[OPINI] AKTIVIS BEREFLEKSI


Apa tujuan Anda menekuni aktivitas keberpihakan dan membela kaum lemah?
Menegakkan keadilan?
Membantu sesama memperoleh haknya?
Menciptakan damai dan bahagia dalam kehidupan sekarang?
Memenuhi panggilan hidup?
Mengikuti teladan idola?
Menekuni kesempatan yang terberi?
Balas jasa atas pembelaan yang sebelumnya sudah diterima?
Atau, Anda belum memiliki tujuan spesifik secara jelas? Anda sekedar mengikuti arus hidup di depan mata, sambil menunggu pekerjaan yang tepat untuk Anda tekuni. Perlukah aktivis memiliki, ataupun menyadari tujuan dari keberpihakan dan aksinya? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita hayati terlebih dahulu dua kondisi berikut.

Ada seorang pemuda yang ditugaskan untuk menyelamatkan sebuah desa di seberang hutan. Hal pertama yang ia lakukan dalam perjalanan menuju desa itu adalah mencari pohon yang sangat tinggi. Setelah menemukan pohon yang dirasanya paling tinggi, ia pun memanjat hingga puncak dan berupaya melihat desa yang menjadi arah tujuannya. Ternyata, pohon yang ia panjat masih kalah tinggi dengan rimbunan pohon di tengah hutan, sehingga pandangannya terhalang ke arah desa. Namun ia cukup puas, karena ia tahu sasaran terdekat yang perlu ia wujudkan. Ia masuk ke tengah hutan. Setibanya di rimbunan pohon tinggi, ia memanjat kembali salah satu pohon, dan kali ini, ia dapat memandang leluasa ke arah desa. Ia melihat rintangan-rintangan yang akan ia lalui. Ia turun, melakukan persiapan menghadapi rintangan, dan fokus melanjutkan perjalanan hingga sampai tujuan.
Di waktu lain, ada juga seorang pemuda, mendapat penugasan serupa, yakni menyelamatkan sebuah desa di seberang hutan. Pemuda ini langsung melakukan perjalanan masuk hutan untuk menyelesaikan tugasnya dengan segera. Pada awalnya, ia yakin dengan arah jalan yang ia pilih, karena kondisi hutan di pinggir mulai berubah menjadi kondisi hutan di dalam. Setibanya di tengah hutan, ia mulai berputar-putar. Beberapa malam berlalu, namun lagi-lagi ia kembali ke tempat yang sepertinya sudah pernah ia lewati. Ia lelah, nyaris putus asa. Ia memutuskan beristirahat beberapa hari sambil memikirkan jalan keluarnya. Setelah kondisinya pulih, ia melanjutkan perjalanan. Ia memberi tanda jalan yang sudah ia lalui. Pada waktu menemukan kembali jalan yang sudah ditandai, ia memilih jalan lain. Manakala lelah, ia berhenti untuk istirahat. Demikian seterusnya, hingga akhirnya ia semakin mendekati desa tujuannya.

Ambil waktu sejenak, untuk menyadari kesan utama yang muncul dalam diri Anda.
Tidak ada kesan?
Atau ada rasa tertentu?
Bila tidak ada kesan, tanyakan ke dalam diri, apakah Anda ingin memperoleh kesan tertentu?
Bila Ya, maka baca ulang kembali dua paragraf di atas, sampai mengalami rasa khusus.
Cecap dalam-dalam rasa yang hadir, sampai Anda pun bulat menamai kesan rasa tersebut.

Mungkin, Anda merasa salut pada komitmen dua pemuda dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Ya, tujuan mereka jelas, yakni memenuhi tanggung jawab yang diberikan. Mungkin, Anda mengagumi langkah taktis dari pemuda pertama, sekaligus memahami kondisi pemuda kedua. Ya, pemuda pertama berorientasi pada pentingnya tujuan, sehingga pikiran-tindakannya terarah secara tepat sasaran dan efisien. Sementara pemuda kedua berorientasi pada eksekusi, sehingga sebagian pikiran-tindakannya melalui masa trial-error terlebih dahulu sebelum sampai ketujuan akhir. Jadi, menurut Anda, perlukah aktivis memiliki, ataupun menyadari tujuan dari keberpihakan dan aksinya?

