Setiap
hari, kita pasti menghadapi konflik, baik konflik dalam diri sendiri maupun
konflik dengan orang lain dan situasi kondisi di luar diri. Inti dari konflik
adalah kita mengalami ketegangan akibat perbedaan. Konflik dalam diri terjadi
misalnya saat pikiran menyuruh kita untuk tetap terjaga sampai tugas selesai
tuntas, sementara badan rasanya lelah dan sangat ingin rebah. Konflik dengan
lingkungan terjadi misalnya saat kita menghadapi kenyataan yang tidak sesuai
dengan harapan, ataupun saat kita berbeda sudut pandang dengan rekan tanpa
menemukan jalan keluar.
Dalam
psikologi, ada setidaknya tiga macam konflik, yaitu approach-approach, approach-avoidance, dan avoidance-avoidance. Konflik approach-approach
terjadi saat kita mengalami pertentangan antara dua hal yang sama-sama kita
sukai/inginkan/sifatnya positif. Contoh konflik approach-approach misalnya antara tekad meneruskan puasa dengan
keinginan makan teratur untuk memulihkan lambung yang luka. Puasa dan makan
teratur sama-sama positif sifatnya atau diinginkan.
Konflik
approach-avoidance kita alami saat
menghadapi pertentangan antara hal yang kita inginkan (arah positif) dengan hal
yang kita hindari (arah negatif). Misalnya, seorang perempuan sangat ingin
menjadi ibu rumah tangga agar dapat total melayani keluarga, namun sekaligus
juga tidak mau bergantung pada suaminya dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi
keluarga. Melayani keluarga sifatnya positif atau diinginkan, sementara bergantung
secara finansial kepada suami sifatnya negatif atau tidak diinginkan.
Dari
paparan di atas, pembaca tentu dapat menduga, bahwa konflik avoidance-avoidance terjadi saat kita
mengalami pertentangan antara dua hal yang sifatnya sama-sama negatif atau kita
hindari. Contoh dari konflik ini ialah saat kita tidak suka dengan sikap rekan
kerja, namun kita juga enggan menyelesaikan tugas tim sendirian. Kita
menghadapi dua pilihan yang sama-sama tidak kita inginkan, namun menuntut kita
untuk tetap memilih.
sumber: www.dosensosiologi.com |
Ketegangan
dan ketidaknyamanan yang dirasakan saat berhadapan dengan konflik
diinterpretasikan oleh otak kita sebagai sinyal bahaya. Otak kemudian dengan
cepat mengambil alih kendali diri untuk melakukan upaya penyelesaian konflik. Upaya
pemecahan masalah dapat mengadposi kebiasaan umum yang berlaku menurut akal
sehat (common sense), mengikuti cara
penyelesaian yang dilakukan oleh orang lain di sekitar kita (vicarious learning), memilih mengikuti
dorongan yang paling dominan untuk memperoleh kenyamanan/menghilangkan
ketegangan (emotional focus solving),
ataupun melakukan analisa sintesa dalam rangka menemukan akar masalah dan
menyelesaikannya (problem focus solving).
Ada beberapa rambu yang perlu kita perhatikan saat menimbang sesuatu,
agar hasil common sense setidaknya
logis dan objektif (Solso, 2005). Beberapa rambu tersebut adalah sebagai
berikut:
- Rambu mayoritas: suara
terbanyak atau mayoritas belum tentu benar
- Rambu atribut popularitas:
opini figur populer belum tentu benar
- Rambu atribut otoritas:
pandangan figur pimpinan, ataupun mematuhi norma tanpa pertimbangan
konteks, belum tentu benar
4. Rambu kekuatan/dominan: mematuhi
desakan karena takut ancaman, ataupun mengikuti pengaruh orang yang dominan,
belum tentu benar
- Rambu “kambing hitam”: apapun pandangan kita
tentang orang lain dan lingkungan sebetulnya lebih menggambarkan dinamika
batin pribadi daripada kenyataan di luar diri
Vicarious learning atau
belajar dengan cara meniru sebenarnya sering kita lakukan. Di Indonesia,
praktik belajar dengan cara meniru dikenal dengan singkatan 3M, yaitu
memperhatikan, mengikuti, dan memodifikasi (Krismastono, 2019). Agar optimal
memperhatikan, kita perlu mengaktifkan panca indera. Misalnya saat belajar
memasak, alih-alih hanya melihat dan mendengar video masakan, kita dapat juga
menyentuh langsung, mengenali aroma, ataupun mencicipi produk masakan.
