[MEDIA] POTRET, 14 Tahun Membangun Budaya Baca Di Kalangan Perempuan

Oleh Tabrani Yunis 
Pemimpin Redaksi Majalah POTRET, Media Perempuan Kritis dan Cerdas


Alhamdulilah, pada tanggal 11 Januari 2017 ini, majalah POTRET, Media perempuan kritis dan cerdas ini genap berusia 14 tahun. Sebuah usia yang sudah lumayan lama untuk sebuah media, namun bila dianalogikan dengan usia manusia, ini adalah usia yang masih belia, bahkan masih di bawah umur. Namun, bila menelusuri lorong-lorong sejarah lahirnya, orientasinya dan bahkan cita-citanya, serta secara geografis, usia 14 tahun bagi majalah POTRET, termasuk usia yang lumayan lama. Ini menjadi masa yang seharusnya berada pada masa yang matang. Dikatakan demikian, karena latar belakang ( background) lahirnya majalah POTRET tidak sama dengan majalah-majalah yang terbit di ibu kota, dengan template dan patron yang bisa dikatakan business oriented. Ya, berbeda orientasinya dengan majalah-majalah yang terbit di pusat kota Jakarta. Majalah POTRET lahir dari sebuah keprihatinan terhadap nasib kaum perempuan yang menderita, terutama perempuan akar rumput yang ada di wilayah perdesaan.

Majalah POTRET yang mulai terbit pada tanggal 11 Januari 2003, sebelum bencana tsunami meluluhlantakkan Aceh itu, terbit dilatarbelakangi dari keprihatinan akan nasib kaum perempuan di Aceh yang hidup terbelenggu kemiskinan. Secara kasat mata, kemiskinan yang dialami perempuan adalah kemiskinan harta benda atau kemiskinan material. Namun, bila kita telusuri lebih dalam, kemiskinan yang menghimpit perempuan adalah kemiskinan intelektual dan spiritual, yang wujudnya, miskin ilmu pengetahuan, miskin keterampilan dan miskin sikap atau spirit untuk maju. Kemiskinan ini semakin memperkecil akses dan kontrol kaum perempuan, terutama perempuan akar rumput (grassroots) yang hidup di perdesaan di Aceh, terhadap pembangunan, akses terhadap pendidikan. Kondisi ini membuat perempuan tidak punya kemampuan membaca, tidak punya minat membaca dan bahkan sama sekali kehilangan semangat untuk maju dan keluar dari belenggu kemiskinan tersebut.

Nah, berangkat dari keprihatinan tersebut, maka Center for Community Development and Education (CCDE), Banda Aceh, sebagai sebuah organisasi nirlaba (nonprofit), atau LSM yang peduli dan bekerja untuk perempuan, melakukan berbagai kegiatan pendidikan alternatif bagi kaum perempuan di Aceh. Kegiatan-kegiatan itu mulai dari kegiatan pertemuan membangun konsolidasi, membangun kesadaran dan hingga pada kegiatan pelatihan dan lain sebagainya yang bisa membuka mata perempuan, serta mendorong perempuan untuk secara aktif berkarya di tengah-tengah masyarakat, agar bisa keluar dari belenggu kemiskinan dalam berbagai bentuk dan jenisnya.

Akhirnya, karena niat dan komitmen untuk berbuat, mengubah kondisi kemiskinan dan kebodohan perempuan yang parah itu menjadi lebih baik, maka selain memberikan pelayanan pendidikan alternatif, CCDE pada tahun 1998 menggagas lahirnya media belajar bagi kaum perempuan di Aceh. Lalu, setelah melalui proses yang panjang, mempersiapkan penulis-penulis perempuan, dengan melatih 25 perempuan dari 6 kabupaten di Aceh dengan membangun kesadaran membaca dan membuat karya tulis, penggalangan dana untuk penerbitan, maka untuk pertama kali majalah POTRET diterbitkan pada tanggal 11 Januari 2003 lalu. POTRET lahir dalam bentuk media yang sangat minim, karena bentuknya masih newsletter. Namun demikian, dengan semangat membaca, POTRET saat pertama kali terbit menggunakan tagline “ media perempuan Aceh”. Artinya, masih terbatas pada kalangan perempuan di Aceh saja. Sayangnya, baru tiga edisi terbit, bencana tsunami meluluhlantakkan Aceh dan POTRET berhenti terbit. Sementara impian membangun budaya dan kebiasaan membaca masih belum bergerak. Namun, impian itu tidak mati, walau semua yang dimiliki CCDE dan POTRET habis disapu tsunami.

