapisan permukaan bumi. Produksi keduanya memindahkan dan memproses material-material planet Bumi menjadi dunia yang kita kenal kini.
Selain plastik dan beton, ada juga aluminium dan nitrogen serta fosfor dari pupuk pertanian. Inilah material-material yang secara hipotetis akan ditemukan oleh makhluk masa depan.Ketika mereka menggali sedimen peradaban manusia kini.

Konon manusia sudah memproduksi sekitar 50 milyar ton beton. Jumlah itu setara dengan menyebarkan 1 kg beton/m2 (3) di seluruh luas Bumi. Setengah dari jumlah beton tersebut diproduksi dalam 20 tahun terakhir. Sementara hasil produksi plastik global, yang dikembangkan di sekitar tahun 1900-an, kini diperkirakan mencapai 8,3 milyar ton (4).

Lapisan anthropocene: sampah plastik. 
(Sumber: Bo Elde, Flickr)

Selain indikator-indikator tersebut, ada beberapa indikator lain yang dipertimbangkan. Indikator yang beragam ini membuat Antroposen berbeda dari era-era geologi sebelumnya. Salah satunya adalah indikator tersebarnya elemen radioaktif karena teknologi manusia. Lalu ada indikator-indikator lain yang terkait produksi pangan. Bahkan sisa-sisa belulang dari perkembangbiakan ternak ayam global.

Manusia memang makin banyak mengonsumsi daging ayam. Konsumsi daging ayam Indonesia di tahun 2017 mencapai 6,4 kg/kapita/tahun, naik 1,5 kali lipat dari tahun 2007 (5). Angka tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dibandingkan negara berpopulasi besar lain, Amerika Serikat. Pada tahun 2016 konsumsi ayam Amerika Serikat mencapai 40 kg/kapita/tahun (6). Data menunjukkan bahwa produksi pangan dunia mengalami peningkatan. Dan seiring peningkatan tersebut, berbagai polemik muncul.

Diagram 1. Trend populasi dunia yang meningkat, diiringi konsumsi pupuk nitrogen yang meningkat sangat tajam. Produksi serealia dan daging turut meningkat.  Sementara guna lahan untuk pertanian dan pengairan meningkat relatif sedikit. (7)

Masalah pangan di era Antroposen atau Era Manusia sudah menjadi sebuah wacana. Majalah daring Smithsonian memiliki tag topik berjudul Food in the Anthropocene  atau Pangan di Era Antroposen(8). Foto-foto pengaruh manusia yang besar terhadap Bumi dapat juga dilihat di galeri yang diterbitkan oleh Guardian (9). Sementara Johan Rockström (Natural Resource Management, Stockholm University) di sebuah kelas daring mengungkapkan betapa produksi-konsumsi pangan adalah salah satu pendorong utama terjadinya pergantian era. (10)
[Manusia] sudah mengubah sekitar 50% permukaan tanah Bumi ke dalam beragam bentuk pertanian. Kita telah sampai pada titik di mana 70% sistem kelautan ditangkap secara berlebihan (overfished). Kita telah sampai pada titik pemanasan global 1,2o Celcius, yang bahkan di luar era Holocene; era terakhir yang kita telah masuki sejak zaman es terakhir. Dan pertanian adalah penyebab besar di balik perubahan ini. Produksi pangan adalah penggerak Antroposen. Dan kita berada di titik persimpangan kemanusiaan di Bumi ini. (11)
Produksi-konsumsi pangan kini masih merupakan penghasil rumah kaca terbesar dan pengguna air bersih terbesar. Produksi-konsumsi pangan juga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati di beragam tempat. Kegiatan manusia ini juga telah menyebabkan polusi nitrogen, fosfor, dan bahan kimia lainnya secara berlebihan pada badan-badan air.

Polemik Pangan Dunia

Malnutrisi
Banyak orang mengambil sudut pandang ‘kekurangan gizi’ versus ‘obesitas’. Kekurangan gizi dan obesitas sejatinya adalah isu malnutrisi. Malnutrisi adalah kelebihan, kekurangan, atau ketidakseimbangan energi dan nutrisi yang kita serap. Ketika kita kekurangan vitamin dan mineral. Atau ketika kita memiliki kadar kolesterol, lemak, gula, atau garam yang tinggi—atau rendah. Ketika anak-anak kita mengalami masalah pertumbuhan. Ketika kita sensitif terhadap penyakit karena kebutuhan kita tak tercukupi.

Secara umum, Global Hunger Indeks di negara berkembang telah menurun 29% sejak tahun 2000. Namun di luar indeks itu, sebenarnya kedaulatan dan akses terhadap pangan yang baik masih menjadi masalah. Menurut FAO, kerentanan pangan dan obesitas seringkali terjadi bersamaan di sebuah unit keluarga. Hal tersebut sekilas adalah sebuah ironi tersendiri. Hal tersebut terjadi karena sumber daya dan akses akan pangan sehat berkurang. Sehingga masyarakat memilih makanan yang padat kalori, mengenyangkan tetapi kurang sehat. (12)

Hal tersebut memicu masalah-masalah kesehatan, salah satunya obesitas. Statistik menunjukkan bahwa untuk setiap dua orang yang mengalami obesitas, terdapat satu orang kekurangan gizi. Lebih dari 2,1 milyar populasi dunia kini mengalami masalah obesitas/kelebihan berat badan. (13)

Kerusakan alam
Sumber dan akses terhadap pangan sehat dipengaruhi oleh banyak hal. Dari segi daya dukung ruang, perkotaan semakin berkembang besar. Banyak terjadi perubahan kepemilikan dan guna lahan. Selain lahan yang berkurang, akses terhadap lahan pertanian untuk memproduksi pangan berkurang pula. Basis material untuk masyarakat mengenal pertanian dan pangan pun berkurang. Budaya dan profesi bertani kini bukanlah pilihan utama bagi generasi muda.

Daya dukung alam pun semakin terdegradasi. Salah satu sumber masalah adalah produksi-konsumsi pangan manusia yang masih mengikuti model ekonomi yang linear. Eksploitasi sumber daya tak terbarukan masih dilakukan. Limbah organis yang dihasilkan tidak dikelola untuk diuraikan kembali dengan sempurna oleh alam.  Limbah sedari produksi, pemrosesan, pengemasan dan konsumsi menjadi masalah, terutama plastik dan limbah kimia lain. Proses produksi-konsumsi pangan arus utama masih tidak mengindahkan siklus alam yang sudah ada.

Proses produksi-konsumsi pangan dunia menekan siklus-siklus alam. Keberlangsungan siklus-siklus tersebut pun terpengaruh seiring waktu. Dan tentu dengan derajat yang tinggi, maka dari itu terjadilah perubahan era Antroposen.

UNEP (United Nations Environment Programme) menerbitkan laporan di tahun 2016 berjudul Food Systems and Natural Resources atau Sistem Pangan dan Sumber Daya Alam.(14)  Di dalam tabel berikut dijabarkan penggunaan sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan di rantai pangan. Terlihat bahwa rantai pangan bergantung pada sumber daya tidak terbarukan, baik dalam penanaman, produksi, pemrosesan, pemasakan, pengemasan dengan berbagai jenis kemasan termasuk plastik, hingga kebutuhan energi untuk penyimpanan dan penjualan.

Rantai pangan juga amat bergantung pada sumber daya terbarukan. Tetapi kita dapat menyimpulkan dari praktek arus utama bahwa pengelolaan manusia terhadap aspek ini pun bermasalah.

Fungsi-fungsi Sumber Daya Alam yang diperlukan untuk kegiatan rantai sistem pangan. Banyaknya titik menunjukkan perkiraan relatif penggunaan. Disadur dari laporan UNEP (2016). (15)
Hubungan antara penggunaan sumber daya dan dampak lingkungan di sistem produksi pangan. EGS merupakan singkatan dari Ecological Goods and Services (Barang dan Jasa Ekosistem), yang merujuk pada material dari alam dan layanan dari infrastruktur atau siklus alam. Disadur dari laporan UNEP (2016). (16)
Di dalam laporan yang sama, sebuah diagram sistem menjabarkan hubungan antara penggunaan kedua jenis sumber daya alam tersebut dan dampak terhadap aspek-aspek alam. Sistem pangan sesungguhnya membentuk siklus tertutup di mana dampak yang dihasilkan mempengaruhi fungsi-fungsi alam kembali. Fungsi-fungsi alam tersebut kemudian kita intervensi lagi untuk menghasilkan pangan. Lalu dampak pun terjadi kembali, dan seterusnya.