Perhatian kita juga akan lebih cermat manakala kita mengulanginya beberapa
kali, ataupun mendiskusikan hasil observasi kita ini dengan orang lain yang
juga melakukan observasi serupa. Pengulangan juga perlu dilakukan saat praktik
mengikuti. Seorang pelatih senior menganjurkan agar peserta mengulangi hal yang
dipelajari sampai sepuluh kali. Meski ada peserta yang sudah cukup paham
setelah pengulangan ketiga sampai kelima, manfaat tetap akan diperoleh bilamana
peserta disiplin mengulanginya sampai sepuluh kali. Practices indeed make us perfect, iya kan? Hasil pengulangan akan
membantu kita menemukan intisari pembelajaran, yang kemudian menstimulasi kita
untuk mengembangkannya melalui elaborasi ide pribadi.
sumber: www.rumahfilsafat.com |
Emotional focus coping ditujukan
untuk menyalurkan ketegangan agar reda dan tidak berdampak destruktif. Ada
beberapa cara penyaluran emosi negatif yang dialami saat konflik. Langkah
pertama adalah walk out. Kita dapat
minta ijin waktu jeda 5-15 menit ke kamar mandi. Kita dapat membasuh wajah
dengan air, menghirup udara segar, dan minum segelas air putih. Gerakan
menyediakan waktu untuk pribadi ini dapat membantu kita kembali berpusat kepada
prinsip diri, sekaligus melapangkan hati untuk berempati menangkap kebutuhan
inti orang lain/inti tuntutan situasi di balik paparan informasi yang tampak di
permukaan. Bilamana walkout tidak
dimungkinkan, kita dapat menggosok-gosokkan telapak tangan, memijat jari
jemari, ataupun mengempitkan kedua telapak tangan di ketiak. Menurut hasil
penelitian para ahli healing dalam
komunitas capacitar, emosi negatif
tersimpan dalam jari-jemari, sehingga gerakan memijat, menekan, mengelus, dan
gerakan apapun yang kita lakukan secara sadar terhadap jari jemari kita akan
membantu kita melepaskan emosi negatif yang kita rasakan. Intinya adalah
kesadaran penuh pada gerakan, dengan cara menyediakan waktu untuk memperhatikan
diri sendiri serta melambatkan tempo aktivitas sejenak.
Problem focus coping yang
dewasa ini berkembang adalah pemikiran komputasional (Krismastono, 2019). Kita
mencoba memecahkan masalah sebagaimana komputer melakukannya. Ada empat tahapan
dalam pemikiran komputasional, yaitu dekomposisi, pengenalan pola, algoritma,
dan identifikasi. Dekomposisi kita lakukan dengan cara menguraikan masalah.
Masalah yang diuraikan membuat kita merasa lebih ringan dan mudah memahami
keadaan masalah yang dihadapi. Misalnya, saat menghadapi tumpukan pekerjaan
rumah tangga, sampai kita merasa berat sekali, namun juga tahu bahwa kita harus
mengerjakannya, kita dapat memulai penyelesaian dengan cara memecah tumpukan
pekerjaan berdasarkan kelompoknya (cucian dipisahkan berdasarkan jenis, dst.,
sehingga kita menghadapi bukan tumpukan berantakan yang membuat rasa tidak
nyaman, melainkan tumpukan rapi yang membangun
kesiapan untuk mulai mengerjakan). Kebiasaan melakukan dekomposisi
lambat laun membuat kita mudah mengenali benang merah saat menghadapi masalah.