Nah, ketika trauma masih belum pulih, impian membantu perempuan keluar dari kemiskinan intelektual masih belum selesai, maka pada pertengahan 2006, tepatnya bulan Juli, POTRET kembali terbit dalam bentuk buletin setelah mendapat bantuan dari Hivos. Hadirnya POTRET saat itu menjadi amunisi baru untuk menyemangati kerja-kerja pencerdasan kaum perempuan lewat kegiatan membangun budaya baca di Aceh, pasca bencana tsunami tersebut. Sejak itu, upaya untuk menumbuhkan semangat membaca kaum perempuan, terutama yang menjadi penerima manfaat (beneficiaries) program CCDE semakin menggeliat. CCDE dengan terbitan POTRET mengadakan sejumlah pelatihan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan baca kaum perempuan Aceh dari 18 kabupaten di Aceh. Sejak saat itu, hingga tahun 2011, lebih dari 1000 perempuan di Aceh dilatih dengan kemampuan membaca dan menulis, sebagai bagian dari upaya membangun gerakan menulis di kalangan perempuan di Aceh saat itu. CCDE dan POTRET membangun kemampuan membaca dan menulis kaum perempuan dengan memposisikan perempuan sebagai pelaku atau subjek media, bukan sebagai objek, sebagaimana layaknya dan banyaknya media yang terbit lainnya.


Dengan cara ini, perempuan bukan hanya bisa membuka mata meningkatkan kemampuan atau daya baca, tetapi dibantu dan dibimbing untuk menjadi lebih produktif dalam mengekspresikan pikiran, permasalahan, menganalisis dan juga mencari jalan keluar dari sejumlah persoalan yang dialami atau dihadapi oleh kaum perempuan di Aceh khususnya dan masyarakat global pada umumnya. POTRET, di samping sebagai media untuk membaca, sekaligus menjadi media belajar menulis, menuangkan ide atau pikiran secara tertulis.

Metodologi yang digunakan oleh majalah ini, jauh berbeda dengan media-media mainstream lainnya di tanah air. Bila majalah-majalah yang terbit di kota Jakarta, menerima naskah yang diketik dengan rapi dengan kriteria yang tinggi, maka majalah POTRET menerima kiriman karya tulis kaum perempuan yang ditulis tangan dan kemudian diketik dan dilakukan penyuntingan yang tidak mengganggu pesan yang ingin disampaikan oleh para penulis perempuan tersebut. Kemudian POTRET terus bermetamorfosis, dari majalah komunitas menjadi majalah umum yang tidak hanya diterima gratis oleh para perempuan yang menjadi beneficiaries dari program CCDE, akan tetapi kemudian masuk ke pasaran dan menjadi bacaan serta referensi bagi perempuan-perempuan di luar perempuan akar rumput. POTRET menjadi satu-satunya majalah perempuan yang sangat peduli terhadap masalah perempuan. Satu-satunya majalah perempuan yang terbit di Aceh dan masuk menembus ke level nasional, bahkan menjadi media bagi perempuan di tingkat global. Buktinya, semakin banyak penulis dan pembaca yang berasal dari mancanegara yang mengirimkan tulisan, baik dalam Bahasa Indonesia, maupun Bahasa Inggris. Untuk memenuhi kebutuhan para perempuan yang berada di luar Aceh, majalah POTRET kemudian menyediakan versi online, yang kini bisa diakses di www.potretonline.com

Episode yang membahagiakan Sejalan dengan semakin meluasnya jangkauan atau capaian pembaca dan penulis POTRET, maka tagline “POTRET, Media Perempuan Aceh” menjadi tidak relevan lagi. Sehingga kemudian tagline itu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi, bahwa POTRET bukan lagi hanya menjadi media perempuan Aceh, akan tetapi menjadi media perempuan kritis dan cerdas, di mana saja berada. Jadi, walaupun terbit di Aceh, namun bukan hanya Aceh, akan tetapi juga semua perempuan di nusantara dan mancanegara. Ternyata dengan perubahan tersebut, kemudian semakin banyak perempuan di nusantara dan mancanegara yang terlibat aktif mengisi majalah ini untuk saling berbagi informasi, menyediakan bacaan yang menarik bagi para pembaca yang umumnya adalah perempuan.

