[PIKIR] Ketika Menjadi Aktivis Adalah Hobi

Oleh: Tarlen Handayani 

Memasak: salah satu jenis hobi
Hobi seperti apakah yang cocok untuk para aktivis? Pertanyaan ini muncul ketika saya diminta menulis soal hobi untuk para aktivis untuk laman ini. Saya kira, siapa pun, dari latar belakang apapun, baik aktivis maupun bukan, bisa bebas memilih hobi untuk dijalaninya. Karena hobi adalah pilihan bebas. Ia menjadi aktivitas yang dikerjakan dengan senang hati di waktu luang. Apapun bentuk kegiatannya, selama aktivitas itu bisa memberikan kesenangan bisa disebut hobi.

Sebelum membicarakan bagaimanakah hobi untuk para aktivis ini, saya akan terlebih dahulu membicarakan soal hobi, terutama yang hobi yang merupakan keterampilan tangan. Selain memberikan kesenangan, aktivitas ini bisa melatih kemampuan motorik dan keahlian dalam membuat sesuatu. Misalnya saja menjahit, merajut, automotif, pertukangan, apapun kegiatan yang membutuhkan keterampilan tangan.

Banyak orang merasa, aktivitas ini terlalu merepotkan untuk dilakukan, membuang waktu, tenaga, uang dan tidak ada gunanya, karena pekerjaan jauh lebih penting dari kegiatan di waktu luang. Tapi banyak pula yang kemudian justru ketika menekuni hobi, pekerjaan menjadi tidak lagi menarik bahkan seringkali hobi menggantikan pekerjaan. Sebenarnya, tidak harus seekstrem itu. Banyak juga yang kemudian bisa menemukan keseimbangan dari pekerjaan dan hobi di waktu luang. Hobi menjadi penyeimbang, ketika hidup tidak hanya melulu soal pekerjaan.


Jika ditelisik lebih jauh, hobi bukan sekedar perkara mengisi waktu luang. Ada banyak kesempatan untuk belajar mengaktualisasikan diri lewat kegiatan hobi. Sejak memilih hobi apa yang kita sukai untuk dijalani, itu seperti menemukan sebagian ‘jati diri’. Karena banyak kegiatan hobi yang mencerminkan minat, bakat, karakter serta kepribadian kita. Misalnya, untuk orang yang menyukai aturan, logika dan pengulangan, merajut mungkin cocok untuk dilakukan. Sementara untuk orang yang senang kebebasan dan ekspresi suka-suka, membuat kolase mungkin lebih bisa dinikmatinya.

Lewat hobi, kita juga belajar membangun ide dan gagasan serta mengeksekusinya menjadi sesuatu yang nyata. Bahkan bukan sekedar eksekusi, karena pada perjalanannya, mencoba dan gagal menjadi hal yang lumrah terjadi. Ketika kita punya ide membuat baju hangat rajutan. Kita akan membayangkan bentuknya, mencari polanya lalu mulai merajutnya. Meski seringkali hasilnya meleset dari yang kita bayangkan. Pilihan alat yang tidak tepatlah, salah memilih bahan dan membaca pola, banyak penyebab yang membuat hasil tidak sesuai harapan.

Namun bagi orang-orang yang menekuni hobi, harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan ini, tidak membuat patah semangat. Karena ada kecintaan, antusiasme serta loyalitas pada aktivitas seperti ini. Ketika gagal, bukan berarti menyerah, namun jadi semangat untuk mencoba kembali sampai menemukan hasil yang diharapkan. Bahkan seringkali, hasil bukanlah tujuan, namun proses mencoba, gagal lalu berhasil itu yang membuat kegiatan di waktu luang ini menjadi penyeimbang pelipur stres. Lewat hobi, kita bisa mengasah daya tahan kita untuk mencoba terus dan bangkit dari kegagalan. Hal yang seringkali ditemukan, dari proses mencoba terus ini, kita seringkali menemukan cara yang lebih tepat dan efisien ketika mengeksekusi gagasan. Karena ketahanan yang terbangun, memberi kesempatan kepada kita untuk menganalisis dan merevisi kesalahan-kesalahan.

Hobi juga kerap mengajarkan para pelakunya menghargai jerih payah diri sendiri dari karya sesederhana apapun itu. Karena kita tahu, di balik sebuah hasil yang terlihat sederhana, kerapkali prosesnya tidaklah sederhana bahkan tidak jarang sangatlah rumit. Ketika kita bisa mengapresiasi diri sendiri, tentunya akan lebih mudah bagi kita untuk mengapresiasi karya orang lain.

Hobi juga membuat kita bisa lebih mengapreasi waktu. Setiap orang memiliki waktu yang sama 24 jam. Tidak ada yang diberi waktu lebih dari itu. Tapi mengapa ada orang yang bisa meluangkan waktu untuk hobi dan tidak? Karena sesungguhnya waktu luang adalah ‘state of mind’, kesadaran dan cara kita memandang waktu itu itu sendiri. Selalu ada yang luang di antara yang penuh, selalu ada jeda di antara waktu yang berhimpitan. Persoalannya ada pada: apakah kita bersedia memanfaatkan jeda dan keluangan itu untuk menjalankan hobi kita?

***

Berkaitan dengan pertanyaan awal di tulisan ini, soal hobi untuk para aktivis, sesungguhnya pertanyaan yang menarik bukan seperti apa kegiatan yang cocok sebagai hobi para aktivis ini. Bayangkan jika aktivisme merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan perubahan sosial dan politik dan dilakukan oleh para aktivis ini dilakukan dengan semangat hobi, mungkin saja hasilnya akan sangat berbeda, ketimbang dilakukan sebagai pekerjaan.

Bayangkan, upaya-upaya perubahan dilakukan dengan penuh suka cita, dedikasi, rasa cinta, daya tahan untuk tidak menyerah ketika gagal dan tentunya semangat untuk terus mencoba dan menemukan metode yang tepat. Juga ketika perubahan tidak melulu sesuatu yang besar dan hebat. Dengan semangat hobi, upaya-upaya kecil, sederhana dan tampak tidak heroik namun memiliki ketahanan dan konsistensi untuk terus menerus dilakukan, bisa menjadi pondasi kuat dari upaya perubahan itu sendiri. Apalagi di era ketika media sosial menjadi panggung eksistensi yang riuh, perubahan sederhana dalam hening justru sering kehilangan apresiasi.

Jika untuk mencapai perubahan setiap orang bisa melakukannya dengan caranya masing-masing, itu berarti setiap orang bisa menyebut dirinya sebagai aktivis. Apapun yang kita lakukan pasti memiliki dampak dalam seluruh sendi kehidupan. Dan itu artinya pula, bahwa perubahan bisa dilakukan setiap hari, setiap saat, dalam waktu luang maupun dalam waktu yang penuh, selama ada dalam kesadaran bahwa sekecil apapun yang kita lakukan bisa berkontribusi pada perubahan.

Jadi jika ditanya hobi seperti apa yang cocok untuk para aktivis? Jawabannya bisa jadi, menjadi aktivis adalah hobi itu sendiri.


***


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...