Oleh: Rensti Raharti
Salah satu tren gaya hidup yg dipilih banyak
orang saat ini adalah Zero Waste life style. Kesadaran hidup minim
sampah menurut saya sangat perlu dilakukan saat ini. Banyak isu yang menaruh
perhatian pada masalah sampah yang sudah mengancam keberlangsungan hidup
manusia dan mahluk hidup lain. Sayangnya, masih ada yang melakukan sebatas
mengikuti tren tanpa kesadaran untuk mencapai dampak yang lebih luas. Misalnya,
membeli barang baru untuk mendukung aktivitas zero waste-nya ketimbang
menggunakan apa yang tersedia, menjadi tidak sejalan dengan semangat zero
waste jika pada akhirnya menimbulkan barang lain yang tidak dapat
digunakan.
Cara hidup yang minim menghasilkan sampah sebenarnya
dimulai dari saya kecil dari kebiasaan yang ditanamkan oleh orangtua. Sedari
kecil saya hidup di kota kecil di pulau ujung timur Indonesia. Keterbatasan
akses dan juga gaya hidup, membantu kami untuk mengutamakan sumber dan bahan
yang tersedia. Saya juga sudah dikenalkan dengan sistem pengelolaan sampah,
walau sebatas organik dan anorganik saja.
Saya tidak mengenal jajan karena tidak tersedia pedagang makanan jadi. Sekolah dan rumah yang jaraknya sangat dekat, membuat saya punya waktu untuk pulang makan siang. Orangtua saya bekerja dan disediakan fasilitas mess yang lengkap menyajikan makanan selama 24 jam. Jika kami bosan makanan rumah dan ingin menu yang berbeda, kami akan menikmati santapan di mess. Alternatif lain adalah bertukar makanan dengan keluarga lain yang berasal dari daerah lain. Selain makanan, kami juga sering bertukar barang (pakaian dan buku). Setiap keluar rumah, selalu tersedia botol minum dan minimal sekotak penganan ringan di dalam tas, bahkan saat bepergian keluar kota sekalipun.
Seiring perkembangan dan tuntutan kehidupan,
juga karena kami pindah ke Ibukota, gaya hidup pun turut berubah. Saya menyesuaikan
diri dengan ritme kota modern yang serba cepat, penuh persaingan, tergesa, individualis,
dan praktis. Seakan hampir tanpa ruang untuk memberi kebaikan dan selaras
dengan alam.
Berpindah kota beberapa kali, mengalami banyak
pengalaman dan situasi yang berbeda-beda, kami (saya dan suami) mulai tersadar
akan pentingnya menjalani hidup yang lebih selaras dengan lingkungan alam. Kami
sadar dan merasa perlu mengubah cara hidup kami untuk memberi kesempatan kepada
anak kami melihat bahwa di dunia ini banyak hal baik dan bisa berdampak baik. Kami
sendiri yang bertanggungjawab atas pilihan dan tindakan diri sendiri.
Kekhawatiran juga muncul dengan deraan informasi
tentang masalah yang banyak terj
adi dalam berkehidupan di masyarakat secara
umum dan permasalahan lingkungan hidup secara khusus. Kami melihat bahwa dunia dan
perubahan di atasnya bisa membawa dampak negatif bagi anak. Namun sadar bahwa
tindakan kita sebagai manusia bisa membawa perubahan ke arah yang baik, maka
kami berani berangkat dari situ.
Sebagai orangtua, kami berusaha memberi
teladan dengan segenap kepala, hati, dan tangan kami dengan konsisten melaksanakan
apa yang kami yakini baik yang akan berdampak baik juga adanya. Kami membuat
rencana, memperhitungkan dampak, dan merepotkan diri sedikit dengan persiapan
sebelum berkegiatan. Harapan kami kebiasaan sederhana dengan dampak luas akan
tertanam dalam diri anak.