Meluasnya jangkauan majalah POTRET terkait dengan semakin banyaknya tulisan yang masuk dari para perempuan dari luar komunitas dan dari luar Aceh hingga ke mancanegara, membuat majalah POTRET menjadi semakin strategis bagi upaya membangun budaya baca di kalangan perempuan, baik di Aceh, maupun di luar Aceh. Bahkan dalam perjalanan selama 14 tahun, peran majalah POTRET membangun budaya baca dan budaya literasi di kalangan perempuan, kemudian meluas masuk ke ranah pendidikan formal, dimana majalah POTRET menjadi bahan bacaan bagi para pelajar di sejumlah sekolah, pesantren dan perpustakaan. Dengan demikian, fungsi majalah POTRET adalah sebagai media baca atau juga sumber bacaan perempuan dan masyarakat umum.

Tentu saja, ketika majalah POTRET sebagai satu-satunya majalah perempuan yang terbit di Aceh untuk Indonesia ini, harus menjadi media bersama yang bersinergi untuk membangun budaya membaca, budaya berkarya atau budaya literasi, bukan hanya di kalangan perempuan, tetapi juga di kalangan masyarakat umum di Aceh dan di tanah air. Oleh sebab itu, eksistensi majalah POTRET sebagai media perempuan kritis dan cerdas, harus selayaknya mendapat dukungan positif dari semua pihak yang peduli dan merasa penting membangun budaya baca di kalangan perempuan, hingga semua perempuan idealnya terbebas dari belenggu kebodohan dan kemiskinan, sebagaimana cita-cita atau impian awal majalah POTRET. Mari kita bangun sinergi membangun budaya baca di masyarakat kita. Ini adalah hal yang menggembirakan dari perjalanan panjang hadirnya majalah POTRET selama 14 tahun membangun gerakan literasi di kalangan perempuan di Aceh dan nusantara.

Memilukan 

Banyak hal yang membahagiakan dan melegakan hati dari sejarah perjalanan terbitnya POTRET dan kerja-kerja membangun budaya baca selama 14 tahun tersebut. Bisa bertahannya majalah ini selama kurun waktu 14 tahun adalah sebuah fakta yang menakjubkan, karena banyak media yang terbit di Aceh bertumbangan karena banyak faktor. Sementara POTRET, walau seperti kerakap tumbuh di batu, hingga kini masih eksis, ya masih terbit. Namun, di balik cerita suka cita tersebut, tidak sedikit pula cerita duka yang menyelimuti majalah POTRET.


Sebagaimana kita ketahui bahwa keberlanjutan sebuah media cetak, baik surat kabar maupun majalah ada pada ketersediaan pendanaan (sustainability of fund) dan ketersediaan tema dan artikel yang akan dipublikasikan. Ketersediaan dana, bisa dalam bentuk dukungan iklan dari berbagai pihak dan ketersediaan bahan untuk isi media yang dijadikan sebagai modal yang akan dijual kepada pembaca. Lalu, duka apa yang dialami oleh majalah POTRET?

Salah satu duka nestapa yang dialami oleh majalah ini adalah hilangnya kekuatan modal keuangan untuk semua proses produksi dan distribusi. Ketiadaan dana menjadikan kegiatan penerbitan terseok-seok. Majalah POTRET terbit tanpa didukung oleh sponsor iklan atau sumber pernapasan bagi sebuah media. Hal ini membuat majalah POTRET kesulitan dalam hal pembiayaan. Sehingga, majalah POTRET bagai kerakap tumbuh di batu; hidup enggan, mati tak mau. Kondisi ini semakin buruk ketika tidak ada lagi donatur yang ikut membantu. POTRET harus terbit secara mandiri. Jadi, ini memang memilukan dan semakin memilukan lagi, ketika Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mendengung-dengungkan kata sinergi, pada kenyataannya itu hanya ilusi. Begitu juga di kalangan LSM yang bekerja untuk perempuan. Mereka tidak melihat keberadaan majalah POTRET sebagai sebuah potensi atau kekuatan yang menjadi bagian dari gerakan perempuan. Jadi memang memilukan. Karena saat ini, majalah POTRET masih belum dianggap sebagai sebuah media yang mencerdaskan dan diperlukan oleh semua orang. Padahal, cita-cita majalah ini adalah terbangunnya budaya baca dan berkarya di kalangan perempuan.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...