EDITORIAL PRO:AKTIF ONLINE EDISI AGUSTUS 2017

Para pembaca budiman,

 Kembali kita berjumpa dalam Pro:aktif dan kali ini memasuki edisi Agustus 2017 dengan membawa tema “Berjejaring dalam Keberagaman di Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Bulan Agustus bagi bangsa Indonesia selalu menjadi bulan penting karena peringatan hari kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 Agustus dan selalu mengumandangkan refleksi perjalanan untuk merengkuh kemerdekaan tersebut dengan susah payah. Refleksi kemerdekaan kali ini kiranya perlu membawa kita semua untuk mengingat bahwa bangsa ini dibentuk dari keberagaman dan telah menjadi identitasnya sejak semula. Menilik perkembangan dinamika di masyarakat akhir-akhir ini yang seolah menjadikan keberagaman sebagai sumber pertentangan, tentu mengundang keprihatinan tersendiri, bagaimana kita dapat mewariskan nilai luhur yang arif dalam menyikapi keberagaman?

Pro:aktif edisi Agustus telah mengumpulkan berbagai tulisan yang kiranya dapat menginspirasi anak-anak bangsa ini untuk merayakan keberagaman sebagai nikmat dan karunia Yang Mahakuasa. Di samping itu, yang paling utama adalah ajakan untuk berjejaring dalam keberagaman yang kiranya akan selalu bisa memantik ide-ide brilian memajukan negeri ini.

Kita akan mengawali edisi kali ini dengan rubrik MASALAH KITA yang diisi oleh Dhitta Puti Sarasvati yang menunjukkan kepada kita perihal dinamika yang dihadapi oleh para aktivis saat berinteraksi dengan sesama aktivis. Selain perbedaan karakter, perbedaan paradigma berpikir dan pandangan politik tidak jarang menyulut perdebatan. Situasi demikian tidak harus membuat kita menjadi tersingkir dari pergaulan dengan sesama aktivis atau bahkan hidup ini menjadi terasa begitu menyesakkan. Perbedaan dalam hidup aktivis tak ubahnya dengan realitas kehidupan lainnya, sehingga cara menghadapinya akan sangat penting untuk membuat hidup yang beragam ini memiliki kekayaannya.

Memasuki rubrik PIKIR dengan penulis Sylvania Hutagalung akan membawa kita pada permenungan menyoal arah masa depan peradaban manusia ke depannya. Memakai kacamata arsitektur, namun tidak terbatas pada dunia kearsitekturan itu sendiri, dimana dimensi pembangunan tidak lagi sebatas pada bangunan fisik semata. Perluasan dimensi pembangunan yang perlu dirambah oleh penggiat arsitektur sudah memasuki aspek sosial kemasyarakatan yang semata menyesuaikan kepada kebutuhan zaman. Keterlibatan komunitas dalam pembangunan tidak lagi sebagai objek pembangunan, melainkan sebagai subjek yang menuangkan ide di dalamnya. Membawa laporan Biennale tahun 2016 di Venesia sembari mengangkat kondisi dunia arsitektur Indonesia.

Umbu Justin dalam rubrik OPINI mengantarkan para pembaca untuk mengingat kembali jejak sejarah, bagaimana bangsa Indonesia memang sejak semula dibangun oleh keberagaman dan sudah menjadi identitas warga bangsa ini untuk beragam. Walau berbagai tantangan jaman menerpa, terutama dinamika dunia politik yang menjerumuskan bangsa ini pada pertentangan identitas di akar rumput, selayaknya ada yang harus mengingatkan kembali kepada jejak perjuangan merengkuh kemerdekaan agar bangsa ini tetap menjaga keutuhannya. Kebhinnekaan dalam kemerdekaan perlu dikumandangkan lagi agar segenap bangsa Indonesia ini kembali nyaman dalam keberagaman.

Sementara rubrik TIPS mengajak kita untuk merefleksikan manfaat olahraga dalam melebarkan jejaring sosial, sehingga tidak hanya manfaat kesehatan fisik yang didapat. Kukuh Samudra menegaskan kembali bahwa berolahraga tidak hanya memperhatikan aspek fisik semata, namun juga perlu memperhatikan aspek sosialnya dengan melakukannya bersama-sama dalam sebuah komunitas ataupun dalam jejaring pergaulan yang tidak sebatas pada satu jenis olahraga saja.