Setiap aspek kegiatan sehari-hari bukan tanpa risiko
sampah. Kami berusaha merencanakan setiap kegiatan sambil juga belajar menahan
diri. Tantangan besar dari hidup minim sampah adalah pola konsumsi instan dan
praktis yang sudah menjadi bagian dari perkembangan diri dan kemudian terasa
sebagai kebutuhan. Kita semua tahu, seiring perkembangan industri, penyumbang
sampah terbanyak saat ini adalah kemasan praktis terutama yang terbuat dari
plastik karena tidak bisa diurai alam secara langsung. Sebenarnya kemasan
tersebut banyak yang dapat digunakan kembali atau didaur ulang. Tetapi banyak
pula yang hanya sekali pakai dan berakhir menjadi sampah.
Ada beberapa cara yang kami coba lakukan untuk
menuju minim sampah dalam kegiatan kami sehari-hari.
1. Menyusun menu makanan selama 1-2 minggu ke depan
Menu makan sehari-hari direncanakan dan diusahakan
memasak
sendiri. Belanja bahan disusun dan diatur supaya tidak ada yang mubazir karena
disimpan lebih lama dari daya tahan bahan itu sendiri. Membawa wadah dan
kantung sendiri asat belanja di pasar tradisional maupun supermarket. Kami sering
mendapati pedagang di pasar berujar senang jika pembeli tidak menggunakan
plastik yang mereka sediakan karena itu berarti juga menghemat pengeluaran belanja
plastik mereka. Wadah juga membantu kami mengorganisir penyimpanan nantinya di
rumah sehingga turut menghemat waktu.
Saat memilih jajan, kami juga belajar menahan diri untuk tidak impulsif dan lebih merencanakan jajan kami (kecuali pada saat darurat). Sedapat mungkin kami rencanakan apakah akan makan di tempat atau membawa pulang. Selain alat makan pakai ulang, di tas tersedia setidaknya 1-2 wadah kecil untuk membungkus makanan yang tidak habis atau saat keinginan jajan impulsif mendera.
Selain itu berusaha mandiri pangan dengan menanam tanaman sayur dan buah juga turut berdampak baik. Melakukan pengawetan daging, sayur, dan buah dengan cara sederhana skala rumahan. Seperti menggunakan metoda pengasapan, pengasinan/pemanisan/pengasaman, membuat makanan instan untuk stok pribadi (contoh: nugget, sosis, fruit jam dan jelly), dll. Sebagai konsumsi pribadi tentu akan lebih ekonomis dan sehat.
Keju cheddar buatan sendiri |
2. Memilah sampah.
Memilah barang dan sampah sebenarnya tampak sepele,
tapi dampaknya besar jika paling tidak di ranah rumahtangga sudah bisa
melakukannya. Tumpukan sampah di TPA bisa berkurang drastis. Kami sudah berusaha
melakukan sejak 3 tahun belakangan. Memilah sederhana semampu kami dengan memisahkan
dan mengelola sampah anorganik (plastik, kertas, kaca, kaleng), dan organik. Sampah
anorganik dibedakan berdasarkan jenisnya; yang masih bisa digunakan/diolah
kembali, dan tidak bisa. Sedapat mungkin dibersihkan dan diatur/dikemas
sedemikian rupa untuk mengurangi volume. Kemasan plastik dicuci bersih lalu
ditiriskan, untuk menghilangkan bau dan risiko munculnya serangga atau
binatang. Botol plastik dicuci dan ditiriskan, ditipiskan/digepengkan, lalu dikumpulkan
dalam satu wadah. Demikian juga sampah kertas, kemasan kotak dibuka dan
diratakan untuk memudahkan disusun. Sampah organik dimasukkan dalam komposter
sederhana atau dikubur dalam tanah.
Sedikit butuh usaha menjelaskan pada tamu yang berkunjung, karena kami perlu tetap konsisten tapi tanpa membuat tamu merasa digurui atau tersinggung. Tentu juga sambil berharap mereka tergerak melakukan hal yang sama. Dalam kondisi bepergian, kami kumpulkan sampah dan simpan di tas jika tidak menemukan tempat sampah. Alternatif pengelolaan sampah anorganik bisa bekerjasama dengan pemulung dan juga bank sampah yang sudah banyak bertumbuh sekarang ini. Atau bisa juga bekerjasama dengan komunitas perajin yang membuat aneka kerajinan dari plastik bekas pakai.
