Bagi para orang tua yang mamiliki bayi, tentu menyadari bahwa popok sekali pakai, yang dikenal dengan berbagai merek dagang, seperti pampers, huggies dsb, adalah salah satu pengeluaran yang dapat membuat orang tua bangkrut. Bayangkan, sehelai popok sekali pakai rata-rata dijual dengan harga antara Rp. 1500,- sampai Rp. 2500,-. Menurut iklan salah satu merek terkemuka, popok mereka dapat menyerap sampai 6 kali pipis, tetapi tentu saja hanya untuk satu kali buang air besar.
Artinya, untuk bayi yang baru lahir, yang pipis berkali-kali dan buang air besar berkali-kali akan dibutuhkan setidaknya 3-4 popok sekali pakai dalam sehari. Artinya orang tua harus mengeluarkan uang (ambillah harga termurah, Rp. 1500,-) sebesar Rp. 1500,- X 3 sampai 4 popok perhari X 30 hari per bulan, atau Rp. 135.000,- sampai Rp. 180.000,- per bulan. Bayangkan seorang aktivis LSM yang bergaji Rp. 1 juta sebulan (inipun sudah merupakan penghasilan yang besar untuk kebanyakan aktivis LSM di Indonesia) harus mengeluarkan 18% gajinya hanya untuk popok anaknya! Belum makanan, belum susu, belum biaya ke dokter anak yang tarifnya selangit kalau kebetulan anak kita sakit!
Apa sih kelebihannya popok sekali pakai ini, sehingga begitu populer? Pertama-tama, produsennya mengklaim bahwa adalah bukti cinta orang tua pada bayinya. Mengapa? Karena kalau bayi pipis, pipisnya tidak akan merembes ke mana-mana mengenai baju dan selimutnya sehingga tidurnya terganggu. Bayi akan tidur nyenyak dan dengan demikian akan lebih tumbuh sehat. Selain itu mereka juga mengklaim bahwa popok mereka lebih higienis. Bayi akan bebas bergerak waktu tidur dan bermain tanpa harus bocor. Kedua, lebih praktis untuk orang tua karena tidak perlu sering mengganti popok dan sering berurusan dengan kotoran bayi. Ketiga, ramah lingkungan karena akan lebih menghemat penggunaan air dan mengurangi penggunaan deterjen yang mencemari saluran air.
Lalu, bagaimana tanggapan para penentang penggunaan popok sekali pakai ini? Terkait dengan si bayi. Pertama-tama, material yang digunakan dapat menyebabkan iritasi pada kulit bayi yang sensitif. Kedua, akan menyebabkan bayi lebih lambat belajar menggunakan toilet karena terbiasa pipis di mana-mana tanpa resiko terkena basahan yang membuatnya tidak nyaman. Ketiga, popok ini mungkin juga tidak terlalu nyaman bagi bayi seperti yang diiklankan, karena meskipun tidak bocor, setelah ada pipisnya tentu popok sekali pakai ini akan menjadi lebih berat. Tentu tidak terlalu nyaman, kalau celana kita, meskipun kering permukaannya tetapi berat dan tebal karena di dalamnya penuh cairan. Kecuali kalau mau sering-sering diganti, dan berarti pengeluaran yang makin memeras kantung. Terkait dengan lingkungan, argumen yang diungkapkan produsen memang benar, tetapi mereka menyembunyikan fakta bahwa popok sekali pakai yang sudah dipakai pun merupakan limbah, dan lebih parah dari deterjen yang masih bisa diolah limbahnya jika di bawah ambang batas, limbah popok sekali pakai merupakan 1 dari sekian jenis limbah (10% dari total limbah) yang tidak dapat diuraikan. Artinya,begitu dibuang ia akan tetap tetap sebagai sampah selama-lamanya, atau setidaknya sampai sebuah teknologi baru untuk mengolah limbah ini ditemukan. Yang kedua, meskipun menghemat air karena tidak perlu dicuci, sumberdaya yang diguankan yang digunakan untuk membuat popok sekali pakai lebih banyak daripada popok yang dapat dipakai berulang kali. Jadi dari kedua sisi ini, popok sekali pakai sama sekali tidak ramah lingkungan.
Jadi satu-satunya klaim produsen yang bisa disetujui oleh para penentangnya adalah kepraktisan bagi orang tua. Hanya saja kepraktisan ini harus dibayar dengan biaya tinggi baik dari segi finansial, dampak lingkungan dan bagi si bayi. Kepraktisan ini memang memudahkan terutama, misalnya dalam perjalanan jauh. Tentu sulit untuk sering mengganti popok apalagi jika menggunakan kendaraan umum di mana tidak selalu tersedia fasilitas untuk mengganti popok dan air yang memadai. Kedua, saat mengikuti acara penting yang membutuhkan konsentrasi penuh untuk jangka waktu lama sehingga tidak sempat mengganti popok dan membersihkan kotoran-kotoran bayi. Ketiga, untuk tidur malam hari agar orang tua dapat tidur nyenyak dan beristirahat cukup tanpa gangguan tangisan bayi yang alas tidur dan bajunya basah.
Jika hal ini terjadi, dan pilihan menggunakan popok sekali pakai terpaksa diambil; mungkin setelahnya anda merasa bersalah dan bangkrut. Berikut ini adalah tips untuk mengurangi rasa bersalah anda dan mengurangi pengeluaran anda untuk popok sekali pakai sekaligus lebih ramah lingkungan dengan memperpanjang umur pakai popok sekali pakai.
1. Gunakan popok sekali pakai yang baru hanya untuk keperluan yang sangat mendesak, misalnya dalam perjalanan jauh, anak sakit diare sehingga sering buang air dan mengganggu tidurnya sementara ia butuh banyak istirahat dan malam hari untuk bayi kecil yang masih amat sering pipis (untuk bayi yang lebih besar dan mulai dapat mengatur pipisnya/lebih jarang, popok sekali pakai tidak perlu digunakan lagi).
2. Pilih popok sekali pakai dengan jahitan yang kuat dan perekat yang dapat digunakan lagi/tidak rusak dalam sekali pemakaian.
3. Gunakan popok sekali pakai berulang kali dengan cara:
a. Bersihkan popok sekali pakai yan sudah digunakan dengan cara membuang bagian popok sekali pakai yang menyerap cairan sehingga menjadi popok yang terdiri dari lapisan luar yang terbuat dari plastik dan lapisan dalam yang lebih lembut.
b. Cuci bersih popok sekali pakai ini dengan sabun dan jemur seperti pakaian bayi lainnya sampai kering pada kedua permukaannya.
c. Lapisi permukaan dalam popok sekali pakai yang sudah dicuci dengan lapisan kain yang cukup tebal dan menyerap air. Sebaiknya gunakan kain katun yang lembut dan menyerap air.
d. Popok sekali pakai siap untuk dipakai sekali lagi.
e. Untuk pemakaian selanjutnya, cucilah popok itu setelah kotor dan dapat digunakan lagi berulang kali sampai perekatnya rusak atau ada bagian popok yang putus.
Selamat mencoba!
No comments:
Post a Comment