PROFIL kali ini, Navita Kristi Astuti bercerita tentang organisasi Peace Generation yang secara konsisten berupaya menyebarkan nilai-nilai universal perdamaian seluas-luasnya, terutama melalui pendidikan di sekolah. Organisasi yang berbasis di Bandung ini, didirikan oleh dua insan dari latar kebangsaan yang berbeda, berupaya membuat dunia menjadi lebih damai dengan memunculkan para agen-agen perdamaian di tingkat lokal. Perkenalan ini sekaligus juga memberikan ajakan terbuka untuk berpartisipasi di dalamnya.

Sejenak JALAN-JALAN ke Gedung Indonesia Menggugat yang sarat sejarah perjuangan bangsa Indonesia, karena di gedung ini, salah satu ide kebangsaan dari Bapak Proklamator yakni Ir. Soekarno berkumandang dalam pledoinya, yakni “Indonesia Menggugat”. Reina Ayulia Rosadiana akan menjadi pemandu bagi para pembaca menjelajah ke sudut-sudut ruangan yang ada di sana. Selain itu, para pembaca juga bisa merasakan suasana di dalam Gedung Indonesia Menggugat yang jauh dari gugatan-gugatan kebangsaan karena telah bertransformasi menjadi ruang publik yang menjadi titik temu ide-ide segar dari generasi muda Indonesia.

Fransiska Damarratri menghadirkan film Tabula Rasa dalam rubrik MEDIA kali ini, yang tidak saja menggugah selera makan, melainkan juga menggugah kesadaran kita tentang jalinan keberagaman antar tokoh yang sebetulnya representasi singkat akan identitas hidup ini serta bangsa Indonesia. Keberagaman identitas – baik budaya, logat, bahasa, serta cara berpikir – sebagaimana masakan Minang dalam film tersebut laksana sebuah syarat agar hidup ini semakin nikmat. Analogi perbedaan dalam bumbu-bumbu dan bahan makanan yang diracik sedemikian rupa hingga menghadirkan sensasi kenikmatan di lidah, maka demikian pula kiranya keberagaman dalam hidup.

Pemandu RUMAH KAIL kali ini adalah Any Sulistyowati yang akan mengajak pembaca melihat kebun KAIL yang menerapkan prinsip permakultur. Prinsip ini menekankan keragaman jenis, tidak hanya tanaman namun peran dari makhluk yang ada di dalam kebun agar bisa menjaga kualitas alam di sekitarnya. Tidak hanya soal teknis menanam, melainkan ada isu pemanfaatan ruang agar kebun bisa menjadi tempat bermain, dimana anak-anak sendiri berkenalan dengan kegiatan berkebun pula.
Akhir kata, terbersit harapan agar para pembaca turut menyerap semangat keberagaman yang telah menjadi nafas hidup bangsa ini selama kurang lebih 72 tahun kemerdekaannya.

Salam Bhinneka. Merdeka!

David Ardes Setiady
(Editor)

[PROFIL] PEACE GENERATION : MENYEBARKAN NILAI-NILAI PERDAMAIAN DI DALAM KEBERAGAMAN

Oleh : Navita Kristi Astuti

Sebuah negara berdiri atas keputusan bulat warganya menyatukan diri dan aspirasi di dalam satu kesatuan bangsa, bahasa dan tanah air. Namun, layaknya sebuah keluarga, para anggota saling berbeda sifat dan selera, hal yang sama dihadapi oleh setiap bentuk kesatuan yang menyatakan diri sebagai negara. Negara terdiri dari bermacam-macam sifat dan karakter warganya.

Sifat dan selera yang saling berbeda dari setiap warga dapat menimbulkan gesekan maupun perselisihan apabila tidak dikelola dengan baik. Kita dapat belajar dari pengalaman konflik yang terjadi di Ambon, Poso, Papua, Kalimantan (konflik Dayak-Madura), Aceh maupun Timor Leste. Perbedaan yang ada, baik dari aspek suku, agama, adat istiadat tidak disadari sebagai kekuatan, melainkan telah menjadi bumerang bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Ketika sebuah bangsa dapat menyadari kekuatan dari perbedaan yang ada di antara mereka, maka perbedaan tersebut justru dapat menciptakan energi positif untuk kemajuan negara.

Salah satu dari segelintir komunitas yang memiliki kesadaran untuk merawat dan mempromosikan nilai-nilai perdamaian di dalam keberagaman negara Indonesia adalah Peace Generation (selanjutnya disebut PeaceGen). Didirikan oleh dua orang dengan latar belakang berbeda, Irfan Amalee yang merupakan warga Indonesia dan Eric Lincoln yang berkewarganegaraan Amerika Serikat, PeaceGen berdiri pada tahun 2007. Kegiatan PeaceGen sehari-hari beralamat di Jalan Suling no. 17, Turangga, Bandung, Jawa Barat.