Ada seorang aktivis yang bergerak di bidang traumahealing atau penyembuhan luka batin. Suatu ketika, ia berjumpa dengan subjek yang hendak diaborsi pada masa bayi, merasa bersaing terus dengan kakaknya yang hanya setahun lebih tua daripadanya, dan sedang terlibat perselingkuhan mendalam dengan beberapa lawan jenis karena tinggal berpisah kota dari pasangan menikahnya. Aktivis sendiri menyadari luka batinnya, dan menemukan penyembuhan pelan-pelan melalui hubungannya dengan subjek yang ia bantu. Tanpa sadar, kedalaman hubungan subjek dengan aktivis menimbulkan salah tafsir pada diri mereka masing-masing. Keduanya berpikir bahwa mereka saling jatuh cinta. Aktivis merasa bertanggung jawab untuk menetralisir kondisi. Kelekatan dua belah pihak perlu dilepas, mulai dari dirinya sendiri. Perjalanan melepas kelekatan pribadi sekaligus selalusiap sedia membantu sesuai permintaan berlangsung bersamaan. Dua arah perjalanan yang bertentangan ini mengalami jatuh bangun. Hingga pada suatu titik, aktivis sadar bahwa tujuan utama adalah melepas kelekatan, sementara kondisi aktual adalah belum 100% rela melepas kelekatan. Peta tujuan dan kondisi saat ini menjadi dasar pengambilan keputusan selanjutnya. Tujuan menjadi pusat dan satu-satunya dasar pertimbangan. Ia memilih menghentikan hubungan dengan subjek terkait hingga minimal kondisinya sendiri kembali netral. Entah bagaimana mekanisme alam semesta bekerja, tindakan aktivis melepas kelekatan dari subjek terjadi bersamaan dengan upaya subjek melepas kelekatan terhadap aktivis maupun beberapa selingkuhannya. Aktivis takjub, lega, bersyukur, dan yakin bahwa tujuan perlu jelas dan ditegakkan, sebagai acuan menimbang, memutuskan, dan bertindak.

Apa akibatnya bila aktivis tidak jernih menyadari tujuan dari keberpihakan dan aktivitasnya? Aktivis berisiko salah arah atau salah fokus dalam aksinya, yaitu mengutamakan cara / sarana, dan bukan tujuannya.

Ada seorang aktivis di bidang pendidikan dan lingkungan hidup, yang sangat bersemangat dalam menjalankan aktivitas dan mewujudkan keberpihakannya. Seiring waktu, banyak tawaran dari luar organisasinya datang mengalir terus. Karena ragam tawaran tersebut sesuai dengan panggilan jiwanya, maka ia pun menerimanya. Ia merasa sudah pada tempatnya ia menerima, karena tawaran yang datang sesuai dengan visi dan misinya. Dalam menjalani proses aneka tawaran bersamaan dengan aktivitas utamanya, ia merasa kelelahan. Ia merefleksikan semua kegiatannya, menyandingkan dengan kapasitas dan keterbatasannya dari segi waktu dan tenaga. Ia pun membuat skala prioritas, mulai dari mana yang paling mendekati visi misi dan memberikan dampak paling besar bagi keberpihakannya, sampai dengan yang paling kecil dampak dan keterkaitannya dengan visi misi. Skala prioritas meningkatkan sense of purpose dari aktivis yang bersangkutan. Pusat perhatiannya bukan lagi pada tawaran kegiatan yang datang. Ia menempatkan tawaran kegiatan sebagai sarana yang menunjang ia mencapai tujuan. Skala prioritas membantu ia dalam menentukan pilihan dalam keterbatasan yang ada secara tepat sasaran. Buahnya adalah kebahagiaan yang bertahan lama pada setiap pihak yang terlibat. 

Dua pengalaman di atas menunjukkan bahwa di samping tujuan yang jelas, ada satu faktor kunci dalam melakukan refleksi, yaitu penempatan diri sendiri sebagai sumber masalah sekaligus sumber solusi. Tanpa faktor kunci ini, analisa seperti lumpuh, karena eksekusinya bergantung pada orang lain, dan mengubah orang lain berada di luar kendali diri sendiri. Lihatlah nasib ragam analisa yang menempatkan pihak eksternal sebagai sumber masalah dan solusi. Kumpulan analisa tersebut hanya menggugah pikiran sejenak, lalu menjadisia-sia tanpa tindak lanjut. Aktivis yang melakukan analisa demikian, dan bukan berefleksi (bercermin-melihat bayangan diri dalam situasi di hadapan), menjadi lupa untuk memberdayakan dirinya sendiri sebagai titik pusat. Mari, Berefleksi!

***        

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...