[Pikir] Pengaruh Cara Berpikir: Salah Pilih, Salah Aksi

Banyak upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan persoalan lingkungan. Seringkali upaya tersebut tidak berhasil dan bahkan menimbulkan permsalahan baru yang lebih kompleks. Di luar efektivitas pelaksanaan aksi/program, fenomena ini juga seringkali terjadi akibat kesalahan cara pandang kita terhadap persoalan tersebut. Akibatnya pemahaman akan permasalahan menjadi tidak tepat dan berujung pada pilihan aksi yang kurang tepat pula. Tulisan ini menceritakan bagaimana kesalahan memilih cara berpikir berpengaruh terhadap kesalahan pilihan aksi strategis. Tulisan ini akan dilanjutkan dengan tulisan mengenai Cara Berpikir Sistem sebagai salah satu pilihan cara untuk menganalisis permasalahan sosial dan lingkungan pada Pro: Aktif edisi 2 yang akan datang.
Karakteristik Permasalahan Sosial dan Lingkungan
Permasalahan sosial dan lingkungan biasanya saling terkait satu sama lain membentuk satu jalinan permasalahan yang komples. Persoalan semacam ini disebut persoalan sistemik.
Permasalahan seperti ini biasanya tidak dapat diselesaikan dengan satu pendekatan saja. Tidak ada penyelesaian tunggal yang berlaku umum di semua tempat dan waktu. Penyelesaian masalah yang sama, bisa jadi membutuhkan pendekatan yang berbeda, tergantung penyebab masalah tersebut dan keterkaitannya dengan permasalahan yang lain di daerah dan waktu tertentu. Di daerah yang sama, suatu hal bisa menjadi masalah di satu saat, tetapi tidak pada saat yang lain. Pada saat yang sama, sebuah hal bisa menjadi masalah di satu daerah tetapi tidak untuk daerah lain.
Permasalahan dalam menganalisis permasalahan sosial dan lingkungan
Masalah yang seringkali terjadi dalam proses menganalisis permasalahan sosial dan lingkungan adalah penyederhanaan permasalahan sistem kompleks menjadi masalah yang sangat sederhana dengan mengabaikan beberapa variabel atau yang disebut sebagai pendekatan reduksionis. Masalahnya variabel-variabel yang diabaikan pada pendekatan ini, seringkali justru paling berpengaruh terhadap perilaku sistem. Selain itu, variabel yang sangat berpengaruh di satu daerah dan kurun waktu tertentu bisa jadi tidak berarti pada tempat dan kurun waktu yang lain.
Masalah kedua adalah anggapan bahwa penyelesaian masalah yang sukses di satu tempat dapat direplikasi di mana saja tanpa melihat keterkaitan masalah tersebut dengan permasalahan lainnya di daerah tersebut. Contoh masalah jenis ini adalah proyek-proyek pembangunan dengan pendekatan top-down yang seragam untuk semua daerah. Proyek-proyek ini seringkali gagal menjawab persoalan-persoalan di tingkat lokal dan bahkan, di banyak kasus, proyek-proyek tersebut justru menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks daripada persoalan semula.
Cara Memandang Persoalan: salah pilih, salah aksi!
Kedua masalah di atas terkait dengan cara pandang kita terhadap persoalan. Kita terbiasa menganalisis persoalan dengan memecah-mecah bagiannya dan memeriksa bagian yang secara langsung terkait dengan persoalan yang kita rasakan. Ini tampak jelas di dunia kedokteran. Misalnya bila kita demam, seringkali kita hanya minum obat penurun panas; tanpa melihat apakah ada penyebab lainnya, misalnya demam karena penyakit tipus atau penyakit lainnya. Penyelesaian masalah semacam ini hanya akan menyembuhkan gejalanya, tetapi tidak menyembuhkan penyakit yang sebenarnya.
Cara pandang di atas dikenal sebagai cara pandang mekanistik. Cara pandang ini melihat permasalahan seperti sebuah bangunan. Pondasi bangunan tersebut (fundamental building blocks) dianggap sebagai penyebab segala masalah yang bila diselesaikan akan menyelesaikan keseluruhan permasalahan. Analogi lainnya adalah menggambarkan permasalahan sebagai pohon dan penyebab utamanya disebut sebagai akarnya.
Persoalan sistemik seringkali tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan semacam itu. Semua komponen permasalahan saling terkait membentuk suatu hubungan sebab akibat yang kompleks (jaring-jaring permasalahan). Persoalan sistemik membutuhkan pendekatan lintas sektor/bidang untuk melengkapi pemahaman akan permasalahan dan penyelesaian persoalannya.
Kesalahan memilih cara pandang pada akhirnya akan menyebabkan kesalahan pemahaman persoalan. Begitu pentingnya pemahaman persoalan ini sampai-sampai ada pepatah mengatakan bahwa jika kita memahami persoalan dengan benar maka kita telah setengah jalan dalam proses penyelesaiannya. Kesalahan pemahaman persoalan akan berujung pada kesalahan analisis dan pemilihan rekomendasi aksi; yang tentu saja akhirnya tidak akan menyelesaikan permasalahan secara efektif atau bahkan menimbulkan persoalan baru.
Jadi hati-hati dengan cara berpikir anda, jangan sampai salah pilih, salah aksi!
(David Sutasurya - YPBB)