3. Membuat sendiri beberapa kebutuhan yang disesuaikan dengan kemampuan.
Kebutuhan sehari-hari yang dapat dibuat sendiri antara lain bahan pembersih. Kebutuhan pembersih beragam varian dan jumlahnya tergantung tujuan pemakaian. Banyak pembersih yang mengandung komposisi tidak ramah lingkungan. Jika memungkinkan, kita bisa membuat sendiri sabun (mandi maupun pencuci) dan sampo, juga pembersih serbaguna dari eco-enzyme yg terbuat dari sisa bahan organik dapur. Mudah dan ekonomis.
Atau membeli dari bulk store dengan membawa kemasan sendiri. Di Indonesia keberadaan toko seperti ini belum banyak tersedia, masih terbatas di kota besar.
Sabun kopi buatan sendiri |
Di
samping memilah sampah, barang di rumah juga dipilah untuk dimanfaatkan
kembali. Wadah sampah bisa menggunakan kotak kemasan atau kardus besar. Hal
lainnya yang bisa dilakukan adalah vermak pakaian (repurpose) menjadi
pakaian anak, tas, selimut, keset, atau alat kebersihan. Ide-ide untuk
memanfaatkan kembali barang sudah banyak beredar dan mudah sekali diakses di
internet. Memberikan barang layak pakai yang sudah amat jarang digunakan kepada
orang lain yang membutuhkan, menyelenggarakan garage sale, atau bertukar
barang dengan teman dekat bisa ditempuh untuk memperpanjang usia penggunaan barang.
Sabun serbaguna dari minyak jelantah |
4. Hemat energi dan cermat
memanfaatkan alat elektronik di rumah.
Jika hendak membeli, pilihan alat elektronik yg hemat energi dan berkapasitas daya listrik rendah sudah banyak tersedia di pasaran. Namun jika sudah terlanjur memiliki, perlu bijak menggunakan sesuai dengam kapasitasnya, juga mematikan dan melepas sambungan listriknya saat tidak digunakan. Alat elektronik yang tetap tersambung meskipun tidak digunakan akan mengkonsumsi daya listrik walau dalam jumlah yang sangat kecil. Selain itu, juga menjaga alat dari kerusakan dan meminimalisir risiko korsleting. Melakukan perawatan rutin juga memperpanjang usia alat serta memperkecil risiko. Mengusahakan peralihan dari tergantung pada daya listrik yang tersedia dengan daya listrik yang dapat diusahakan sendiri. Seperti menggunakan alat elektronik bersumberdaya energi sinar matahari dari yang kapasitas kecil seperti lampu taman atau lampu meja.
Menjalani gaya hidup minim sampah adalah cara
hidup dengan penuh kesadaran untuk mengurangi dampak yg salah satunya berupa
sampah. Tidak perlu dilakukan di titik extreme sampai tidak menggunakan
plastik sekali pakai atau tidak menghasilkan sampah sama sekali, atau
mengusahakan semua serba dibuat sendiri. Tapi menyesuaikan dengan sebisa yang kita
mampu. Penting memiliki kesadaran bahwa ada dampak dari tindakan kita. Berkegiatan
dengan keluarga dan teman yang memiliki kesadaran yang sama tentu akan
mendukung pilihan gaya hidup kita. Kita bisa saling berbagi saran dan
pengalaman terkait hidup minim sampah.
Secara umum cara yang kami lakukan sehari-hari masih dianggap aneh oleh banyak orang. Saat membeli makanan jadi misalnya, kami terbiasa langsung menyodorkan kotak makanan karena sudah dipersiapkan. Sering ada yang bertanya, kenapa kami merepotkan diri menyiapkan begitu banyak alat sementara sudah disediakan pihak penjual. Tentunya kami dengan senang hati akan menjelaskan alasan kami. Semoga bisa menggerakkan keinginan di dalam diri orang lain yang mendengarkan.
