Di zaman sekarang ini, kita memperoleh banyak kemudahan dalam mengakses pangan. Asalkan punya uang, kita bisa memperoleh makanan apapun yang kita mau. Di tengah segala kesibukan, seringkali kita berpikir bahwa akan jauh lebih mudah membeli makanan siap saji daripada bersusah payah memproses makanan kita sendiri. Masalah mulai muncul ketika kita mulai berpikir tentang aspek keamanan dan keberlanjutan dari sistem pangan kita. Bagaimana kualitas makanan yang kita beli? Bagaimana kita tahu bahwa makanan yang kita konsumsi betul-betul aman? Adakah campuran zat berbahaya yang digunakan untuk mengawetkan makanan, memberikan rasa dan warna tertentu agar lebih menarik? Adakah di antara zat-zat yang dikonsumsi tersebut yang akan mengganggu kesehatan kita dalam jangka panjang? Bagaimana kita tahu? Bagaimana proses pembuatannya? Apakah bahan yang digunakan serta proses pembuatannya selaras dengan alam? Apa dampak proses tersebut terhadap kelestarian alam?
Mau sehat dan ramah lingkungan? Pilih yang mana? Sumber gambar: http://klubpompi.pom.go.id/id/berita/item/375-apa-itu-junk-food |
Pertanyaan-pertanyaan di atas membawa kita pada kesadaran tentang bagaimana kita seharusnya memproduksi dan mengonsumsi pangan kita agar betul-betul dapat secara aman meningkatkan kualitas hidup kita, tanpa merusak alam sebagai sumber pangan dalam jangka panjang. Jika kita ingin berkontribusi pada pengurangan persoalan pangan atau bahkan penyelesaian persoalan pangan yang ada, berikut ini adalah beberapa tips yang dapat membantu.
Kriteria dan Jenis Pangan yang Sehat
Pangan yang sehat mengandung nutrisi yang mendukung tubuh kita menjalankan fungsi-fungsi spesifiknya. Untuk memberikan manfaat maksimal, nutrisi tersebut perlu dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Menurut dokter Tan Shot Yen dalam bukunya “Saya Pilih Sehat dan Sembuh”, kandungan pada makanan yang dibutuhkan tubuh manusia dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu makronutrien, yaitu yang perlu dikonsumsi dalam jumlah besar seperti karbohidrat, protein dan lemak; serta mikronutrien, yaitu yang perlu dikonsumsi dalam jumlah yang sangat kecil, misalnya berbagai jenis mineral. Untuk mendukung kesehatan, keduanya dibutuhkan dan saling melengkapi.
Memenuhi kebutuhan makronutrien saja tanpa memperhatikan mikronutrien akan menyebabkan asupan pangan kita tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara maksimal. Sebagai contoh adalah konsumsi karbohidrat. Kebanyakan orang memperhitungkan pemenuhan kebutuhan pangan terutama dari jumlah konsumsi karbohidrat. Hal ini karena karbohidrat sangat penting untuk menghasilkan energi. Padahal untuk mendapatkan energi, tubuh kita tidak hanya membutuhkan karbohidrat. Selain karbohidrat, ada sekitar 20 jenis mineral, 13 vitamin dan serat yang ikut mempengaruhi kecepatan pembakaran dan pembentukan energi.
Dalam mengonsumsi pangan, sangat penting untuk memperhatikan aspek kecukupan. Kekurangan nutrisi tertentu dapat menyebabkan penyakit atau berkurangnya fungsi metabolisme tubuh. Sementara kelebihan pangan akan dikeluarkan dari dalam tubuh atau disimpan dan menumpuk sebagai cadangan. Kelebihan berarti pemborosan sumberdaya, sementara simpanan berlebih potensial menimbulkan banyak penyakit. Sebagai contoh, kelebihan protein lemak dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif.
Pangan yang sehat antara lain ditentukan oleh kandungan nutrisinya. Semakin kaya nutrisi pangan yang kita konsumsi, semakin baik pangan itu untuk kesehatan kita. Proses pengolahan pangan seringkali mengurangi kualitas nutrisi yang terkandung di dalam pangan tersebut. Misalnya, proses pemasakan dapat menghilangkan beberapa unsur penting yang semula ada dalam bentuk segarnya.
Sementara itu, proses pengolah pangan yang lain, seperti menggoreng dan menambahkan berbagai zat untuk menambah cita rasa bisa jadi akan menambahkan kandungan pada makanan yang sebetulnya tidak kita perlukan di dalam tubuh dan bahkan membahayakan. Sebagai contoh, kandungan pestisida, bahan pengawet, pewarna dan perasa kimia yang ada di dalam pangan mungkin membuat tampilan pangan menjadi menarik, tetapi di sisi lain justru akan menimbulkan penumpukan racun di dalam tubuh. Karena itulah, banyak ahli gizi menyarankan agar sebanyak mungkin pangan dikonsumsi dalam bentuk alami dan diproduksi secara alami tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia.