Kebun Kail berkaitan erat  infrastruktur alam; siklus air, udara, kualitas tanah, keanekaragaman hayati, dll. (Dok Kail)
Semakin tinggi tekanan dampak ke alam, kualitas fungsi alam menurun. Lalu hasil pangan kita akan menurun juga, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Ketika kita masih bertahan dengan cara-cara yang masih memberikan tekanan dampak ke alam, maka kualitas fungsi alam akan terus menurun. Begitulah sistem pangan bergantung pada alam dan mempengaruhi alam. Di dalam Cara Berpikir Sistem (System Thinking), siklus sistem yang semakin menurun/menaik disebut juga reinforcing loop.

Sampah makanan
Sistem pangan, yang beroperasi dengan fungsi alam, menghasilkan limbah atau material sisa produksi-konsumsi. Kita tidak dapat memungkiri bahwa material tersebut masih berada di alam. Dan  material-material hasil sisa produksi-konsumsi mempengaruhi fungsi alam.

Telah diajukan di awal tulisan bahwa salah satu indikator Antroposen adalah masifnya material plastik dan aluminium dari hasil kegiatan manusia. Ada juga material fosfor, kalium, dan nitrogen. Material-material tersebut banyak sekali digunakan di sistem pangan, sedari penanaman, produksi, pengemasan dan penjualan. Dapat kita ketahui juga dari diagram sistem di atas bahwa plastik dapat memberikan kontaminasi terhadap alam. Begitu juga material lainnya jika hadir dalam kadar yang mengganggu keseimbangan.

Dari aktivitas produksi-konsumsi, dihasilkanlah sisa material-material organis seperti sisa makanan, sisa material dari proses produksi dan pengolahan, material yang hilang atau terbuang saat proses transportasi dan penjualan, lalu material yang terbuang dari pola makan manusia. Material tersebut yang seringkali diberi istilah food waste atau di dalam tulisan ini akan disebut sampah makanan. Di negara berkembang, sampah makanan banyak terbuang dari sejak proses produksi hingga penjualan. Sedangkan di negara maju, sampah makanan banyak muncul dari perilaku pola makan manusia/konsumen.


Sampah makanan, New York, Amerika Serikat. Amerika Serikat menghasilkan 277 kg sampah makanan per kapita. (Wikimedia Commons)
Dalam sebuah penelitian, Indonesia menghasilkan sampah makanan paling banyak per kapita kedua dari 24 negara dunia yang diteliti. Secara berurutan keempat negara terbesar adalah: Arab Saudi, Indonesia, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab. Indonesia menghasilkan 300 kg sampah makanan per kapita. (17)

Sampah makanan, di Indonesia maupun secara global, masih lebih banyak terbuang ke TPA atau landfill. Sampah makanan tercampur dengan material lainnya yang dibuang oleh manusia ke sistem persampahan. Kita menghabiskan sangat banyak sumber daya tidak terbarukan, seperti bensin dan solar, untuk memindahkan sampah tercampur tersebut ke TPA.

Apa yang bisa kita mulai?
Rangkaian masalah ini penting untuk dipecahkan jika kita memiliki impian akan sistem pangan yang baik bagi semua. Baik dan mencukupi bagi manusia dan baik bagi alam. Sebuah sistem pangan yang tidak membebani alam dengan dampak yang merugikan. Karena untuk memproduksi pangan, kita akan bergantung pada material-material dari alam dan siklus-siklus atau layanan dari infrastruktur alam.

Penting bagi kita untuk memikirkan ulang permasalahan di atas dengan lebih holistik. Memandang sistem pangan bukanlah sebagai rangkaian linear dari produsen ke konsumen. Namun sebagai sebuah sistem kompleks pangan. Lalu mengkaji ulang pilihan-pilihan teknologi dan cara hidup kita baik sebagai individu maupun kelompok.

Secara mendasar, paradigma manusia terhadap alam mempengaruhi pilihan-pilihan dan perilaku kita. Paradigma tersebut berangkat dari memori, pengetahuan dan perasaan kita akan alam. Hal ini penting untuk kita pikirkan ulang atau kita dekonstruksi.

Kita dapat memperkaya pengetahuan sebagai umat manusia akan pangan dan ekologi. Lalu menelisik lagi perasaan kita terhadap alam itu sendiri. Apakah kita sudah mengenal alam? Apakah kita sudah memiliki kesadaran akan kebergantungan kita terhadap alam? Apakah kita berempati dengan semua ciptaan di alam?