Benang merah atau pengenalan pola di balik paparan informasi ini akan membantu
kita lancar memahami algoritma-keterkaitan logis, seperti hubungan sebab akibat
langsung di antara dua hal. Identifikasi akar masalah dan solusi pun menjadi mudah
kita lakukan. Untuk menyempurnakan hasil pemikiran, kita dapat membiasakan diri
melakukan review setiap tahapan dan
mengevaluasinya sebelum melakukan eksekusi solusi.
Yuk,
kita coba praktik sejenak melalui studi kasus berikut. Ada seorang biasa,
berumah tangga dan bekerja dengan mengutamakan nilai-nilai luhur dalam
aktivitasnya, yang akhir-akhir ini mengalami kelelahan. Meski tugas demi tugas
diselesaikan sesuai standar, namun tugas demi tugas baru datang dengan tempo
lebih cepat, sehingga tumpukan hasil kerja tidak memadai bila dibandingkan
dengan tumpukan tugas baru yang menanti diselesaikan. Segala upaya optimal
pekerja juga kurang dihargai oleh lingkungan sekitarnya. Hasil kerjanya tidak
lepas dari kritik dan cemooh, entah itu disampaikan secara langsung dan
objektif, ataupun dengan bisik-bisik di belakang kehadirannya dan subjektif.
Jiwa raganya sangat lelah.
Bagaimana
penyelesaian studi kasus tersebut dapat dilakukan? Pekerja bisa saja mengikuti
saran atasannya untuk lebih rileks dalam bekerja, menyelipkan kesenangan di
tengah waktu kerja, dan menambah waktu kerja dengan mengerjakan tugas juga di
luar jam kantor (pengaruh otoritas). Pekerja juga bisa meniru teladan atasan
lain yang fokus membuat skala prioritas, mengerjakan hanya yang penting saja,
dan menyelesaikan pekerjaan yang datang berdasarkan skala prioritasnya (vicarious learning). Ia sendiri dapat
menciptakan waktu jeda untuk diam sejenak, lepas dari rutinitas memenuhi
tuntutan tugas yang terus bertambah, agar stamina jiwa raganya pulih dan siap
kembali beraktivitas menyelesaikan tugas (emotional
focus coping). Dalam keadaan siap, ia sadar, bahwa ia perlu melakukan
perubahan cara kerja. Pola kerja yang sama tidak cukup memadai untuk memenuhi
tuntutan yang terus bertambah. Alternatif saran yang tersedia adalah menambah
waktu kerja dan memilah pekerjaan berdasarkan skala prioritas. Ia juga terpikir
untuk menjaga tempo kerja, dengan cara tidak mengejar kualitas - kesempurnaan
saja yang memakan waktu lama, melainkan memperhatikan juga batasan waktu
pengerjaan selama proses penyelesaiannya. Selain itu, ia juga perlu lebih
disiplin mengatur kemauan badannya, untuk merelakan waktu istirahatnya
digunakan sebagai waktu tambahan penyelesaian tugas (problem focus coping).
Apakah
alternatif solusi di atas berhasil menyelesaikan masalah yang dialami? Sering
kali, penyelesaian yang dilakukan tidak cukup memuaskan, karena tidak semua
rencana penyelesaian sungguh dapat dilaksanakan dalam keseharian. Pekerja belum
terbiasa mengatur kemauan badan, sehingga stamina menambah waktu kerja masih
naik turun dan belum konsisten. Sementara itu, tumpukan kerja terus datang
bertambah. Tekanan beban kerja tidak dapat diimbanginya dengan peningkatan
stamina dan pembentukan kebiasaan kerja baru yang lebih efektif. Jiwa raganya
belum terlepas dari kelelahan. Sukacita belum memenuhi aktivitas kerjanya.
Pada
titik ini, kita mendapat kesempatan untuk lebih masuk ke dalam diri, melakukan
refleksi, untuk menyadari keberadaan aktualita yang lebih hakiki. Untuk dapat
masuk ke dalam diri, diperlukan keadaan hening. Kita dapat menciptakan
keheningan dengan cara melakukan jeda, yaitu dengan menghentikan aktivitas yang
sedang dilakukan, mencari tempat untuk tenang menyendiri, dan rileks melepaskan
semua ketegangan melalui hembusan dan tarikan napas yang teratur. Melalui napas
teratur, kita dapat menajamkan indera untuk merasakan situasi dan kondisi di
sekitar, meskipun kita tidak aktif mengamati - menginderanya dan tidak terlibat
di dalamnya. Melalui kesadaran pada napas teratur, pikiran kita juga akan lebih
jinak, tidak agresif memimpin tindakan pemecahan masalah berasarkan
keterdesakan/sinyal bahaya yang ditangkap otak. Melalui kesadaran pada napas
teratur, pelan-pelan kita melepaskan kelelahan, ataupun keterikatan diri pada
tuntutan pemenuhan tugas, yang tanpa sadar membuat kita lelah. Melalui
kesadaran pada napas teratur, cakrawala pandang kita meluas, kondisi penuh
desakan seperti “kiamat” kini terlihat harmoni ibarat “surga”. Ada keyakinan
dalam hati kecil bahwa semua baik-baik saja. Ada gerakan cinta yang lembut
untuk mulai dengan tenang aktivitas yang paling diperlukan dalam penyelesaian
tugas. Melalui kesadaran diri pada napas teratur, sikap dan tanggapan kita
terhadap situasi yang sama (yaitu sama-sama belum memenuhi standar sempurna),
akan menjadi lebih bersifat cinta merawat, daripada rasa tidak suka dan nafsu memperbaikinya.
Energi cinta akan menjaga stamina terlepas dari kelelahan buta yang tidak
perlu. Energi cinta akan membantu kita untuk sabar bertekun dan damai bersyukur
selama bertekun hingga selesai.
Sumber: www.vectorstock.com |
Jadi,
apa yang dapat kita lakukan untuk menghadirkan self-awareness dalam situasi konflik sehari-hari?
1. Let
it flow, ikuti arus yang berjalan:
common
sense, vicarious learning, emotional focus solving, problem focus solving, yang
tetap saja berakhir pada rasa tak berdaya meski
segala upaya telah dilakukan.
2. Hentikan sejenak langkahmu
sekarang:
pejamkan
sejenak matamu yang lelah, rasakan kelelahan seperti sia-sia;
diamlah
sejenak bibirmu tak bicara, biarkan kata-kata mematung sementara;
biarkan
sejenak pemberontakan rasuki jiwa, dan biarkan dirimu digerakkannya;
hidup
memang penuh peluh, untuk siapa saja yang membuatmu penuh;
tapi
pernahkah kau berpikir, perlu ada waktu tuk nurani bicara;
jernihkan
sejenak pikiran keruhmu, coba sadari manusia yang semakin rapuh;
panjatkan
sejenak doa sederhanamu, undanglah Dia masuk ke dalam bingkai hatimu;
rasakan sejenak genggam erat
tanganKu, jangan pernah kau abaikan cintaKu (Wiji Tukul).
3. Loving
by serving, cinta merawat yang di hadapan dengan tulus melayani
pemenuhan kebutuhan:
Orientasikan
diri untuk bertanggung jawab penuh menyelesaikan semua tugas (Yes, I do).
Tangkap
tujuan utama, buat skala prioritas kerja berdasarkan dampaknya pada pencapaian
tujuan.
Diam (hening) dan bekerjalah.
Sabar bertekun dan damai bersyukur.
Doa, meditasi, hening, waktu jeda, akan mengasah pisau kesadaran diri untuk terus hidup dan terus mencinta.
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny