Oleh Tabrani Yunis
Director Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh
Dalam acara Temu Nasional Aktivis Perempuan Indonesia yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jakarta, di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, tanggal 28-31 Agustus 2006, terdapat beberapa laki-laki sebagai peserta dan juga panitia. Kehadiran beberapa lelaki di tengah – tengah lebih kurang 300-an peserta aktivis perempuan tersebut, memang seperti mengundang sedikit perhatian bagi beberapa perempuan yang hadir. Namun, bagi para aktivis perempuan kehadiran atau keterlibatan beberapa lelaki sebagai peserta dan panitia dalam acara tersebut, bukanlah hal yang asing. Karena kehadiran laki-laki dalam memperjuangkan nasib kaum perempuan yang termarginalkan oleh berbagai faktor tersebut, sudah lazim ditemukan. Khususnya dalam dunia LSM, kini sudah banyak kaum laki-laki yang secara langsung dan sadar berjuang bersama kaum perempuan untuk mengangkat persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan marginal baik yang berada di perkotaan, maupun di pedesaan. Ada yang secara individu aktif di dalam masyarakat dan ada pula yang memperjuangkannya melalui organisasi-organisasi seperti organisasi non pemerintah ( ORNOP). Pendeknya, baik secara individu maupun melalui institusi Ornop, kini banyak laki-laki terlibat langsung memperjuangkan perbaikan nasib kaum perempuan yang terpuruk.
Kehadiran laki-laki dalam gerakan perjuangan perempuan di tanah air maupun dalam konteks global, memang belum sepenuhnya bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari perjuangan perempuan. belum semua pihak yakin dan bisa menerima kehadiran laki-laki dalam pergerakan itu, apalagi yang disebut dengan lelaki aktivis perempuan atau lelaki feminist. Lelaki aktivis perempuan atau laki-laki yang feminist, memang belum sepenuhnya bisa dipercaya atau diyakini dengan sungguh-sungguh oleh para perempuan. Penolakan atau ketidakpercayaan tersebut karena banyak perempuan yang melihat citra diri laki-laki dalam perspektif yang penuh dengan rasa was-was. Bahkan ada yang berkata, bagaimana seorang laki-laki aktivis atau laki-laki feminis bisa memperjuangkan hak dan nasib perempuan. Dalam perpekstif ini laki-laki dikatakan akan tetap laki-laki. Artinya, laki-laki akan kembali pada ego kelelakiannya. Benarkah demikian?
Kiranya, pandangan demikian tidak selamanya bisa dikatakan benar. Namun, juga tidak bisa secara serta merta dikatakan salah. Dikatakan demikian, karena dalam realitas keseharian, pandangan yang radikal terhadap laki-laki tersebut memang sering terbukti. Ketika, para perempuan merasa sangat kagum terhadap seorang laki-laki yang dalam kehidupannya sangat concern memperjuangkan perbaikan nasib perempuan, memperjuangkan hak-hak perempuan. Namun, banyak yang tidak konsisten dengan perjuangan tersebut. Lelaki yang dipandang dan dilabelkan sebagai lelaki feminist atau lelaki aktivis perempuan, ada yang tidak bisa mengontrol komitmen yang telah dibangun. Seorang laki-laki aktivis perempuan atau seorang laki-laki yang feminist, sebenarnya memiliki rambu-rambu yang harus dijaga dan dipatuhi, kalau ingin menjadi seorang aktivis atau feminist. Misalnya, menjaga hal-hal yang tidak merugikan atau melecehkan perempuan. Idealnya, seorang aktivis perempuan atau lelaki feminist memang secara totalitas menjalankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai aktivis dan feminist yang dianut. Seorang aktivis perempuan dan atau lelaki feminist, diharapkan bisa menyelaraskan antara kata dan perbuatan. Artinya, menjadi seorang aktivis atau seorang lelaki feminist, bukan hanya ada pada ujaran atau ucapan-ucapan yang diekspresikan secara lisan, tetapi juga sesuai dengan perbuatan atau pendeknya, diimplementasikan dalam rutinitas atau kehidupan keseharian.
Seorang aktivis perempuan dan lelaki feminist, juga sangat diharapkan tidak berucap atau melakukan tindakan yang menyakiti perempuan, baik yang bersifat pelecehan, tindak kekerasan maupun tindakan lain yang merugikan kaum perempuan. Sebagai salah satu contoh adalah tindakan poligami. Karena poligami adalah sebuah tindakan yang merugikan dan melemahkan posisi perempuan. Poligami yang dibenci oleh banyak orang baik laki-laki, apalagi kaum perempuan dan aktivis serta lelaki feminist. Maka, apabila ada di antara aktivis perempuan yang melakukan poligami, para aktivis perempuan dan perempuan secara umum akan mempersoalkan dan menjadikan kasus ini sebagai sebuah tindakan yang sangat menyakitkan. Oleh sebab itu para perempuan akan mengecamnya.
Sebuah perbincangan yang sangat hangat mengenai kasus poligami di mailing list perempuan, bukan lagi kasus poligami yang dilakukan AA Gym. Tetapi kali ini para aktivis perempuan saat ini merasa sangat dikecewakan oleh sikap dan tindakan seorang Ade Armando yang selama ini dianggap sangat concern dengan masalah perempuan. Kekecewaan para perempuan dan aktivis perempuan terhadap sikap dan tindakan Ade Armando yang melalukan poligami bisa kita baca dalam tulisan Adriana Venny , Direktur Jurnal Perempuan di mailing list perempuan pada tanggal 15 Februari 2007 yang menulis dalam tulisannya, Berpoligami di hari kasih sayang. Tulisan itu mendapatkan banyak tanggapan dari peserta yang pada umumnya sangat kecewa terhadap Ade Armando yang sudah terlanjur dianggap pro perempuan.
Berpoligami atau melakukan hal-hal yang merugikan perempuan oleh pihak aktivis dan lelaki feminist memang sangat dikecam. Karena ini sangat dikecam, maka persepsi dan tindakan aktivis perempuan dan lelaki feminist yang merugikan perempuan sering menjadi dilematis apabila tidak bisa berlaku konsisten. Sehingga, tatkala terperangkap dalam jaring keterlanjuran, yang dilakukan adalah berusaha mencari alasan-alasan pembenaran. Dan apabila tidak, maka jalan akhir yang ditempuh adalah jalan akhir dengan ucapan “Aku juga manusia.” Nah, kalau sudah ini jawabanya, maka habislah upaya kita dalam mencari argumentasi. Kondisinya pun menjadi sangat kontroversi.
Agaknya, memang seorang lelaki menjadi aktivis perempuan atau lelaki feminist, memang tidak gampang. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Seorang lelaki aktivis perempuan atau lelaki feminist bisa dipandang miris terutama dari kalangan laki-laki yang kental dengan sifat kelelakiannya. Tantangannya semakin berat ketika tingkat kepercayaan akan keberadaan lelaki aktif dan feminist masih sangat rendah. Dan semakin berat tantangannya tatkala ada orang-orang atau tokoh-tokoh sekaliber Ade Armando, Masdar dan yang lainnya melakukan hal-hal yang kontroversial dengan apa yang seharusnya. Karena dalam realitas yang sedang berjalan, kala kaum perempuan sangat mengecam poligami, kecaman itu seperti disiram dengan tindakan aktivis dan feminist dengan tindakan poligami. Mengecewakan bukan ? Barangkali, sangatlah wajar, kalau kualitas lelaki aktivis dan lelaki feminist diragukan. Wajar pula kalau ada sebuah organisasi atau lembaga dana tidak percaya terhadap lelaki pemimpin sebuah Ornop yang memberdayakan dan menguatkan perempuan.
Dalam kondisi ini, walau keraguan itu masih tinggi, Kita memerlukan keberadaan laki-laki sebagai aktivis perempuan atau sebagai lelaki feminist. Ini perlu agar keterlibatan banyak laki-laki dalam membela dan memperjuangkan hak-hak perempuan yang tertindas. Dengan membangun sikap laki-laki aktivis perempuan, akan banyak laki-laki yang sadar akan perlunya gerakan bersama membela perempuan. Kalau hilang satu, akan ada laki-laki aktivis perempuan lain yang masih bisa tetap berjuang. Bagaimana rekan-rekan?
No comments:
Post a Comment