Pendiri Peace Generation : Irfan Amalee dan Eric Lincoln
Sumber foto : www.peace-generation.org


Fokus Utama : Pendidikan Perdamaian
Sesuai dengan tagline mereka yang tercantum di alamat website www.peace-generation.org , yang berbunyi : To reach peace. Teach Peace. Promoting peace education throughout the globe, PeaceGen menyebarkan nilai-nilai perdamaian di dalam keberagaman melalui pendidikan. Irfan Amalee dan Eric Lincoln memulai misinya dengan membuat modul pendidikan perdamaian. Ide besarnya muncul dari mereka berdua, yang kemudian dikembangkan secara bersama-sama di dalam tim PeaceGen. Urat nadi utama dari modul tersebut adalah pendidikan tentang 12 nilai dasar perdamaian, yaitu : Menerima Diri, Prasangka, Sukuisme, Perbedaan Agama, Perbedaan Jenis Kelamin, Perbedaan Status Ekonomi, Perbedaan Kelompok atau Geng, Memahami Keragaman, Memahami Konflik, Menolak Kekerasan, Mengakui Kesalahan dan Memberi Maaf.

Modul tersebut kini sudah terbit dalam berbagai bahasa, antara lain versi Bahasa Indonesia untuk muslim dan kristiani, versi Bahasa Inggris, dan PGKids untuk balita. Modul tersebut juga sudah diterbitkan dalam Bahasa Filipina oleh cabang PeaceGen di sana dan sedang disusun versi Bahasa Malaysia oleh Peace Gen Malaysia. Modul ini sudah diterapkan pada 40.000 lebih siswa.

Pembelajaran Berbasis 12 Nilai Dasar Perdamaian

Dua belas nilai dasar perdamaian dijabarkan lagi ke dalam 6 langkah praksis, yaitu: Kata Kunci dan Hikmah, Pemanasan, Inti Pelajaran, Model dan Praktik, Evaluasi atau Penugasan (Peace di Rumah) dan ditutup dengan doa. Dimana isi modulnya sendiri berisi pembelajaran yang full color, berisi games dan komik. Dengan demikian, modul pendidikan perdamaian ini dapat langsung dijadikan pembelajaran yang menyenangkan.

PeaceGen memang tidak berhenti di pembuatan modul saja. Aksi nyata berupa praktik pembelajaran dari modul perdamaian merupakan kegiatan berikutnya. Pelatihan demi pelatihan bernapaskan perdamaian telah dan akan terus digulirkan. Salah satu saran utama pembelajaran modul perdamaian ini adalah para guru maupun aktivis, agar di kemudian hari pembelajaran tentang perdamaian ini dapat diajarkan kembali ke sekolah dan komunitas masing-masing.

Pelatihan untuk para guru (Training for Teachers) telah diadakan oleh PeaceGen baik secara mandiri maupun dalam berbagai bentuk kerjasama antara lain: Sekolah CERDAS (Ceria, Damai dan Siaga Bencana) yang merupakan kerjasama PeaceGen dengan Lazismu (Lembaga Amil Zakat Infaq Shodaqoh Muhammadiyah) dan MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center). Kerjasama ini merupakan pelatihan terhadap para pengajar SMP dan SMU dengan peserta berasal dari 16 sekolah Muhammadiyah, 1 sekolah negeri dan 3 sekolah Kristen di Jawa Tengah. Rangkaian kegiatan Sekolah CERDAS dimulai dari ToT guru selama dua hari, dilanjutkan dengan pendampingan, pembentukan duta Sekolah Cerdas, implementasi pengajaran, pembangunan budaya dan kebijakan sekolah selama enam bulan. Hasil dari proses penerapan Sekolah Cerdas di 20 sekolah ini akan menjadi model percontohan untuk 100 Sekolah Cerdas, hingga tahun 2018.


Kegiatan lanjutan pasca Sekolah CERDAS, guru--guru mengadakan pelatihan perdamaian kepada siswa-siswinya di MTs Muhammadiyah 1 Magelang
Sumber foto : www.peace-generation.org


Sekolah Pembaharu Muda, adalah kerjasama PeaceGen dengan Surya Institute dan Ashoka. Di kegiatan ini, para guru diajak belajar tentang 12 nilai perdamaian dari PeaceGen, nilai-nilai changemaker dari Ashoka dan metode matematika Gasing dari Surya Institute.


Kegiatan pelatihan nilai-nilai dasar perdamaian untuk para guru 

Sumber foto : www.peace-generation.org


Kick for Peace adalah kegiatan lainnya yang merupakan kerjasama PeaceGen dengan Papua United, berlokasi di Lapas Anak Bandung. Kegiatan ini melibatkan beberapa anak muda lintas agama, pembina lapas dan anak-anak binaan. Pelaksanaan kegiatan berupa rangkaian pertandingan sepak bola yang dilanjutkan dengan kampanye perbaikan lapangan sepak bola di Lapas Anak Bandung.