Tidak semua proses pengolahan pangan memberikan dampak buruk terhadap kesehatan. Ada banyak alternatif proses pengolahan pangan yang justru membantu kita memperoleh pangan dalam bentuk yang lebih mudah dicerna oleh tubuh manusia. Sebagai contoh, mengonsumsi susu sapi dalam bentuk yoghurt akan lebih mudah dicerna daripada mengonsumsinya dalam bentuk susu.
Prinsip-prinsip pangan ramah lingkungan
Pangan ramah lingkungan yang dimaksud di sini adalah pangan yang diproduksi dan dikonsumsi dengan mengikuti hukum-hukum keberlanjutan. Herman Daly, seorang ekonom yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan mengemukakan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai berikut. Pertama, penggunaan sumberdaya yang dapat diperbarui harus dilakukan di bawah kemampuannya meregenerasi diri. Kedua, penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbarui harus dilakukan sehemat mungkin. Ketiga, jumlah limbah yang dihasilkan harus lebih kecil dari kemampuan alam untuk memurnikan diri. Untuk menilai keberlanjutan sistem pangan saat ini, mari kita menganalisisnya dengan menggunakan ketiga prinsip pembangunan berkelanjutan Herman Daly tersebut.
Pangan yang kita konsumsi saat ini hampir semuanya merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui. Sayangnya pengambilan sumber-sumber pangan tersebut banyak yang melampaui batas daya dukung alam. Hal ini menyebabkan kerusakan alam di berbagai belahan bumi. Beragam stok pangan di alam berada dalam kondisi kritis. Sebagai contoh adalah menurunnya populasi berbagai jenis ikan di laut dan hampir punahnya berbagai jenis satwa di hutan. Selain pengambilan untuk konsumsi, kepunahan berbagai flora dan fauna di hutan juga terjadi akibat terganggunya habitat mereka akibat alih fungsi hutan menjadi lahan-lahan perkebunan monokultur untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia.
Penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbarui dalam sistem pangan terjadi dalam proses pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan. Proses-proses tersebut terutama menggunakan bahan bakar fosil. Dengan terbukanya pasar global, proses produksi pangan di seluruh dunia serta pemindahan pangan lintas batas benua terjadi dengan lebih masif. Proses tersebut berdampak pada pengurangan stok bahan bakar fosil dunia. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga meningkatkan emisi karbon yang menyumbang pada terjadinya perubahan iklim telah menyebabkan berbagai bencana alam yang berdampak pada pengurangan produksi panen petani di berbagai belahan dunia.
Sistem pangan saat ini menghasilkan limbah antara lain dalam bentuk penggunaan kemasan. Kemasan-kemasan ini biasanya langsung dibuang setelah pangan dikonsumsi. Masalahnya, banyak kemasan yang terbuat dari bahan-bahan plastik yang sulit sekali terurai dan proses penguraiannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Apalagi di dalam kemasan tersebut juga terdapat berbagai zat yang apabila terurai merupakan racun berbahaya bagi kesehatan. Apabila tidak dikelola dengan baik, maka akumulasi racun di alam dapat mencemari tanah, air dan sumber-sumber pangan kita.
Selain kemasan, limbah pangan juga dapat berupa sisa makanan atau bahan pangan yang tidak dikonsumsi. Di banyak tempat di Indonesia limbah ini masih bercampur aduk dan akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Saat ini, kebanyakan TPA merupakan gunungan sampah campuran berbagai macam limbah yang menimbulkan pemandangan dan bau tak sedap.
Beberapa kiat untuk mendapatkan pangan yang sehat dan ramah lingkungan
Di tengah berbagai persoalan pangan di atas, bagaimana kiat untuk memperoleh makanan yang sehat dan ramah lingkungan? Di tingkat praktis, hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Mengonsumsi produk pangan selokal mungkin.
Semakin lokal produk pangan tersebut, semakin sedikit energi yang dibutuhkan untuk proses pengangkutan. Tanpa proses pengangkutan, kita dapat menghemat penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, apabila dikonsumsi secara lokal, maka kebutuhan untuk pengawetan dan pengemasan akan berkurang. Lebih mungkin mendapatkan pangan segar dari sumber-sumber yang lokal, ketimbang mendatangkannya dari tempat yang jauh. Pangan yang segar tentu lebih sehat daripada pangan yang telah diproses.
Mengonsumsi makanan dalam bentuk segar, apalagi ditanam dan dipanen sendiri, sangat sehat dan membahagiakan. Sumber foto: Dokumentasi Ecovillage – KAIL & YPBB. |
2. Mengonsumsi makanan dalam bentuk sesegar dan sealami mungkin.
Ketika mengalami proses pengolahan, kandungan gizi pangan akan menurun. Mengonsumsi pangan dalam kondisi segar akan memastikan perolehan nutrisi yang maksimal dari pangan tersebut. Selain itu proses pengolahan juga membutuhkan energi yang meningkatkan penggunaan bahan bakar.
Sebagai contoh, jika ingin mengonsumsi ikan atau daging, pilihlah ikan lokal yang segar daripada ikan impor. Lebih baik lagi jika mengonsumsi ikan dari kolam sendiri. Demikian juga dengan buah dan sayur.
3. Mengonsumsi makanan yang beragam
Bumi ini kaya sekali dengan keanekaragaman hayati. Melalui proses evolusi ribuan tahun, di berbagai belahan dunia telah berkembang beragam tradisi pangan berdasarkan keanekaragaman hayati lokal. Persoalannya adalah keragaman pangan lokal tersebut semakin lama semakin banyak yang menghilang. Salah satu penyebabnya adalah proses penyeragaman pangan yang antara lain terjadi karena kebijakan pemerintah dan pasar. Sebagai contoh, saat ini masyarakat Indonesia secara umum mengonsumsi nasi putih sebagai sumber karbohidrat utama. Padahal di masa lalu, banyak sumber karbohidrat lain yang juga dikonsumsi di Indonesia, seperti jagung, sagu, ubi manis, ubi kayu dan talas. Karena tidak dikonsumsi, sumber-sumber pangan banyak yang menghilang dan akhirnya tidak dikenal lagi oleh generasi selanjutnya. Mengonsumsi pangan yang beragam akan membantu kita memperoleh keseimbangan dan keragaman nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sekaligus mendukung konservasi keanekaragaman hayati tanaman yang dibudidaya, sekaligus memastikan kearifan lokal untuk pengolahan pangan tetap terjaga.
4. Perhatikan jumlah jejak ekologis untuk memproduksi pangan
Untuk setiap pangan yang dihasilkan dibutuhkan sejumlah materi dan energi untuk menghasilkannya. Semakin besar materi dan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pangan, maka semakin besar jejak ekologis dari proses produksi pangan tersebut. Semakin kecil jejak ekologisnya, maka pangan tersebut semakin ramah lingkungan. Kita bisa jadi mengonsumsi jenis makanan yang sama, katakanlah buah nanas. Tetapi dampak lingkungan yang dihasilkan oleh buah nanas bisa jadi berbeda-beda tergantung berapa banyak materi yang energi yang digunakan untuk memproduksinya. Buah nanas yang diimpor dari negara lain tentu jejak ekologisnya lebih tinggi daripada nanas lokal. Demikian juga nanas kalengan atau selai nanas tentu jejak ekologisnya lebih tinggi daripada nanas segar dari kebun sendiri. Untuk menjadi ramah lingkungan, pastikan selalu memilih produk pangan berkualitas tetapi dengan jejak ekologis terendah.
5. Hindari mengonsumsi makanan yang berkemasan.
Semakin banyak kemasan, semakin banyak limbah yang dihasilkan. Semakin banyak limbah, semakin besar beban yang ditanggung bumi untuk mengolahnya. Menghindari kemasan dapat dilakukan dengan membawa wadah sendiri ketika membeli produk pangan atau memproduksi pangan sendiri. Kalaupun terpaksa membeli produk pangan dengan kemasan, belilah dengan kemasan yang terbesar yang dapat diakses. Apabila jumlahnya terlalu banyak hingga kita tidak akan habis mengonsumsinya sampai batas waktu kadaluarsa, berbagilah dengan kawan-kawan dengan kepedulian dan kebutuhan serupa. Hal ini mula-mula memang sulit untuk dilakukan, tetapi lama-kelamaan kita akan terbiasa.
6. Hindari mengonsumsi pangan yang dihasilkan dari proses yang merusak alam.
Misalnya, hindari penggunaan minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari kebun-kebun kelapa sawit yang menggusur hutan-hutan alam. Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan minyak kelapa buatan lokal atau yang dibuat sendiri. Bahkan akan lebih sehat apabila kita mengurangi konsumsi pangan yang membutuhkan proses penggorengan. Selain memelihara bumi, hal tersebut juga akan membuat kita lebih sehat.
7. Bersikap kritis terhadap iklan.
Pahami setiap produk yang dikonsumsi. Pelajari kandungan gizinya. Cari apakah ada alternatif produk lain dengan kandungan gizi sama tetapi tanpa menggunakan kemasan, tanpa menggunakan pengawet dan perasa tambahan yang berbahaya bagi kesehatan, dan tentu saja dengan harga yang terjangkau.
8. Utamakan kandungan gizi dan kesehatan daripada tampilan kemasan atau image.
Kadang-kadang kita tergiur untuk membeli produk pangan karena apa yang tampak di dalam kemasannya. Gambar yang tampak pada kemasan memang selalu dibuat semenarik mungkin untuk mengundang pembeli. Masalahnya, dasar pengambilan keputusan kita seringkali didasarkan pada ketertarikan pada gambar pangan yang tampak dan bukan pada daftar nutrisi yang ada pada pangan tersebut. Padahal, meskipun pangan tersebut terlihat dan terasa enak, belum tentu merupakan pangan yang sehat dan ramah lingkungan. Untuk itu, kita perlu mendidik diri sendiri untuk dapat mengenali bahan mana yang baik untuk dikonsumsi dan yang berbahaya untuk kesehatan.
Membeli makanan jadi: sepertinya enak, tapi sungguh sehatkah? Bagaimana dampaknya untuk alam? Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi. |
9. Berkebun untuk menghasilkan pangan sendiri.
Berkebun untuk menghasilkan pangan membawa beberapa manfaat. Selain mendapatkan makanan sehat dan segar, kita juga secara langsung merawat alam, menambah keterampilan dan mendapatkan kesempatan rekreasi dan penyaluran hobi.
10. Memasak makanan sendiri.
Memasak makanan sendiri dirasa tidak praktis bagi banyak orang. Apalagi bagi para bujangan, anak kos dan mereka yang sibuk bekerja. Lebih praktis, mudah dan hemat waktu jika membeli makanan jadi. Di luar segala kesulitan dan ketidakpraktisannya, sebetulnya banyak keuntungan yang kita dapatkan dari memasak makanan sendiri. Pertama, kita dapat memastikan bahwa bahan pangan yang digunakan adalah bahan-bahan yang sehat dan ramah lingkungan. Kedua, kita dapat melakukan berbagai eksperimen untuk membuat variasi menu. Ketiga, keterampilan memasak kita bertambah. Jika masakan kita berhasil, tentu kita akan merasa puas dan bangga. Hidup kita menjadi lebih sehat dan bahagia. Apalagi jika kita berbagi masakan kita dengan para sahabat. Kebahagiaan kita pun akan menular pada mereka.
11. Membangun komunitas untuk berbagi pangan sehat dan ramah lingkungan.
Keterbatasan waktu dan sumberdaya lainnya menyebabkan kita sulit memproduksi beragam jenis makanan sendiri. Sementara itu produk pangan yang sehat dan ramah lingkungan sulit didapat.
Kalaupun ada, kita sulit memastikan apakah produk-produk pangan yang dijual memang sehat dan ramah lingkungan. Untuk meningkatkan akses terhadap pangan yang sehat dan ramah lingkungan, kita dapat membangun komunitas untuk saling berbagi pangan sehat dan ramah lingkungannya. Para anggotanya adalah mereka-mereka yang ingin hidup sehat dan bersedia berkontribusi untuk mendukung pengembangan produksi pangan sehat dan ramah lingkungan secara kolektif. Ada kemungkinan, mereka adalah yang gemar berkebun dan menghasilkan pangan sehat, mereka yang gemar mengolah pangan dari hasil panen kebun sehat menjadi aneka produk sehat, mereka yang hobi bersosialisasi dan mempromosikan produk pangan sehat dan ramah lingkungan, atau mereka yang sangat sibuk, tetapi bersedia mengeluarkan uang untuk mendapatkan produk pangan sehat dan ramah lingkungan. Apabila orang-orang ini bekerjasama maka mereka dapat memperoleh pangan sehat dan ramah lingkungan sekaligus saling mendukung dari sisi sosial dan ekonomi.
Jika hal ini terjadi, maka akan terbangun kemandirian pangan dalam skala komunitas. Dengan saling mendukung dan ditambah dengan pola makan yang sehat, para anggota komunitas akan lebih sehat dan bahagia. Kualitas hidup akan meningkat dalam skala komunitas.
Apabila praktek ini berlanjut, tidak menutup kemungkinan anggota komunitas akan bertambah atau terjadi pembentukan kelompok yang sama di tempat lain. Terjadilah gerakan masyarakat sipil untuk menghasilkan pangan sehat dan ramah lingkungan secara mandiri dan berkelanjutan.
***
No comments:
Post a Comment