[Masalah Kita] Benarkah aktivis selalu bermasalah dengan keluarga?

MASALAH-MASALAH AKTIVIS
Gerakan mahasiswa berkembang sangat pesat pada saat bergulirnya isu reformasi. Salah satu titik kulminasi gerakan mahasiwa terjadi pada bulan Mei 1998, yakni pada saat mahasiswa melakukan pendudukan gedung DPR/MPR, menuntut mundurnya Soeharto. Hingga sekarang gerakan mahasiswa masih terus bergulir, dan bahkan demonstrasi menjadi sarana komunikasi yang dirasa cukup efektif oleh sebagian besar orang, terutama ketika mengalami kebuntuan komunikasi.

Berbagai sinyalemen dan komentar dari tokoh pun muncul terhadap gerakan mahasiswa tersebut, seperti Eep Saefulloh Fattah. Dalam sebuah tulisan surat kabar dikatakan oleh beliau bahwa gerakan mahasiswa merupakan gerakan yang sebetulnya masuk akal namun sayang seringkali dilakukan secara tergopoh-gopoh. Hal ini ditegaskan pula oleh seorang pengamat gerakan mahasiswa dari kalangan mahasiswa sendiri, yang mengatakan bahwa seringkali gerakan mahasiswa terjebak dalam kerangka “ketidaksabaran”.

Ketergopoh-gopohan dan ketidaksabaran tersebut bukanlah merupakan fenomena sosial semata. Namun bila diamati lebih jauh, kondisi tersebut dapat menyiratkan adanya ekspresi ketidakmatangan yang secara kolektif melanda para aktivis gerakan mahasiswa.

Berbagai pengalaman perjumpaan secara personal kiranya dapat semakin menguatkan hal tersebut di atas. Seringkali dijumpai seorang aktivis mahasiswa yang di depan podium mampu bersuara dengan lantang, menyuarakan suara rakyat, namun menjadi pribadi yang begitu pemalu, ragu-ragu, pesimis, dan begitu tertutup ketika harus berhadapan seorang diri dengan sekelompok orang-orang baru.

Mantan seorang koordinator gerakan mahasiswa di Surabaya, mengatakan bahwa rata-rata aktivis gerakan mahasiswa kurang memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan aktivitasnya, terutama dengan pihak keluarga. Hal ini disebabkan adanya perbedaan cara pandang akan makna tugas dan kewajiban mahasiswa, perbedaan kepentingan antara orang tua dengan si anak, serta perbedaan orientasi.

Hal-hal tersebut di atas semakin meruncing menjadi sebuah konflik, ketika akhirnya aktivis lebih memilih melakukan dengan pilihannya sendiri daripada mengkomunikasikan namun ujung-ujungnya berkonflik. Aktivis sebagai orang muda tentu memiliki kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi diri, untuk mengaktualisasikan kemampuan dan keinginan pribadi. Pertanyaannya adalah sejalankah kebutuhan aktivis sebagai orang muda ini dengan keluarga?

