Cara belajar setiap orang berbeda satu sama lain. Selain dipengaruhi oleh faktor genetis, cara belajar kita juga dibentuk oleh faktor lingkungan yang turut membentuk kebiasaan kita antara lain melalui aturan-aturan sekolah, keluarga dan masyarakat. Perbedaan cara belajar ini pada akhirnya akan mempengaruhi cara kita bertindak dan menanggapi sesuatu. Banyak konflik terjadi akibat perbedaan cara belajar ini, misalnya konflik antara anak dan orang tua; antara suami-istri; antara pemerintah dengan rakyat maupun antara aktivis pendamping lapang dengan masyarakat dampingannya. Karena respon anak tidak sesuai dengan harapan orang tua maka orang tua berpikir bahwa anaknya nakal, pembangkang dan susah diatur. Karena lebih suka menjawab soal dengan caranya sendiri, seorang murid lantas dianggap bodoh oleh gurunya dan karena tidak membuat tanggapan sesuai harapan seorang gadis menganggap kekasihnya sudah tidak mencintainya lagi. Masih banyak lagi permasalahan dan konflik yang muncul akibat perbedaan cara belajar ini.
Tulisan ini mengangkat model cara belajar kombinasi yang diteliti oleh Dr. Anthony F. Gregorg. Model ini adalah salah satu model yang paling efektif untuk memahami perbedaan cara belajar. Model ini dibangun dari kombinasi cara kita memandang persoalan (persepsi) dan cara kita menyusun informasi yang kita terima.
Cara Memandang Persoalan (Persepsi)
Kita memandang dunia berdasarkan persepsi kita. Persepsi itu tidak sama untuk setiap orang. Persepsi ini akan mempengaruhi kita dalam memahami sesuatu dan mengambil tindakan atas sesuatu. Ada dua kualitas persepsi yang dimiliki oleh setiap orang, yaitu persepsi konkret dan persepsi abstrak.
Kualitas persepsi konkret memungkinkan kita langsung menyerap informasi yang diterima oleh panca indera. Kita melihat segala sesuatu seperti apa adanya. Kita tidak mencari makna yang tersembunyi di balik suatu peristiwa atau mencoba menggali penyebab-penyebab dari suatu permasalahan.
Kualitas persepsi abstrak memungkinkan kita menggali lebih jauh makna dari suatu peristiwa, membuat visualisasi maupun mencari ide-ide baru di luar hal-hal yang secara langsung ditangkap oleh panca indera. Bagi orang yang menggunakan persepsi abstrak, segala sesuatu tidak selalu tampak seperti kelihatannya.
Cara Penyusunan Informasi
Penyusunan informasi adalah cara kita menggunakan informasi yang kita terima. Menurut Gregorc cara penyusunan informasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sekuensial (urut, runtut, teratur) dan acak (random).
Kemampuan sekuensial memungkinkan kita berpikir secara logis. Informasi akan disusun secara teratur dan bertahap. Mereka yang dominan kemampuan sekuensialnya, biasanya melakukan perencanaan sebelum melakukan tindakan.
Kemampuan acak menyusun informasi secara serabutan dan tidak teratur. Kemungkinan ada beberapa hal yang terlewati. Bagi mereka yang dominan kemampuan acaknya terkesan spontan, tidak berpikir panjang dan yang penting bagi mereka adalah selesai, sementara tahapan penyelesaian tidak menjadi masalah.
Model Kombinasi Gregorc
Gregorc memodelkan cara belajar sebagai kombinasi cara memandang persoalan dan cara menyusun informasi. Kombinasi tersebut dikenal sebagai: Sekuensial Konkret (SK), Sekuensial Abstrak (SA), Acak Konkret (AK) dan Acak Abstrak (AA).
Keempat kemampuan ini ada pada setiap orang, hanya kadarnya untuk setiap tipe berbeda-beda. Berikut ini adalah karakteristik dominan dari keempat model cara belajar tersebut.
1. Sekuensial Konkret
Orang-orang yang dominan kemampuan sekuensial konkretnya biasanya ulet, tradisional, sangat cermat, stabil, dapat diandalkan, konsisten, berpegang pada fakta dan teratur. Mereka sangat baik dalam menerapkan gagasan-gagasan dengan cara yang praktis, efisien dan ekonomis. Mereka biasanya tepat waktu. Mereka juga memiliki kemampuan untuk melahirkan gagasan konkret dari sesuatu yang abstrak. Biasanya mereka bekerja secara sistematis, bertahap mengikuti jadwal dan detil. Mereka suka melakukan sesuatu secara rutin dan teratur. Dengan kebiasaan ini, mereka akan kesulitan menghadapi lingkungan yang berantakan, obrolan yang tidak jelas arahnya serta mengikuti perintah yang tidak jelas.
