Judul Buku : Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama: Perspektif Perempuan dan Pluralisme
Editor : Maria Ulfah Anshor & Martin Lukito Sinaga
Penerbit : KAPAL Perempuan dan NZAID
Tahun : Agustus 2004
Pluralisme, diartikan sebagai sebuah pandangan yang menghargai keberagaman, serta penghormatan terhadap orang lain yang berbeda, terbuka pada perbedaan di mana terdapat kerelaan untuk berbagi serta keterbukaan untuk saling belajar dan berdialog. Dalam konteks negara Indonesia yang sangat plural dalam segi etnis, suku, agama, keyakinan, bahasa, budaya, kelas, dan lain-lainnya, maka pluralisme sangat dibutuhkan supaya bangsa ini tetap bisa utuh sebagai bangsa yang berfungsi untuk menyejahterakan rakyatnya. Dalam keragaman itu terdapat ruang interaksi yang sangat luas, yang salah satunya dapat berujung dalam sebentuk perkawinan. Perkawinan lintas suku, lintas etnis, lintas kelas, lintas agama, dan lintas lainnya pada kenyataannya sering terjadi.
Dalam hal perkawinan lintas agama – yang sebetulnya sangat normal, wajar dan manusiawi, ternyata oleh negara justru tidak diberi ruang. UU Perkawinan telah melarangnya. Institusi agama, dengan kepentingannya masing-masing juga telah ikut campur dalam menghalangi terjadinya pluralisme. Menurut Kamala Chandrakirana dalam pengantarnya di buku ini, ide ‘pluralisme’ dapat dipolitisasikan dan dijadikan alat semata dalam tawar-menawar politik antara penguasa dan golongan agama/ras/suku tertentu yang dianggap sebagai sumber ancaman. Maka pluralisme tidak bisa terlepas dari pembaruan di dalam institusi-institusi agama itu sendiri.
KAPAL Perempuan, lewat buku ini ingin mengangkat topik ini untuk diperbincangkan lebih lanjut dengan mengundang beberapa penulis dari berbagai perspektif dan agama untuk menuliskan ide, pendapat, pandangan dan pengalaman mereka berkaitan dengan isu ini. Yang menjadi perhatian buku ini adalah upaya untuk menjawab bagaimana situasi perempuan seandainya ia memilih bentuk perkawinan lintas agama. Dengan memakai perspektif feminis dan pluralis, masalah-masalah perkawinan lintas agama yang selama ini hanya terpendam di arus bawah dapat terangkat dan syukur-syukur teratasi.
Bagian pertama buku ini yang memuat kesaksian dan refleksi atas pengalaman perkawinan lintas agama, ditulis oleh para pelaku perkawinan lintas agama. Mereka bertutur tentang hambatan yang mereka temui, bagaimana mereka menghadapi itu. Apa sebenarnya harapan mereka dan bagaimana mereka memaknai dan menghidupkan cinta mereka dalam kungkungan aturan yang diskriminatif.
Pengalaman konkret ini kemudian dihadapkan dengan pandangan formal agama-agama, yang ditulis oleh para tokoh agama, juga bagaimana hal itu dilihat dalam kacamata UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dari sana kemudian dipaparkan upaya-upaya untuk menafsir ulang perkawinan lintas agama dari perspektif perempuan dan pluralisme.
Topik ini diakui atau tidak merupakan topik yang sangat sensitif dan ‘riskan’ untuk didiskusikan secara terbuka dalam konteks Indonesia. Maka tidak heran kalau dikatakan bahwa ada banyak hambatan yang ditemui dalam proses penulisannya yang telah dimulai sejak tahun 2001. Empat tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk menuliskan sebuah buku. Semoga buku ini dapat menggugah para pembacanya untuk mengambil langkah, mulai membangun pluralisme – yang adil bagi semua. Sudah saatnya agama terbuka untuk dikritisi dan ditafsir kembali ajarannya. Sudah saatnya agama dapat kembali pada hakekatnya: membawa kemaslahatan bagi semua! Membawa keadilan dan perdamaian, bukan penindasan dan permusuhan.
(ID)
No comments:
Post a Comment