Oleh:
Navita Kristi Astuti
Belum lama ini,
kita merasakan pemadaman listrik di sebagian pulau Jawa, termasuk Banten, DKI
Jakarta dan Jawa Barat. Yang terjadi selama pemadaman tersebut, dalam aktivitas
rumah tangga, orang-orang menjadi terbatas aktivitasnya, misalnya, tidak dapat
menanak nasi menggunakan penanak
nasi yang bertenaga listrik. Kebutuhan air pun tersendat, karena sebagian
besar menggunakan pompa air untuk mengalirkan air dari saluran pipa air ke
dalam rumah. Beberapa orang yang menggunakan kompor listrik tidak dapat
melakukan aktivitas memasak. Untuk memesan makanan via ojek online, tidak bisa, karena sinyal HP mengalami gangguan akibat pemadaman listrik, atau ponsel sudah terlanjur kehabisan daya,
tidak bisa mengisi daya karena pemadaman listrik. Betapa besar ketergantungan
manusia pada listrik!
Ketergantungan
yang cukup besar kepada suatu benda, seringkali membuat kita mati kutu, ketika
benda tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pada paragraf di atas
contoh yang disebutkan sebagai sumber ketergantungan adalah listrik, maka
sebetulnya ada lebih banyak hal di dunia ini yang menimbulkan ketergantungan.
Seperti ketergantungan seseorang pada produk makanan, pakaian atau gadget tertentu. Ketergantungan tersebut
seringkali menutupi kesadaran bahwa sesungguhnya kita punya kemampuan untuk memilih. Memilih apa? Memilih untuk hidup lebih
berkualitas sesuai dengan kemauan kita, lebih bahagia, lebih sehat dan selaras
dengan alam.
Mungkin
saja, manusia di zaman ini memang tidak 100% dapat menghasilkan produk-produk
kebutuhan hidupnya sendiri. Berbagai kondisi, misalnya, sumberdaya, waktu
dan tenaga, membuat manusia mengalami kesalingtergantungan dengan pihak lain untuk mendapatkan produk-produk kebutuhan hidupnya. Namun sejauh mana
kesalingtergantungan
ini, antara sesama manusia
maupun hubungan antara manusia dan alam memberikan manfaat bagi kedua belah
pihak? Sejauh mana hubungan saling membutuhkan itu justru saling mengisi, bukan
mengeksploitasi salah satu di antaranya? Apakah benar, dengan menyadari dan membuka
peluang untuk memilih pola dan gaya hidup,
kita justru memiliki kualitas hidup yang tinggi dan tetap menjaga
harmonisasi kita dengan alam?
Rumah KAIL dan Material Pendukungnya
Sejak Rumah KAIL dibangun tahun 2013, hingga saat ini di Kampung Cigarukgak, KAIL mengutamakan langkah-langkah yang mendukung
kepada kemandirian. Sejak
awal, kemandirian tersebut tercermin dalam proses memilih dan menentukan rancangan
bangunan dan pemilihan material untuk bangunan. Rumah KAIL dibangun dengan
menggunakan bahan bekas. Hingga
saat Rumah KAIL sudah berdiri, KAIL berupaya mandiri dengan memilih material pendukung yang digunakan saat pelaksanaan kegiatan-kegiatan di Rumah
KAIL. Misalnya,
menggunakan perabot makan yang dapat dicuci dan dipakai ulang daripada perabot
makan yang sekali pakai. Menggunakan kertas bekas print yang bagian belakangnya masih kosong untuk menulis saat
pelatihan, dibandingkan menggunakan kertas baru. Membuat meja dan kursi yang
berasal dari kayu bekas layak pakai sehingga jika rusak di kemudian hari,
sampahnya tidak membebani bumi.
Seluk beluk
mengenai pembangunan dan perawatan Rumah KAIL dapat dilihat pada artikel ini: http://proaktif-online.blogspot.com/2018/08/tips-rumah-dari-bahan-bekas_19.html dan http://proaktif-online.blogspot.com/2018/08/rumah-kail-seluk-beluk-perawatan-rumah_19.html.
Berbagai upaya telah dilakukan KAIL dalam mewujudkan kemandirian hidup yang selaras dengan alam di Rumah KAIL maupun lingkungan sekitar. Ada kalanya upaya tersebut membawa hasil yang
memuaskan. Namun ada kalanya meski usaha telah dikerahkan, namun belum membawa hasil yang diharapkan hingga saat ini. Itu artinya, proses pembelajaran masih belum
selesai.
Tantangan Pola Hidup di Masyarakat Sekitar Rumah KAIL
Rumah KAIL
menjunjung nilai praktek hidup yang selaras dengan alam. Dalam kegiatan sehari-hari, Rumah KAIL
mengupayakan penggunaan produk-produk alami, dan sebisa mungkin menghindari
terbuangnya sampah, terutama sampah anorganik (sampah yang tak dapat diurai) ke tanah. Materi yang bersifat organis, seperti sisa-sisa makanan dijadikan kompos
atau ditimbun di dalam tanah sebagai sumber makanan biota tanah.
Masyarakat di
sekitar Rumah KAIL belum memiliki sistem pembuangan sampah yang terorganisir. Sehingga, banyak rumah tangga di lingkungan
sekitar Rumah KAIL mengambil
jalan pintas untuk
meniadakan sampah yaitu dengan membakarnya. Namun demikian, pembakaran sampah menimbulkan dampak yang buruk.
Selain asapnya menyebabkan
polusi udara, unsur hara pada tanah yang digunakan sebagai
tempat membakar sampah akan hilang. Apabila ada material plastik yang turut dibakar, maka asap pembakarannya
menghasilkan racun yang dapat memicu penyakit bagi manusia yang menghirupnya. Kebiasaan
membakar sampah di
sekitar Rumah KAIL menjadi
tantangan bagi KAIL untuk mengedukasi masyarakat sekitar tentang bagaimana pengelolaan sampah yang
lebih selaras dengan alam.
Lahan pembakaran sampah rumah tangga di dekat Rumah KAIL |
Sementara
itu, KAIL selalu meminta semua pengunjung Rumah
KAIL, baik itu peserta
pelatihan, staf dan relawan KAIL, maupun tamu untuk membawa kembali sampah anorganik yang mereka bawa ke Rumah
KAIL.Di Rumah KAIL sengaja tidak disediakan fasilitas kotak sampah
anorganik. Aturan ini mengedukasi pengunjung agar sebisa
mungkin tidak membawa makanan dan minuman yang berkemasan
plastik ke Rumah KAIL. Jika KAIL perlu memesan makanan ringan untuk konsumsi kegiatan, KAIL
memilih jenis makanan yang tidak berkemasan plastik. Jika makanan tersebut
adalah makanan yang berbungkus, KAIL akan memilih kue dengan bungkus daun
pisang, misalnya nagasari atau lemper. Ketika akan membeli makanan, KAIL
membawa kotak makan untuk wadah kue-kue
tersebut. Ketika memesan makanan, KAIL akan menitipkan kotak makanan terlebih
dahulu kepada si penjual, agar mengurangi plastik atau kresek pembungkus. KAIL
juga mengupayakan untuk memesan makanan di tetangga sekitar Rumah KAIL. Selain
berguna untuk menjalin silaturahmi, pemesanan makanan di tetangga sekitar Rumah
KAIL juga bertujuan agar sisa material organis yang mungkin digunakan sebagai
bahan makanan dibuang masih di sekitar Rumah KAIL, sehingga mendukung meluasnya area tanah subur di sekitar Rumah
KAIL. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk mengurangi jejak karbon yang mungkin
ditimbulkan jika memesan makanan dari tempat yang jauh. Jadi, untuk satu aksi yang dipilih dengan
mandiri, ada banyak tujuan yang disasar. Tentu saja, dengan membiasakan tidak
memilih makanan dan minuman berkemasan, kita juga berlatih untuk membebaskan diri
dari bentuk ketergantungan terhadap makanan dan minuman berkemasan anorganik.
Pilihan Makanan yang Lokal dan Sehat
Dalam memenuhi kebutuhan pangan, baik untuk operasional sehari-hari maupun
kegiatan pelatihan, Rumah
KAIL pun berupaya mandiri dengan penyediaan pangan dari kebun sendiri. Ada berbagai tanaman di Kebun KAIL
yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, walaupun belum 100%.
Kebun tersebut dijalankan
dengan prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan, yaitu menggunakan material
organis yang berasal dari kebun itu sendiri, maupun hasil olahan biodigester untuk menjaga kesuburan tanah. Proses-proses
kemandirian Rumah KAIL dalam pemenuhan kebutuhan pangan, dapat dilihat pada
artikel ini: http://proaktif-online.blogspot.com/2018/04/rumah-kail-kebun-pangan-di-rumah-kail_20.html .
Untuk
mengupayakan hidup yang lebih sehat, selain memperkenalkan makanan yang
berkemasan minim sampah, KAIL juga memilih untuk sebisa mungkin menyajikan
makanan dan minuman berjenis lokal yang enak dan sehat dalam kegiatan-kegiatan
di Rumah KAIL. Kue nagasari, kacang dan singkong rebus, rujak tahu, bubur
kacang hijau, buah-buahan, bandrek dan jamu adalah beberapa penganan ringan
yang sering muncul dalam kegiatan pelatihan di Rumah KAIL. Tumis daun
pseudo-ginseng dan perkedel talas merupakan hasil Kebun KAIL yang kerap menjadi
sajian lauk makan siang di Rumah KAIL. Sesekali, makanan-makanan ini masih
disajikan berdampingan dengan gorengan tahu isi dan cireng buatan tetangga
Rumah KAIL. Namun, sudah dapat dipastikan bahwa semua makanan-makanan ini
dibuat tanpa menggunakan MSG, pengawet dan pemanis/ pewarna buatan.