Dengan bekal paradigma yang mulai kita pikirkan ulang, barulah kita dapat mengambil posisi. Barulah kita memilih dengan lebih sadar. Barulah kita dapat mulai memikirkan hal-hal kreatif dalam memenuhi kebutuhan pangan kita dan membantu perbaikan sistem pangan.

Menara cacing di Kebun Kail merupakan sarana untuk menguraikan sisa makanan. (Dok Kail)
Ada pilihan yang memang bisa kita lakukan di ranah pribadi atau keluarga. Namun ada juga batasan-batasan di kondisi global saat ini. Maka dalam memecahkan rangkaian kompleks masalah, memang dibutuhkan upaya bersama.

Kita dapat menilik lagi tabel dan diagram di atas. Siapa saja aktor yang berperan di tiap elemen aktivitas sistem pangan? Mulai dari produsen seperti petani dan peternak, siapa saja yang mengolah hasilnya, semua yang mengonsumsi pangan, siapa yang menguraikan limbah. Berapa banyak sumber daya yang terbarukan digunakan dan bagaimana menjaganya? Bagaimana membentuk hubungan baru yang mentransformasi sistem yang linear agar berkontribusi kembali kepada alam?

Dan pilihan tersebut bisa mulai dari hal yang sangat dekat dan sederhana, seperti tidak menyia-nyiakan makanan dan mencari cara mencegah sampah makanan kita sampai ke TPA. Bagaimana kita dapat mengakses layanan penguraian material organis? Mungkinkah kita memiliki akses terhadap hasil pangan lokal yang tidak ditransportasikan dari jauh?

Sedangkan untuk pilihan-pilihan dalam skala yang lebih besar, tentu kita harus bergerak bersama. Dengan melihat posisi kita di sistem pangan dan apa keahlian kita, baik sebagai individu maupun kelompok. Apa saja yang dapat kita lakukan? Dan apa saja yang bisa dikolaborasikan dengan orang ataupun kelompok lain? Tentu sebelumnya dengan menilik lagi sistem pangan di Era Manusia kini dan paradigma kita.

Ketika kita semua ada di persimpangan jalan, jalan apa yang akan kita ambil? Apakah kita bisa meniti sebuah jalan yang baru?

***


Daftar Pustaka :

1. Era baru setelah 12.000 tahun Holocene. Pengaruh manusia mengubah planet bumi sangatlah besar. Salah satu indikatornya adalah betonisasi dan polusi plastic. The Anthropocene epoch: scientists declare dawn of human-influenced age https://www.theguardian.com/environment/2016/aug/29/declare-anthropocene-epoch-experts-urge-geological-congress-human-impact-earth Diakses 31 Maret 2018.
2. Crutzen P.J. (2006) The “Anthropocene”. In: Ehlers E., Krafft T. (eds) Earth System Science in the Anthropocene. Springer, Berlin, Heidelberg. https://link.springer.com/chapter/10.1007/3-540-26590-2_3 Diakses 31 Maret 2018.
4. Production, use, and fate of all plastics ever made http://advances.sciencemag.org/content/3/7/e1700782 Diakses  31 Maret 2018.
5. Atau atau 0.124 kg/kapita/minggu, data Badan Pusat Statistik 2017. https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/08/950/rata-rata-konsumsi-per-kapita-seminggu-beberapa-macam-bahan-makanan-penting-2007-2016.html Diakses  3 April 2018.
10. Food systems in the Anthropocene https://www.futurelearn.com/courses/food-systems-southeast-asia/1/steps/107823 Diakses  3 April 2018.
11. Ibid.
12. FAO, IFAD, UNICEF, WFP and WHO. 2017. The State of Food Security and Nutrition in the World 2017. Building resilience for peace and food security. Rome, FAO. http://www.fao.org/3/a-I7695e.pdf Diakses  3 April 2018.
13. The obesity crisis. https://www.mckinsey.com/mgi/overview/in-the-news/the-obesity-crisis Diakses  3 April 2018.
14. UNEP (2016) Food Systems and Natural Resources. A Report of the Working Group on Food Systems of the International Resource Panel. Westhoek, H, Ingram J., Van Berkum, S., Özay, L., and Hajer M. www.resourcepanel.org/file/395/download?token=JqcqyisH Diakses  3 April 2018.
15. Ibid
16. Ibid
17. Food Sustainability Index: Food Loss and Waste. http://foodsustainability.eiu.com/food-loss-and-waste/ Diakses  5 April 2018.






No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...