Terkomunikasikan secara terbukakah keinginan-keinginan aktivis sebagai pribadi yang sedang berkembang ini?

TUNTUTAN KELUARGA
Keluarga, khususnya orang tua merupakan figur yang kiranya paling bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anaknya. Masa depan seorang anak adalah tidak terlepas dari proses pendidikan yang ditempuhnya serta pola pergaulan yang melingkupinya. Hal ini karena pola pendidikan dan pola pergaulan adalah merupakan faktor yang memberikan kontribusi cukup besar bagi terbentuknya pola pikir seseorang akan masa depan, bahkan lebih jauh akan makna kehidupan seseorang.

Oleh karena itu, wajar kiranya jika proses pendidikan formal menjadi tolok ukur bagi para orang tua akan keberhasilan seorang anak. Orang tua akan merasa lega, merasa berhasil, dan merasa telah menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya adalah ketika melihat si anak mampu menyelesaikan pendidikan formalnya serta memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang keilmuan dengan kompensasi yang layak. Ringkasnya paradigma keberhasilan para orang tua adalah ketika si anak mampu hidup seperti orang lain, hidup seperti masyarakat pada umumnya.

Sehingga, untuk mendukung keberhasilan tersebut, seringkali kita jumpai para orang tua yang rela bekerja keras, bahkan mungkin rela untuk berpisah dengan keluarga dalam kurun waktu yang cukup lama, demi mengambil tanggung jawab sebagai orang tua.

Paradigma keberhasilan tersebut semakin dikuatkan pula oleh harapan serta penilaian dari masyarakat. Bagi orang tua keberhasilan dan kegagalan dalam mendidik anak menjadi hal yang sangat penting, karena paradigma keberhasilannya dalam mendidik dan membesarkan anak, akan sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang dan memberikan penilaian terhadap suatu keluarga tertentu.

Wajar kiranya, jika kemudian para orang tua menuntut si anak untuk “membalas”segala jerih payah tersebut. Tuntutan yang sebenarnya tidak begitu tinggi. Namun permasalahannya adalah terletak pada paradigma keberhasilan, bahkan lebih jauh adalah paradigma “balasan” atas budi jasa para orang tua.

FAKTA AKTIVIS DI INDONESIA
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patricia Siswandi terhadap 10 orang responden yang berasal dari berbagai daerah yang tersebar di wilayah Jawa Timur, mengungkapkan bahwa 9 orang responden memiliki masalah dalam hubungannya dengan keluarga. Area konflik yang terungkap dalam penelitian ini jumlah terbesar adalah area konflik dengan keluarga, daripada dengan teman atau dengan pihak atasan atau pimpinan kerja.

Sementara itu penelitian tersebut juga melihat lebih jauh kebutuhan-kebutuhan mendasar yang terpendam dalam diri 10 orang responden tersebut. Ditemukan bahwa sebagian besar responden memiliki kebutuhan yang rendah untuk beprestasi, namun justru kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi diri yang cukup tinggi.

Artinya, aktivis-aktivis mahasiswa di Indonesia adalah merupakan kumpulan orang-orang muda, yang memiliki keinginan yang cukup besar untuk mendapat pengakuan baik dalam lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga, maupun lebih jauh lingkungan sosial. Komunikasi yang tidak pernah tuntas dalam lingkup keluarga, menyebabkan aktivis lebih memilih mencari media-media lain di luar lingkungan keluarga, yang lebih mampu memberikan kenyamanan baik secara batin maupun fisik kepada para aktivis.

Hal ini menjadi ironis, manakala kebutuhan eksistensi diri tersebut tidak diimbangi oleh adanya kebutuhan berprestasi. Sehingga, kebutuhan akan pengetahuan bukan menjadi hal yang penting. Ketika yang terjadi demikian, maka semakin kuatlah kesimpulan bahwa kebutuhan eksistensi diri yang sangat tinggi di kalangan para aktivis di Indonesia, adalah dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan eksistensi ini di lingkup terkecil, yakni keluarga, dan bukan berangkat dari pemaham utuh akan kepedulian ataupun keberpihakan pada persoalan masyarakat luas.

Sehingga tidaklah mengherankan, jika sebagian besar aktivis mahasiswa kurang memiliki kesadaran yang tinggi terhadap motivasi yang melatarbelakanginya untuk terjun ke dalam dunia gerakan. Pertanyaan-pertanyaan senada, biasanya lebih sering kita dengar dengan jawaban: karena hobby, karena diajak teman, karena suka, dan sebagainya.

Oleh karena itu, wajar kiranya ketika warna dari gerakan mahasiswa di Indonesia, dinilai oleh beberapa pengamat sebagai gerakan yang tergopoh-gopoh, gerakan yang kurang diikuti oleh sebuah pemikiran jernih, yang berfokus pada kepentingan jangka panjang.

JALAN KELUAR
Suatu ungkapan sederhana yang kiranya perlu direnungkan bersama,”Orang tua pernah menjadi anak-anak di jamannya, namun anak-anak belum pernah menjadi orang tua”. Pokok permasalahan, kesenjangan komunikasi yang terjadi di kalangan keluarga para aktivis, seringkali disebabkan oleh para orang tua memperoleh informasi terbanyak berdasarkan pengamatan-pengamatan yang tampak dari luar, didukung pula oleh pemberitaan-pemberitaan media massa.

Konfirmasi yang dilakukan para orang tua terhadap anak-anaknya yang terjun dalam dunia gerakan mahasiswa, seringkali tidak menemukan jalan keluar, hal ini dikarenakan para aktivis seringkali mengalami hambatan utnuk menjelaskan alasan mengapa dunia gerakan mahasiswa menjadi penting bagi dirinya.

Bagi orang tua yang tampak adalah pendidikan formal yang seharusnya penting, justru ditinggalkan oleh anak-anaknya yang terjun dalam dunia gerakan mahasiswa. Dunia gerakan yang penuh dengan resiko, bahaya, justru menjadi pilihan anak-anaknya. Pertanyaan yang sering tidak terjawab bagi para orang tua adalah mengapa demikian?

Komunikasi yang terputus, menyebabkan orang tua mencari tahu dengan caranya sendiri, akhirnya yang diketahui adalah informasi dari luar diri si anak. Oleh karena itu komunikasi dalam lingkungan keluarga para aktivis dapat jalan manakala seorang anak mampu mengkomunikasikan motivasi dasar yang muncul dalam dirinya, yang menggerakkan dirinya untuk terjun dan berbuat sesuatu yang lebih konkret dalam masyarakat.

Pilihan antara sekolah formal dan dunia gerakan mahasiswa adalah sesuatu yang sulit, satu sama lain saling memberikan kontribusi bagi perkembangan seseorang. Pendidikan formal mampu memberikan pengetahuan secara abstrak, dan dunia gerakan mahasiswa justru merupakan media untuk melakukan pengecekan akan semua data dan teori abstrak yang kita peroleh.

Oleh karena itu, bukanlah melakukan pilihan atas dua hal tersebut yang penting, namun justru bagaimana seorang aktivis mampu menyeimbangkan kedua pilihan tersebut menjadi sebuah pilihan yang saling mendukung. Orang tua kiranya tidak mempersoalkan bagaimana si anak menjalani dan mengisi masa-masa mudanya, tapi yang terpenting adalah anak mampu menuntaskan tuntutan orang tua.
(Patricia Siswandi)

[Media] WACANA ELSPPAT


Penerbit: ELSPPAT
Jenis: Jurnal mengenai Pertanian & Pembangunan Perdesaan
Wacana ELSPPAT, terbit sejak 1996 berisi kajian-kajian mengenai pertanian dan pembangunan perdesaan. Sejak tiga tahun terakhir ini mengambil tema sentral Globalisasi dan sektor pertanian. Cocok dibaca bagi para aktivis yang bekerja baik di tingkat akar rumput maupun yang berkecimpung di bidang kebijakan dan advokasi. Wacana ELSPPAT juga menerima tulisan dari kawan-kawan aktivis, mulai dari berbagi pengalaman di lapangan sampai opini dan usulan kebijakan.
Dapat diakses secara gratis melalui website: http://www.elsppat.or.id atau dapat dipesan di:
Sekretariat ELSPPAT:
Jl. Kalasan No 15 Perum Cimanggu Permai I Bogor 16310
Telp/fax : (62) (251) 323 089 email : elsppat@indo.net.id

[Media] Apa itu Fair Trade? Panduan Bagi Masyarakat


Ratri Kustanti dkk
Penerbit: Yayasan Samadi -Justice and Peace Institute & FIDES Books
Tahun: 2003
Jenis: buku, 36 halaman

Perdagangan yang berjalan sekarang ini seringkali tidak adil, menindas kaum lemah seperti buruh, petani dan pekerja anak. Akibatnya kesenjangan antara kaya dan miskin, negara maju dan berkembang makin jauh. Mensikapi hal itu, muncullah gerakan fair trade yang memperjuangkan perdagangan yang adil.
Sesuai dengan judulnya, buku ini berisi segala informasi ringkas dan mudah dibaca mengenai Fair Trade. Dimulai dari apa itu fair trade, tujuan utama, prinsip-prinsip, sejarah perkembangan dan para pelaku yang terlibat. Dilengkapi pula dengan panduan bagi konsumen mengenai produk-produk yang diperdagangkan, bagaimana cara mendukung gerakan ini dan alamat kontak bagi yang berminat.
Saat ini gerakan fair trade masih belum banyak dikenal di Indonesia, kecuali mungkin di kalangan LSM. Contoh kasus di Indonesia juga masih sangat sedikit. Karena itu akan sangat berguna kalau buku ini juga dilengkapi panduan mengenai bagaimana cara membangun gerakan fair trade, terutama di tingkat lokal dan terutama contoh-contoh penerapannya di Indonesia perlu diperbanyak.
Singkatnya, gerakan ini perlu disebarluaskan dan karena itulah buku ini wajib dibaca.

Tertarik? Silakan kontak:
Yayasan Samadi-Justice & Peace Institute
Jln. Veteran Barat no.79C
Surakarta 57154
Telp/Fax: 62-271-742522
E-mail: samadi@solonet.co.id

[Tips] Kurangi membeli ! Langkah kecil melepaskan diri dari jeratan Uang


Uang bisa bikin orang mabuk kepayang, uang bisa bikin ….
Ada pemeo "Di dalam uang ada setan". Dengan uang orang dapat membeli kekuasaan, kekayaan dan memuaskan berbagai bentuk nafsu primitif manusia lainnya. Banyak perbuatan jahat dilakukan manusia setiap hari untuk uang. Ah ya… itu tuduhan yang terlalu ekstrim, kasar ….. tidak mungkin saya melibatkan diri pada hal-hal seperti itu.

Namun perkembangan kontemporer telah membuat modus baru kejahatan: suatu proses penindasan yang merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari dan melibatkan hampir seluruh individu di dunia ini, termasuk kita, sadar atau tidak. Ya, anda sadar atau tidak ditindas atau sangat mungkin menjadi bagian dari para penindas …

Anda yang terlibat pada gerakan kritis terhadap globalisasi dan neoliberalisme, tentu tahu bahwa uang adalah media utamanya. Saya belajar ini saat mengikut presentasi salah seorang peserta pertemuan aktivis lintas bidang garap Kail tahun lalu. Yang langsung terpikir kemudian adalah: Jadi, bila kita dapat mengurangi kebergantungan kita pada ekonomi uang berarti kita menyerang globalisasi dan neoliberalisme pada jantungnya.

Bagaimana saya dapat mengurangi kebegantungan pada uang dalam kehidupan sehari-hari? Uang kita gunakan setiap hari. Uang telah masuk begitu dalam dalam keseharian-kita, membuat siapapun kita, aktivis atau bukan, terlibat mendukung neoliberalisme.

Berikut ini adalah beberapa tips sederhana yang saya coba lakukan. Tentunya ini tidak sepenuhnya membebaskan kita dari uang, tetapi paling tidak ini merupakan langkah awal, sekaligus untuk menguji apakah kita punya keberanian diri untuk bersikap kritis dalam bentuk tindakan nyata.

Seluruh tips di bawah ini pada prinsipnya adalah mengurangi membeli (apa saja). Aktivitas membeli adalah dukungan nyata terhadap ekonomi uang. Dengan membeli kita meningkatkan permintaan terhadap uang, sehingga ada pembenaran untuk mencetak lebih banyak uang, pasar uang semakin besar, profit meningkat, para pemodal mendapatkan untung lebih banyak, pasar modal semakin berkembang, institusi dan kebijakan moneter semakin mendapatkan pembenarannya. Semua itu membuat gerakan neoliberal terus berkembang.

Akhirnya, ingat juga bahwa dengan mengurangi membeli, kita mengurangi kebergantungan kita pada uang. Kita bisa hidup cukup nyaman walaupun gaji kita kecil. Ini berarti kita memiliki kebebasan yang lebih besar untuk melayani masyarakat dan lebih bebas juga bersikap kritis.

# Gunakan sebanyak mungkin barang bekas (second hand):
Dalam masyarakat yang konsumtif ada banyak barang baru yang bisa dibeli setiap hari. Akibatnya barang terakumulasi cukup banyak padahal penggunaannya tidak efektif (paling tidak dari frekuensi dan durasi penggunaan yang kurang). Situasi ini tidak menguntungkan bagi konsumen (kecuali memuaskan nafsu konsumtif) tetapi menguntungkan penanam modal dan memperbesar pasar modal.
Jadi usahakan sebanyak mungkin menggunakan barang second hand. Kita dapat memperolehnya dari berbagai sumber, entah itu saudara atau teman kita. Kalau tidak bisa, membeli baju bekas dari pasar murah rakyat (misalnya di pasar Cicadas untuk penghuni Bandung) juga bisa dilakukan. Ini memang aktivitas membeli tetapi kecil artinya bagi para pemodal, namun bisa berarti besar untuk mendukung hidup para penjual miskin.
Satu masalah yang perlu anda atasi sebelum melakukan ini adalah rasa malu menggunakan barang bekas. Dan yang lebih penting lagi bersikap kritis terhadap citra negatif yang dilekatkan pada barang bekas. Hati-hati juga terhadap berbagai strategi pedagang untuk mendorong konsumsi barang baru, misalnya menganggap wajar, bahkan harus, menggunakan baju baru saat hari raya.

# Masaklah makanan anda sendiri…
Bisnis restoran saat ini semakin berkembang. Banyak di antaranya berada di bawah kekuasaan para pemodal besar. Selain itu bisnis restoran mendukung berbagai bisnis lain yang semakin dikuasai oleh pemodal besar, mulai dari bumbu masak, peralatan masak dan berbagai fasilitas di restoran. Bahan mentah makanan yang berasal dari agroindustri besar juga lebih disukai oleh restoran karena mutunya yang lebih standar.
Memasak makanan anda sendiri juga merupakan aktivitas yang meningkatkan kreativitas anda dan menjadi selingan mengasyikan di tengah kesibukan kita sebagai aktivis.

# Tanamlah makanan anda sendiri…
Ingat anda tidak perlu membuat kebun yang terawat dengan baik. Anda tidak perlu mengejar produktivitas maksimal. Kebun di depan rumah yang dirawat rutin setengah jam sehari (tidak perlu mengejar kesempurnaan) dan seminggu sekali sekitar satu jam (untuk menanam bibit baru dan berbagai kegiatan besar lainnya), sudah bisa lumayan hasilnya.
Pilihlah tanaman yang tidak memerlukan perawatan tinggi. Misalnya, di kebun depan rumah saya yang luasnya 2X4 meter persegi ada kecipir, kacang panjang, paria, ubi, bayam, singkong, strawberry, kacang tanah.…

Selain mengurangi aktivitas membeli, kegiatan ini juga menjadi olah raga ringan (Move for your health kata WHO) dan menjamin makanan yang sehat bagi keluarga.

Ada prinsip lain yang dapat anda terapkan, yaitu mengatur ke mana uang anda mengalir. Ini membutuhkan pemahaman lebih dalam tentang struktur ekonomi kita. Ini akan kita bahas pada edisi mendatang

******
Tentu saja ada beberapa langkah lain yang lebih sistemik dampaknya, seperti mengembangkan sistem perdagangan alternatif (misalnya sistem barter) dan mata uang lokal. Namun aktivitas ini memerlukan upaya yang lebih besar dan tidak bisa dilakukan secara individual.

(David Sutasurya)

[Jalan-jalan] Oleh-oleh dari Thailand


Pada akhir November hingga Desember 2002 yang lalu dua orang aktivis KaIL, Intan Darmawati dan Patricia Siswandi, mendapat kesempatan untuk berkunjung dan mengamati model-model dan metode-metode pelatihan di beberapa pusat pelatihan di Thailand. Yang terkait dengan isu lingkungan hidup, kami mengunjungi Pusat Pelatihan yang dipimpin oleh Chirapol Sintunawa di Bangkok. Sayang sekali saat itu kami tidak sempat bertemu langsung dengan Mr Chirapol. Namun, dengan didampingi 2 orang rekan Mr Chirapol, KaIL diperbolehkan untuk terlibat dalam keseluruhan proses pelatihan tersebut.

Secara garis besar, ada beberapa persamaan metode pelatihan yang digunakan dalam pelatihan lingkungan hidup ini, dengan metode pelatihan yang selama ini dipergunakan di Indonesia. Sebuah metode pelatihan yang memadukan antara simulasi permainan, diskusi kelompok, dan pemutaran film, untuk memunculkan adanya proses kesadaran sesuai dengan tema terkait.

Namun demikian ada beberapa metode yang baru bagi saya, dan ini merupakan metode yang menurut saya cukuplah efektif untuk menunjang timbulnya proses kesadaran para peserta. Beberapa metode baru yang menarik tersebut antara lain:

1. Metode point.
Di awal proses pelatihan ini, setiap peserta dibagi dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok mendapat point yang sama besar dengan kelompok lain. Kelompok akan memperoleh penambahan point, ketika kelompok mampu menyelesaikan tugas-tugas dalam setiap simulasi dengan baik dan tepat waktu. Sementara itu, kelompok juga akan memperoleh pengurangan point, ketika kelompok tidak mampu menyelesaikan tugas serta tidak memiliki kepekaan akan kondisi lingkungan sekitar.

Kepekaan terhadap kondisi sekitar tersebut, biasanya diuji dengan adanya lampu yang menyala di siang hari bolong, air yang tidak terpakai namun dibiarkan mengucur, dan banyak hal lagi yang berkaitan dengan pemborosan energi.

Setiap kelompok akan saling berkompetisi untuk mengumpulkan point sebanyak-banyaknya, karena tentu saja disediakan hadiah bagi kelompok yang terbaik, yang akan diberikan di penutupan proses pelatihan.

2. Permainan.
Permainan-permainan yang disesuaikan dengan tema, sangat mempercepat proses penyadaran pada peserta. Seperti permainan mendistribusikan air. Dalam permainan ini, peserta dihadapkan pada peta yang terdiri dari 5 daerah besar. Tugas peserta adalah mendistribusikan air dalam galon secara merata di kelima daerah tersebut. Pendistribusian ini menjadi begitu sulit karena peserta diharuskan menggunakan alat yang tersedia.

Itulah sekilas pengalaman yang kami rasakan ketika berkesempatan mengunjungi, mengamati, dan terlibat dalam proses pelatihan lingkungan hidup. Satu hal yang sangat berkesan bagi kami, materi tidak hanya disampaikan dalam proses tatap muka, tapi dalam keseluruhan proses pelatihan selalu diwarnai dengan kaitan pada tema. Penghematan air misalkan, pelatihan ini tidak memberi kesempatan mandi sore hari, namun tengah malam begitu acara selesai. Dasar pemikirannya adalah tengah malam orang sudah tidak beraktivitas lagi. Sehingga mandi malam benar-benar berfungsi untuk kesegaran dan kebersihan seluruh badan.
(Patricia Siswandi)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...