Kegiatan Kick For Peace di Lapas Anak Bandung
Sumber foto : www.peace-generation.org


Peacesantren adalah kegiatan PeaceGen lainnya yang menggunakan modul 12 nilai dasar perdamaian. Kegiatan ini dilakukan untuk anak-anak muda usia SD, SMP dan SMA sebagai alternatif pesantren kilat saat Ramadhan. Uniknya, pembelajaran nilai-nilai dasar perdamaian ini bisa dilakukan secara bertingkat, yaitu dari guru-guru yang telah memahami 12 nilai dasar perdamaian mengajarkan kepada anak didik usia SMA, kemudian anak-anak SMA tersebut mengajarkan adik-adiknya di SMP, dan anak-anak SMP mengajarkan adik-adiknya yang berada di SD.


Kegiatan pelatihan nilai-nilai dasar perdamaian untuk siswa sekolah
Sumber foto : www.peace-generation.org


PeaceGen juga sering mengadakan kegiatan seru lainnya dalam rangka menyebarkan nilai perdamaian. Diantaranya PeaceTival, yaitu festival perdamaian pertama yang dilakukan hampir setiap tahun. Acara Peace Camp, Talk The Peace, Walk The Peace, Eat for Peace yang dikemas sesuai tema perdamaian. Yang terbaru adalah PeaceZone, yaitu arena bermain permainan-permainan pertama di dunia yang bertemakan perdamaian.


Kegiatan PeaceTival yang diadakan di Makassar, tanggal 12 Februari 2017, merupakan event musik, pameran dan aktivitas seru dan mengasyikkan seputar perdamaian.
Sumber foto : www.peace-generation.org


Ajakan Terbuka untuk Menjadi Agen Perdamaian
Bentuk berjejaring lainnya yang diinisiasi oleh PeaceGen adalah ajakan untuk menjadi Agen Perdamaian (Agent of Peace, selanjutnya disebut AoP). Dengan meniru struktur penyebaran virus, PeaceGen bermaksud mendorong peningkatan penyebaran nilai-nilai perdamaian di masyarakat melalui ajakan untuk menjadi agen perdamaian. Untuk menjadi AoP bisa dengan berbagai cara, diantaranya dengan belajar 12 nilai dasar perdamaian, menjadi volunteer, berdonasi dan sebagainya.
Para AoP diminta untuk mengajarkan 12 nilai dasar perdamaian ke komunitasnya masing-masing. Sedikitnya, setiap AoP membina dua orang calon AoP. Dari setiap calon AoP yang sudah dibina, melanjutkan membina dua orang calon AoP, begitu seterusnya.

Saat ini, beberapa AoP yang telah memahami 12 nilai dasar perdamaian membentuk beberapa kelompok lainnya untuk semakin menyebarluaskan nilai-nilai perdamaian. Seperti misalnya, Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC) Indonesia yang berfokus pada kerjasama antar orang-orang muda lintas agama.


Permainan ular tangga perdamaian, sambil bermain, anak-anak dapat memahami nilai-nilai perdamaian
Sumber foto : www.peace-generation.org


Penutup

PeaceGen adalah bentuk nyata berjejaring di dalam keberagaman. Hal ini dipahami dengan sangat baik oleh para pendiri maupun tim yang mendukung keberlangsungan kegiatan PeaceGen sejak dahulu hingga saat ini. Berbekal keyakinan bahwa “kekerasan diawali dengan kondisi tidak saling memahami” maka koridor utama PeaceGen dalam penyebaran nilai-nilai perdamaian adalah melalui pendidikan. Karena melalui pendidikan perdamaian, semakin banyak orang menjadi tercerahkan, terinspirasi dan tergerak untuk menyebarkan kepada lebih banyak orang lainnya. Selain itu, PeaceGen juga menyadari bahwa penyebaran nilai perdamaian tak dapat dilakukan sendiri. PeaceGen banyak melakukan kegiatannya dengan berjejaring dan bekerjasama dengan banyak komunitas maupun organisasi yang mendukung nilai-nilai perdamaian.

Dengan demikian, harapannya perdamaian senantiasa terjaga di bumi pertiwi kita, Indonesia. Salam perdamaian!


Kegiatan terbaru dari PeaceGen, merupakan arena bermain dan belajar nilai perdamaian untuk anak-anak
Sumber foto : www.peace-generation.org

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...