Perlu
dicatat, KAIL juga menularkan prinsip-prinsip hidup berkelanjutan dan selaras
dengan alam ini kepada anak-anak yang tinggal di sekitar Rumah KAIL. Dalam
kegiatan Hari Belajar Anak yang diselenggarakan setiap bulan, anak-anak diajak
untuk mengurangi jajanan berkemasan dengan mengenalkan snack sehat dan minim sampah. Cukup mengejutkan awalnya, ternyata snack kesukaan anak-anak adalah
buah-buahan. Jika disajikan buah potong seperti pepaya, pisang dan buah
naga, biasanya piring langsung licin
tandas, tak bersisa. Merupakan hal yang penting bagi KAIL bahwa anak-anak pun terpapar
dengan prinsip-prinsip hidup sehat dan selaras dengan alam, karena anak-anak
justru merupakan generasi yang akan meneruskan kehidupan hingga puluhan tahun
ke depan. Seperti apa pengalaman yang mereka terima saat ini, tentunya berperan
dalam pola hidup yang akan mereka jalankan saat dewasa nanti.
Mengolah sendiri kopi hasil kebun di Rumah KAIL |
Tantangan Alam di Sekitar Rumah KAIL
Halaman belakang
Rumah KAIL tepat bersisian dengan sebuah sungai kecil, yang merupakan bagian
dari sub-DAS (Daerah Aliran Sungai) Cikeruh, yang kemudian menyatu dengan
bagian DAS Citarum. Beberapa bagian dari tebing yang bersisian dengan sungai
telah terkikis sedikit demi sedikit akibat kikisan air sungai saat alirannya
deras. Pun tanah bagian atas pernah mengalami longsor agak banyak, disebabkan
tiadanya akar-akar pohon yang mengikat struktur tanah tersebut. Sementara di
tempat lain di sekitar Rumah
KAIL, staf KAIL pernah menyaksikan penebangan pohon untuk
pembangunan rumah yang lokasinya persis di tepi sungai. Praktek penebangan pohon untuk berbagai keperluan, tanpa tanggung jawab untuk menanami kembali masih terjadi di sekitar Rumah KAIL, padahal seperti yang dipaparkan sebelumnya, bahaya longsor mengintai. Menjadi tantangan bagi KAIL untuk menggugah kepedulian dan kesadaran
masyarakat tentang bahaya yang mungkin terjadi, bukan sekarang, tapi di
kemudian hari.
Sungai di halaman belakang Rumah KAIL |
KAIL
merancang kebun dengan prinsip berkelanjutan. Bagian terluar Kebun KAIL dirancang
dengan kondisi alam
menyerupai ekosistem hutan atau zona liar, di mana siklus alam
memegang peranan utama. Akar tanaman yang tumbuh
di zona liar Kebun KAIL, seperti pala, aren dan bambu saat ini menjadi penahan
laju air di tanah yang dapat mempercepat erosi dan longsor.
Tantangan lainnya
dalam perawatan kebun, antara lain tantangan kondisi tanah dan sumber daya
manusia dalam pengelolaan kebun. Jenis
tanah di Kebun KAIL sebenarnya merupakan jenis tanah lengket seperti tanah
liat. Setelah diolah dan dirawat, tanah di Kebun KAIL menjadi subur untuk
ditanami. Terutama di musim hujan, kebun KAIL menghasilkan panen cukup banyak dan beragam, sehingga hasil
tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di Rumah KAIL. Namun, di musim kemarau, sebagian
tanah menjadi kering dan pecah-pecah. Tidak terlalu banyak panenan yang dapat
dimanfaatkan dari Kebun KAIL.
Sistem di Rumah
KAIL sesungguhnya telah disiapkan untuk mandiri dalam perawatan kebun, yaitu
dibangunnya biodigester sebagai pengolahan kotoran sehingga menghasilkan
material organis yang dibutuhkan untuk kesuburan tanaman. Namun demikian,
biodigester belum berfungsi sepenuhnya, karena belum cukupnya jumlah kotoran yang dihasilkan dari WC atau toilet di Rumah KAIL yang dapat diolah oleh biodigester, sehingga penggunaannya belum maksimal.
Dalam perawatan
Rumah KAIL, KAIL menghadapi tantangan lainnya, yaitu dalam menghadapi rayap dan tikus. KAIL
mengupayakan untuk tidak menggunakan obat-obatan kimia untuk mengusir
hewan-hewan tersebut . Upaya yang pernah dilakukan adalah
menggunakan cairan tembakau untuk mengusir rayap.
Penutup
Upaya KAIL
untuk mewujudkan pilihan hidup berkualitas dan selaras dengan alam masih terus
dilakukan. Berbagai tantangan
masih dihadapi KAIL dan
belum semuanya dapat teratasi. Melalui praktek di Rumah KAIL, masing-masing anggota KAILpun tengah berproses dan belajar untuk mengembangkan kemandirian menentukan
pilihan-pilihan untuk mencapai hidup yang lebih berkualitas . Dan semoga,
nantinya, tidak hanya di KAIL saja hidup yang berkualitas tinggi dan selaras
alam dapat diwujudkan, namun juga dapat dicapai di lingkungan sekitar dan
menjangkau tempat-tempat yang lebih luas lagi.
No comments:
Post a Comment