2. Sekuensial Abstrak
Orang-orang yang dominan kemampuan sekuensial abstraknya biasanya analitis, obyektif, berpengetahuan luas, teliti, rapi, logis, tenang dan hati-hati serta sistematis. Mereka sangat baik dalam pekerjaan-pekerjaan penelitian, misalnya menggambarkan urutan peristiwa dalam suatu urutan yang logis, menggunakan fakta untuk membuktikan atau menyanggah teori dan menganalisis gagasan. Mereka mengumpulkan data-data sebelum mengambil keputusan dan menyelesaikan segala sesuatu sampai tuntas. Mereka akan frustasi jika waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tidak cukup, mengulang-ulang pekerjaan yang sama, berpikir sentimentil atau harus menahan diri untuk tidak mengungkapkan gagasan dalam kurun waktu yang lama.
3. Acak Konkret
Orang-orang yang dominan kemampuan acak konkretnya biasanya bertindak dengan cepat, mengikuti kata hati, selalu ingin tahu, realistis, memiliki daya cipta, inovatif, naluriah dan sangat berani. Mereka memiliki banyak gagasan kreatif dan melihat banyak alternatif solusi dan cara-cara baru untuk menyelesaikan persoalan. Mereka mampu mengilhami orang lain untuk bertindak. Mereka mau mengambil resiko dan dapat mengambil keputusan dengan cepat. Keputusan ini sebagian besar didasarkan pada nalurinya dan bukan berdasarkan perhitungan yang cermat akan data dan fakta yang mendukungnya. Mereka akan frustasi jika tidak memiliki pilihan, harus membuat laporan formal, menghadapi hal-hal rutin, mengulang sesuatu yang pernah dilakukan maupun menjelaskan alasan dari keputusan/jawaban tertentu.
4. Acak Abstrak
Orang-orang yang dominan kemampuan acak abstraknya biasanya peka, penuh belas kasih, cepat memahami, imajinatif, idealis, sentimentil, spontan dan fleksibel. Mereka memiliki karunia untuk mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh dan menciptakan suasana damai dengan orang lain. Mereka menyadari kebutuhan orang lain dan mudah menjalin persahabatan. Mereka menganggap penting perasaan dan emosi serta menaruh perhatian pada tema serta gagasan. Mereka mempelajari sesuatu dengan caranya sendiri dan mengambil keputusan berdasarkan perasaan. Mereka akan frustasi jika harus menjelaskan alasan mengapa mereka melakukan/memutuskan sesuatu, berkompetisi, menerima kritikan dan berfokus hanya pada satu hal setiap saat.
Apa gunanya mengetahui perbedaan cara belajar?
Banyak konflik ditimbulkan oleh perbedaan cara belajar. Misalnya seorang ibu yang sekuensial konkret akan merasa anaknya yang acak konkret sebagai anak yang semaunya sendiri dan susah diatur. Bagi orang sekuensial konkret, hidup teratur dan rapi sangat menyenangkan, sementara buat orang acak konkret menjadi rapi dan teratur adalah sesuatu yang menyebalkan dan membebani. Dengan memahami cara belajar sang anak, si ibu dapat lebih memahami bahwa untuk memenuhi tuntutannya sang anak membutuhkan usaha yang luar biasa keras. Dengan demikian ia akan lebih toleran terhadap kesemrawutan-kesemrawutan kecil yang sesekali dilakukan anaknya.
Konflik lain yang mungkin timbul adalah antar pasangan. Seseorang yang acak abstrak lebih menggunakan perasaannya dalam melakukan sesuatu dan bagi mereka perhatian terhadap orang adalah sangat penting. Jika orang ini memiliki pasangan sekuensial abstrak, mungkin ia akan berulangkali merasa kecewa akan tingkah laku pasangannya yang kurang perhatian, kurang tanggap akan perasaannya dan selalu menuntut argumen yang rasional dari setiap keputusan yang diambil. Sementara itu pasangannya akan merasa ia terlalu menuntut, tidak rasional dan kurang mempercayai cintanya. Dengan memahami perbedaan cara belajar, pasangan ini akan lebih maklum dengan apa yang dilakukan oleh pasangannya dan tidak selalu mengartikan sikap-sikap yang tidak sesuai dengan harapan sebagai ekspresi tidak mencintai maupun sengaja membuat kesal/mengecewakan.
Contoh yang lain adalah antara guru dengan murid. Sistem pendidikan zaman sekarang cenderung menggunakan pendekatan disiplin dan cara berpikir yang runtut untuk memahami pengetahuan. Pendekatan ini menguntungkan anak-anak yang memiliki kombinasi dominan sekuensial konkret dan sekuensial abstrak. Anak-anak yang sekuensial konkret akan dengan mudah mengikuti keteraturan aturan-aturan sekolah. Sementara anak-anak yang sekuensial abstrak dapat dengan mudah mengikuti pelajaran yang membutuhkan analisis. Sedikit sekali perhatian diberikan untuk seni dan cara berpikir kreatif yang cocok untuk anak-anak acak abstrak dan aca konkret. Bagi anak-anak dengan cara berpikir acak, sekolah formal adalah belenggu yang membosankan. Beberapa mereka memperoleh cap sebagai anak nakal atau anak bodoh. Padahal sebenarnya belum tentu demikian. Mereka menjadi demikian karena cara belajar yang diterapkan di sekolah tidak cocok dengan cara belajar mereka. Sekolah menjadi siksaan. Guru-guru yang memahami perbedaan cara belajar ini akan lebih toleran terhadap sikap anak-anak ini dan berusaha mencari cara kreatif untuk mengakomodasi perbedaan cara belajar ini.
Contoh lain yang mungkin relevan untuk kita sebagai aktivis, misalnya perbedaan cara belajar antara seorang pendamping lapang dengan masyarakat lokal dampingannya. Jika seorang pendamping memiliki cara belajar dominan sekuensial abstrak, mungkin tidak cocok untuk mendampingi masyarakat yang konkret dan acak. Orang sekuensial abstrak cenderung banyak bicara untuk menjelaskan hal-hal yang diketahui dan seringkali dengan bahasa yang sulit dimengerti. Masyarakat yang tidak terbiasa berpikir panjang akan kesulitan mengikuti apa yang diterangkan oleh sang pendamping dan akhirnya mengangguk-angguk tetapi kurang mengerti atau malah mengantuk. Akhirnya program yang direncanakan tidak berjalan karena masyarakat tidak paham. Orang yang sekuensial abstrak juga kurang mampu berempati pada sesama, sehingga seringkali kurang tanggap akan kebutuhan orang-orang di sekelilingnya. Sehingga jika orang tipe ini menjadi pendamping kemungkinan ia akan kesulitan memahami keinginan dan perasaan yang berkembang di masyarakat dampingannya.
Bagaimana kita bersikap terhadap perbedaan cara belajar?
Masih banyak lagi contoh persoalan atau konflik yang ditimbulkan oleh perbedaan cara belajar ini. Lalu bagaimana kita menyikapi perbedaan ini?
Pertama, kita perlu menyadari cara belajar kita sendiri. Dari sana kita dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kita. Setelah itu, kita perlu menyadari, menerima kenyataan dan menghargai perbedaan cara belajar setiap orang. Dengan bekal itu, kita dapat menyesuaikan diri dan bahkan memanfaatkan perbedaan-perbedaan itu.
Misalnya jika kita dalam satu kerja tim, maka pembagian tugas dapat disesuaikan dengan cara belajar setiap anggota. Orang yang sekuansial abstrak mendapat tugas untuk membuat analisis atau membuat konsep kegiatan. Orang yang sekuensial konkret diberi tugas untuk melaksanakan program sebagai koordinator. Orang-orang yang acak abstrak dapat diminta bekerja di bidang yang mengurus orang-orang sementara mereka yang acak konkret dapat diminta masuk dalam tim kreatif. Harapannya mereka semua akan menikmati pekerjaannya. Dengan demikian tim dapat menghasilkan kinerja terbaiknya dan konflik dapat dihindari.
Contoh lain adalah dalam relasi antara pasangan hidup. Memahami cara belajar masing-masing membuat kita tahu hal-hal apa yang membuat pasangan kita bahagia atau stress. Dengan demikian kita dapat lebih mudah memilih hadiah yang cocok atau merancang acara liburan bersama yang pas. Kita lebih mengetahui apa saja yang membuat pasangan kita senang dan sebaliknya. Saling memahami dapat lebih mudah dilakukan dan kompromi dapat lebih mudah tercapai.
Jadi, sudahkah anda mengenali cara belajar anda?
(Any Sulistyowati)
Referensi:
Tobias, Cynthia Ulrich. Cara Mereka Belajar. Jakarta: Fokus Pada Keluarga, 2000.
DePorter, Bobbi & Mike Hernacki. Quantum Learning. New York: Dell Publishing, 1992. (Edisi Indonesia diterbitkan oleh MIZAN).
ReplyDeletefetiş porno