Dalam kegiatan luar rumah seperti di sekolah dan komunitas, seringkali masih menuntut kepraktisan dan kemudahan. Kegiatan berkumpul rutin yang disertai sajian penganan dan minuman, ringan maupun besar. Masih menggunakan kemasan pembungkus makanan, wadah dan alat makan dan minum sekali pakai, dan sisa makanan yang berpotensi sampah. Penyajian makanan dan minuman juga tetap diusahakan tanpa menggunakan bahan non organik yang sekali pakai. Sebagai peserta, selalu berusaha ingat untuk membawa satu set alat makan dan minum sederhana. Sebagai pihak penyelenggara pun juga perlu berusaha dan sadar untuk turut mengurangi potensi sampah dari sajian.
Hidup minim sampah harus bisa dilakukan dalam berbagai situasi. Kami sering melakukan perjalanan keluar kota dengan menggunakan moda transportasi massal. Mengatur jam kepergian sedapat mungkin disesuaikan dengan jam makan dan tidur. Di dalam tas selalu tersedia alat makan dan minum sederhana, ditambah kantung untuk menampung sampah sementara. Botol minum dengan kapasitas besar tentu lebih praktis. Di berbagai lokasi bandar udara sudah menyediakan stasiun pengisian ulang air minum. Kalaupun ingin membeli minuman, bisa juga membeli air minum kemasan botol kaca yg isinya dipindahkan ke botol kami.
Memiliki kesadaran memilih cara hidup ramah
lingkungan dengan berusaha minim sampah adalah tujuan yang baik dan mulia. Namun
tentunya perlu memahami kapasitas diri masing-masing. Tips yang saya bagikan
dalam tulisan ini adalah hasil pembelajaran diri dan melalui berbagai proses selama
bertahun-tahun. Bukan proses yang mudah dan kami pun masih akan terus belajar
untuk menyesuaikan dengan kondisi yang juga terus berubah.
Menurut pengamatan saya, ada kaitan erat antara hidup minim sampah dengan berdaulat sumber daya. Daya upaya untuk hidup sehat dan tetap minim sampah bisa dimulai dari memilih sumber pangan sehat yang mudah kita temui dengan harga terjangkau, atau bisa kita usahakan sendiri misalnya dengan bertanam sederhana di rumah. Kita bisa bergantung pada kearifan lokal mengenai sumber daya dan komunitas dalam masyarakat untuk saling berbagi. Salah satu contohnya, beberapa tahun belakangan ada tren menggunakan garam himalaya yang dipercaya memiliki lebih banyak manfaat. Proses mendapatkannya membuat harganya menjadi mahal. Belum lagi transportasi yang membawanya ke Indonesia, selain memakan biaya, juga mungkin menimbulkan jejak karbon yang tinggi. Sementara, petani garam lokal banyak tersebar di sepanjang garis pantai di Indonesia tentu dengan harga yang lebih terjangkau. Apakah benar, sebegitu jauhnya perbedaan manfaat garam Himalaya dengan garam lokal, sehingga kita harus memilih menggunakan garam impor tersebut? Sudahkah pilihan itu diteliti dan ditimbang dengan baik? Padahal, dengan memilih memilih garam lokal, selain ekonomis, juga turut mendukung kedaulatan garam. Ada banyak hal yang bisa kita pertimbangkan di samping persoalan konsumsi.
Mungkin saja masih banyak sumber daya di sekitar kita yang perlu dieksplorasi untuk mendukung gaya hidup minim sampah. Kita bisa mulai dengan menggunakan apa yang ada di sekitarmu dari rumah kita sendiri. Selamat menentukan pilihan!
Terima kasih utk tulisannya. Sangat menginspirasi. Mulai dari diri sendiri, lingkungan rumah, kantor dan sekolah. Tentunya akan ada benih kebaikan yg akan menebar ke lingkungan yg lebih besar.
ReplyDelete�� salam cinta
ReplyDeleteDari yik yg keren comel dan baik hati ��
Terima kasih tulisannya. Mengalir dan inspiratif. Salam kenal, Levi
ReplyDeleteYuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny